Minggu, 23 Januari 2011

UN 2011 SMA/SMK Digelar 18-21 April

UJIAN NASIONAL

UN 2011 SMA/SMK Digelar 18-21 April

Ilustrasi: UN untuk SMA/MK, SMALB, dan SMK dilaksanakan 18-21 April 2011, UN untuk SMP/MTs dan SMPLB: 25-28 April 2011, dan UN untuk SD/MI dan SDLB: 10-12 Mei 2011. (HERU SRI KUMORO/KOMPAS)***

TERKAIT:

BIAK - Pelaksanaan Ujian Nasional 2010/2011 bagi siswa SMA/SMK atau sederajat se-Kabupaten Biak Numfor, Papua, akan dimulai serentak pada 18-21 April 2011.

"Kegiatan UN 2011 sedikit mengalami perubahan kebijakan di mana jika seorang siswa tak lulus UN 2011 maka yang bersangkutan bisa menempuh ujian nasional pendidikan kesetaraan paket A (setara SD) paket B (setara SMP) sera paket C (setara SMA) atau mengulang kembali pada sekolah yang bersangkutan," ungkap Pelaksana Harian Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Biak, Kamaruddin SPd, Minggu (23/1/2011).

Sesuai kebijakan secara nasional jajaran kementerian pendidikan nasional pada pelaksanaan UN 2010/2011 tidak memberlakukan ujian mengulang bagi siswa tak lulus ujian nasional sebagaimana berlaku pada 2010.

Keputusan Kementerian Pendidikan Nasional tak memberikan kesempatan ujian mengulang, lanjut Kamaruddin, maka peluang siswa yang tidak lulus UN diberikan solusi mengulang sekolah atau mengikuti pendidikan paket guna mencegah murid bersangkutan putus sekolah.

Untuk mendapatkan hasil maksimal pada pelaksanaan UN 2011 jajaran Disdik Biak melalui sekolah di berbagai jenjang pendidikan telah melakukan program pengayaan materi melalui les tambahan mata pelajaran yang diujikan pada ujian nasional 2011.

Dengan adanya les tambahan di setiap sekolah, diharapkan para siswa lebih siap menguasai materi pelajaran yang diberikan guru bidang studi bersangkutan serta mampu meraih prestasi persentase kelulusan siswa lebih besar pada 2011.

Sesuai jadwal Ujian Nasional 2011 untuk jenjang pendidikan SMA, SMALB, dan SMK berlangsung 18-21 April 2011, sementara jadwal UN Susulan SMA/MK, SMALB, dan SMK pada 25-28 April 2011, sedangkan Ujian Praktik Kejuruan untuk SMK paling lambat satu bulan sebelum pelaksanaan UN.

Untuk jadwal Ujian Nasional SMP/MTs, SMP/MTs dan SMP luar biasa dimulai 25-28 April 2011 dan ujian susulan 3-6 Mei 2011, sementara jenjang pendidikan SD/MI sederajat berlangsung 10-12 Mei 2011 dan UN susulan 18-20 Mei 2011.

"Saya imbau siswa SD,SMP dan SMA/SMK se-kabupaten Biak Numfor yang mengikuti UN 2011 dapat meningkatkan frekuensi belajarnya serta memperbanyak latihan menjawab soal-soal mata pelajaran yang diujikan pada ujian nasional mendatang," harap Kamaruddin.(Ant)***

Editor : Benny N Joewono/ Source : Kompas.com, Minggu, 23 Januari 2011 | 11:00 WIB

Siswa Miskin Akan Dapat Bimbel Gratis

UJIAN NASIONAL

Siswa Miskin Akan Dapat Bimbel Gratis

Ilustrasi: Pemerintah didesak agar memperhatikan sisi pelajar dalam mengeluarkan kebijakan. Hal itu agar tidak lagi mengorbankan siswa sebagai subyek pendidikan.(Tribun Pekanbaru/Doddy Vladimir0***


TERKAIT:

MATARAM - Ratusan siswa miskin tingkat sekolah menengah pertama akan mendapatkan bimbingan belajar gratis dari pemerintah guna meningkatkan prestasi ujian nasional pelajar dari kalangan keluarga kurang mampu tersebut.

"Bimbingan belajar (bimbel) gratis itu adalah salah satu upaya kami terhadap siswa yang rentan tidak lulus ujian nasional (UN)," kata Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kota Mataram, H Zaenal Arifin, Minggu (23/1/2011).

Anggaran program Bimbel gratis untuk mata pelajaran yang diujikan dalam UN bagi siswa berasal dari Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Mataram dan Kementerian Pendidikan Nasional.

BAZ Kota Mataram menyediakan anggaran untuk 311 siswa yang tersebar di delapan SMP/MTs negeri dan lima SMP/Mts swasta, sedangkan Kementerian Pendidikan Nasional menganggarkan untuk 13 sekolah SMP negeri dengan jumlah siswa kurang mampu yang dibelarkan sebanyak 60 siswa untuk setiap sekolah.

Pelaksanaan Bimbel akan dimulai secara serentak di seluruh sekolah pada 26 Januari 2011 dan berakhir 18 Februari 2011.

Proses pembelajaran dilakukan pada sore hari atau di luar jam pelajaran sekolah.

"Progam Bimbel mata pelajaran yang diujikan dalam UN akan evaluasi sejauh mana efektivitasnya. Evaluasi dijadwalkan selama dua hari yaitu 19-20 Februari 2011," kata Zaenal.

Instruktur yang ditugaskan untuk memberikan Bimbel, berasal dari para guru yang dinilai memiliki kompetensi untuk memberikan peningkatan pemahaman kepada siswa yang akan mengikuti UN.

Jumlah instruktur tersebut sebanyak 44 orang. Mereka juga akan didampingi oleh pengawas pendidikan.

Seluruh guru dan pengawas pendidikan yang ditugaskan untuk memberikan bimbel kepada siswa kurang mampu tersebut akan diberikan dana bantuan operasional yang bersumber dari dana bantuan BAZ dan Kementerian Pendidikan Nasional.

"Para guru dan pengawas pendidikan ini nantinya akan keliling ke setiap sekolah untuk memberikan bimbingan belajar, jadi perlu dana operasional," ujar Zaenal.

Ia berharap dengan memberikan bimbingan belajar bagi siswa kurang mampu bisa mendongkrak tingkat kelulusan UN siswa SMP/Mts di Kota Mataram, yang pada 2009 lalu mencapai 99,81 persen atau hanya 13 siswa yang tidak lulus dari total peserta UN sebanyak 6.744 siswa.(Ant) ***

Editor : Benny N Joewono/ Source : Kompas.com, Minggu, 23 Januari 2011 | 12:09 WIB

Puluhan Wartawan Bandung Demo UPI

Puluhan Wartawan Bandung Demo UPI

WARTAWAN Kota Bandung Sedang Melakukan Aksi di Halaman Rektorat UPI, Jln. Setiabudhi Bandung Jumat (21/1). Mereka menuntut permintaan maaf rektorat dan mahasiswa UPI atas aksi pengusiran sejumlah wartawan saat pertemuan BEM Rema UPI dengan Majelis Wali Amanah UPI, Kamis (20/1).*** (NURYANI/"PRLM")

BANDUNG - Puluhan wartawan Bandung mendatangi Kampus Universitas Pendidikan Indonesia, Jumat (21/1). Mereka melakukan aksi di hadapan gedung rektorat UPI Jln. Setiabudhi Bandung memprotes sikap intimidasi dan pengusiran yang dilakukan oleh Sekretaris Majelis Wali Amanah saat meliput pertemuan antara BEM Rema UPI dengan Majelis Wali Amanah UPI.

Salah satu wartawan Detik Bandung Tia yang diusir saat melaksanakan peliputan menuturkan, dirinya bersama dua wartawan lainnya datang atas undangan BEM Rema UPI. Namun di tengah pertemuan wartawan memperoleh sikap yang tidak menyenangkan dari Abin Syamsuddin. Mulai dari diminta KTP, dicatat nama dan alamatnya, hingga diusir dari ruangan oleh Abin.

Salah satu wartawan media nasional Tempo Anwar menuturkan, apa yang dilakukan pihak UPI merupakan bentuk intimidasi terhadap profesi wartawan. Bahkan telah melanggar UU Pers dan menghambat kemerdekaan pers. "Ini merupakan tindakan pidana," katanya.

Karena tidak memperoleh permintaan maaf dari yang bersangkutan, seluruh wartawan Bandung memutuskan untuk memboikot seluruh pemberitaan UPI. (A-157/kur) ***

Source : Pikiran-Rakyat Online, Jumat, 21/01/2011 - 13:19

Komentar Berita

  • Eko Purwanto (not verified) on Sabtu, 22/01/2011 - 10:35

Transparan donk.
Tugas wartawan adalah mencari dan menyampaikan berita, selayaknya tidak ada intimidasi terhadap wartawan.

  • Anonymous (not verified) on Sabtu, 22/01/2011 - 08:31

sok lah obok-obok ..
meh transparan
sugan jerona mah lain siga katingalina

  • keukeuh (not verified) on Jumat, 21/01/2011 - 21:37

Rupanya ada salah komunikasi, sok ah... sing alakur. Wartawan perlu berita, UPI perlu publikasi. Damai... damai... duduk bersama,, Insya Allah beres, roes...

  • gerry (not verified) on Jumat, 21/01/2011 - 20:13

maenya anu gelarna doktor jeung ahli psikologi kalakuana kitu ? ccckkcckkccckkk..ieu mah anu kudu dipariksa psikologi teh manehna meureun...

  • Anonymous (not verified) on Jumat, 21/01/2011 - 20:13

pelecehan demokrasi, lawan kawan2!
tiada maaf bagi mereka yang mengganggu keterbukaan informasi...

  • suhandiman (not verified) on Jumat, 21/01/2011 - 19:55

itu adalah "penyakit umum" para personel perguruan tinggi. suka merasa paling akademik dan paling pintar, tapi suka menganggap remeh orang lain.

  • m.hilman (not verified) on Jumat, 21/01/2011 - 19:35

kunaon kang Abin make alergi ka wartawan,biasa2 we

  • Anonymous (not verified) on Jumat, 21/01/2011 - 19:34

abin syamsuddin teh saha tea sih ?

  • Gayus Rosada (not verified) on Jumat, 21/01/2011 - 19:10

UPI teh singkatan ( Unipersitas Padahal IKIP ), jadi leuwih alus bubarkeun UPI ganti deui ku IKIP.

Ini menjadi refleksi bagi kita: hidup saling menghormati.

Pendaftaran SNMPTN Jalur Undangan Dibuka 1 Februari

Pendaftaran SNMPTN Jalur Undangan

Dibuka 1 Februari

BANDUNG - Sesuai dengan keputusan panitia Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri pusat, pendaftaran SNMPTN jalur undangan akan dibuka 1 Februari hingga 12 Maret 2011. Sementara pengumuman hasil dilaksanakan 18 Mei 2011.

“Untuk jalur tertulis dilaksanakan 31 Mei dan 1 Juni, bersamaan dengan registrasi mahasiswa yang diterima di jalur undangan,” kata Wakil Rektor Bidang Komunikasi, Kemitraan, dan Alumni ITB Prof. Hasanuddin Z. Abidin dalam jumpa pers di Gedung Rektorat ITB Jln. Tamansari Bandung, Kamis (13/1).

Nantinya, kata Hasanuddin, panitia pusat yang akan menentukan sekolah mana yang berhak mengirimkan siswa untuk jalur undangan ini. Siapa siswa yang berhak ikut ada di tangan kepala sekolah.

“Pusat punya database sekolah yang dianggap baik. Nanti kepala sekolah yang memilih dengan mengirimkan bukti rapor. Belum tentu diterima semua sebab nanti perguruan tinggi yang akan menentukan,” katanya.

Untuk informasi penerimaan mahasiswa 2011 bisa diakses melalui http://www/snmptn.ac.id atau http://www.itb.ac.id/usm-itb/. (A-157/das)***

Source : Pikiran-Rakyat Online, Jumat, 14/01/2011 - 04:15

Sabtu, 22 Januari 2011

Ujian Nasional 18-21 April 2011

PENDIDIKAN

Ujian Nasional 18-21 April 2011

Ilustrasi: Pada UN 2011 mendatang pemerintah tak lagi menggelar UN ulang. Siswa yang tidak lulus UN disarankan mengikuti ujian paket C untuk siswa SMA. (PRIYOMBODO/KOMPAS IMAGES)***

TERKAIT:

JAKARTA — Ujian nasional tahun pelajaran 2010/2011 jenjang sekolah menengah atas/madrasah aliyah/sekolah menengah kejuruan (SMA/MA/SMK) akan diselenggarakan 18-21 April 2011. Sementara jenjang sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs) akan dilaksanakan 25-28 April 2011.

Jadwal UN ini tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 45 Tahun 2010 tentang Kriteria Kelulusan dan Permendiknas Nomor 46 tentang Pelaksanaan UN SMP dan SMA Tahun Pelajaran 2010/2011 yang ditandatangani Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh Senin (4/1/2011) di Jakarta.

Dalam UN April mendatang sudah digunakan formula baru untuk menentukan kelulusan yaitu nilai gabungan antara nilai UN dengan nilai sekolah yang meliputi ujian sekolah dan nilai rapor.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdiknas Mansyur Ramly mengatakan, UN Susulan SMA/MA/SMK akan dilaksanakan 25-28 April 2011 dan pengumuman kelulusan oleh satuan pendidikan paling lambat 16 Mei 2011.

Sementara UN Susulan SMP/MTs diselenggarakan 3-6 Mei 2011, sedangkan pengumuman UN SMP/MTs oleh satuan pendidikan pada tanggal 4 Juni 2011. "UN kompetensi keahlian kejuruan SMK dilaksanakan sekolah paling lambat sebulan sebelum UN dimulai," kata Mansyur.

Sebelum kelulusan diumumkan, sekolah mengirimkan hasil nilai sekolah untuk digabungkan dengan hasil nilai UN ke Kemdiknas. Selanjutnya, setelah digabungkan dengan formula 60 persen UN ditambah dengan 40 persen nilai sekolah, nilai tersebut dikembalikan lagi ke sekolah. Sekolah menggabungkan nilai dengan mata pelajaran lain. "Kan ada tujuh mata pelajaran lain yang harus lulus. Yang menentukan kelulusan tetap satuan pendidikan," kata Nuh.

Nuh melanjutkan, dari peta nilai akan dilakukan analisis setiap sekolah. Sekolah yang nilainya rendah akan dilakukan intervensi seperti tahun 2010 yakni memberikan insentif dana sebesar Rp 1 miliar sebagai stimulus kepada 100 kabupaten/kota yang memiliki nilai UN rendah.

Insentif dana itu diberikan pada kabupaten/kota dengan persentase kelulusan siswa kurang dari 80 persen. Selain dana, pemerintah juga melakukan intervensi program peningkatan kompetensi guru dan remedial. "Tidak ada target khusus kelulusan siswa. Targetnya kejujuran pelaksanaan UN. Itu yang lebih mahal karena dari angka kelulusan tahun lalu sudah 99 persen," kata Nuh. Editor : Glori K. Wadrianto

Source : Kompas.com, Selasa, 4 Januari 2011 | 13:03 WIB

Ada 9 Komentar Untuk Artikel Ini.

  • Fadri Irman

Jumat, 14 Januari 2011 | 22:35 WIB

Mudah-mudahan dengan ujian nasional yang diselenggarakan dengan jujur, akan menghasilkan anak didik yang berprestasi demi senyum ibi pertiwi.

Balas tanggapan

  • Sri Hartoyo

Rabu, 5 Januari 2011 | 07:51 WIB

Saya yakin kedepan masih akan menjadi polemik karena Nilai UN masih akan memveto kelulusan walaupun nilai sekolah telah diakomodir, idealnya 0,6 untuk Nilai Sekolah dan UN 0,4 sehingga proses yang 3 tahun nampak terhargai.

Balas tanggapan

  • nashia rei

Selasa, 4 Januari 2011 | 22:09 WIB

peraturan baru.. bkin guru dan murid tambah BINGUNG!! ckckck

Balas tanggapan

  • Chabib Junaedi

Selasa, 4 Januari 2011 | 19:42 WIB

Ujian Nasional semakin ketat namun juga semakin luwes. Dengan kriteria kelulusan 60% UN dan 40 % Ujian sekolah dan raport maka ini sangat cocok dengan dinamika masyarakat saat ini. Namun kita juga harus hati hati pada proses penentuan nilai ujian sekolah dan juga raport ! sebab dimungkinkan akan terjadi obral nilai besaran besaran pada ujian sekolah untuk mendongkrak UN dan juga dapat terjadi pemalsuan nilai raport dengan cara mengganti raport yang ada dengan yang baru agar nilainya lebih besar guna keperluan kelulusan

Balas tanggapan

  • nana suryana

Selasa, 4 Januari 2011 | 19:03 WIB

itu..solusi terbaik setelah lama diperdebatkan tentang keadilan UN antara Kota dan daerah...itu menurut saya adil...daripada masih di tentukan kelulusan dengan UN saja...telah banyak terjadi kecurangan...telah mendidik tidak baik...pada semua pihak..trimakasih pak Menteri...tapi itu yang yang dimaksud intevensi insentif...apakah efektif..untuk meningkatkan kwalitas pendidikan...menurut saya akan lebih tepat kalau Guru-guru yayasan yang notabene masih honorer walau sudah belasan tahun mengajar...itu yang perlu ditingkatkan kesejahteraannya..atau klo bisa jadi PNS...????

Balas tanggapan

Pemerintah Siap Awasi Pencetak Naskah UN

UJIAN NASIONAL

Pemerintah Siap Awasi Pencetak Naskah UN

ILUSTRASI: BSNP berjanji, perusahaan pemenang tender percetakan yang tidak memenuhi POS percetakan bahan ujian nasional yang ditetapkan BSNP, perusahaan akan diberi sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. (KOMPAS/HERU SRI KUMORO)***

TERKAIT:

JAKARTA — Terkait pencetakan naskah Ujian Nasional 2011, pemerintah pusat menyatakan akan ikut mengawasi. Dalam pelelangan di provinsi, ada petugas dari Kementerian Pendidikan Nasional yang akan ikut sebagai anggota panitia pengadaan di provinsi.

Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Djemari Mardapi di Jakarta, Selasa (18/1/2011), mengatakan, BSNP memberikan ketentuan yang lebih rinci bagi perusahaan yang bisa mengikuti lelang tersebut.

"Kami ingin dalam percetakan pun tidak ada masalah sampai nanti distribusinya ke sekolah-sekolah ketika ujian berlangsung," kata Djemari.

Tahun lalu, lanjut Djemari, terjadi sejumlah masalah terkait naskah UN. Sebagai contoh di Bali, ada beberapa sekolah dengan naskah UN tertukar, jumlah soal kurang, hingga naskah soal rusak.

Untuk perusahaan pemenang tender percetakan yang tidak memenuhi POS percetakan bahan ujian nasional yang ditetapkan BSNP, perusahaan akan diberi sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. Selain itu, perusahaan tersebut juga tidak boleh ikut dalam pengadaan barang/jasa naskah UN selama lima tahun. Penulis : Ester Lince Napitupulu | Editor : Latief ***

Source : Kompas.com, Selasa, 18 Januari 2011 | 21:09 WIB

Harus Bangga Gunakan Bahasa Indonesia

Harus Bangga Gunakan Bahasa Indonesia

JAKARTA - Maraknya penggunaan bahasa asing sebagai bahasa pengantar di sekolah memprihatinkan banyak kalangan. Sebab, sekolah tetap diharapkan menjadi garda terdepan untuk membentuk anak-anak bangsa yang bangga menggunakan bahasa Indonesia.

Jajang, Ketua Asosiasi Guru dan Bahasa Sastra Indonesia, Selasa (9/11), mengatakan, bangsa ini harus punya sikap untuk mencintai apa yang dimiliki, termasuk bahasa Indonesia yang diakui sebagai bahasa pemersatu di Tanah Air. ”Jika kita menggaungkan pendidikan berkarakter, harus jelas bahwa karakter yang dibangun karakter Indonesia. Salah satunya dengan membuat anak-anak muda kita mencintai bahasa Indonesia dan bangga menggunakannya,” kata Jajang.

Menurut Jajang, sekolah semestinya tidak ikut-ikutan mendewakan hal-hal yang berbau asing, seperti bahasa Inggris. Di Malaysia, sekolah-sekolah kembali mengajarkan bahasa Melayu. Di Jepang, penggunaan bahasa Jepang tetap yang utama dan Negara Matahari Terbit ini nyatanya tetap diperhitungkan di dunia internasional.

”Kita harus yakin, dengan berbahasa Indonesia, kita tetap bisa berdaya saing global. Tantangan sekarang, bagaimana membuat anak didik mampu memiliki keterampilan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia yang sesuai kaidah berbahasa yang baik,” kata guru SMAN 5 Bandung ini.

Asep Tapip, anggota Musyawarah Guru Mata Pelajaran Bahasa Inggris Kota Bandung, menambahkan, penguasaan bahasa Inggris memang penting untuk meningkatkan daya saing sumber daya manusia pada era globalisasi. Namun, hal itu bukan berarti bahasa Inggris digunakan sebagai bahasa pengantar pendidikan.

”Kemampuan guru Bahasa Inggris dalam berkomunikasi bahasa ini saja masih banyak yang kurang baik. Jangan sampai anak-anak didik dirugikan dalam penguasaan pengetahuan karena kendala bahasa,” ujarnya.

Menurut Asep, pembelajaran bahasa Inggris di sekolah itu yang perlu diperbaiki metodenya atau ditambah jam belajarnya. Bisa juga sekolah membudayakan bahasa Inggris dengan membuat hari tertentu sebagai hari berbahasa Inggris, termasuk juga hari berbahasa daerah.

Jangan salah memaknai

Secara terpisah, Jummono, Koordinator Aliansi Orang Tua Peduli Pendidikan, mengatakan, orangtua dan sekolah jangan salah memaknai globalisasi, seolah-olah harus merujuk sesuatu yang berbau asing.

Praktisi pendidikan, Mochtar Buchori dan HAR Tilaar, menyatakan, berkualitas internasional jangan dimaknai sempit dengan digunakannya bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar pendidikan.

Buchori mengatakan, pendidikan itu mesti berfungsi secara seimbang antara menyampaikan pengetahuan (teaching), mengajarkan keterampilan (training), dan membentuk kepribadian (educating).

”Penguasaan bahasa asing pun tidak lagi akan jadi kendala ketika mereka punya kemampuan belajar yang baik,” ungkap Buchori. (ELN)***

Source : Kompas, Rabu, 10 November 2010 | 04:22 WIB

Ada 5 Komentar Untuk Artikel Ini. Kirim Komentar Anda

  • heny widyastuti

Rabu, 10 November 2010 | 11:15 WIB

Mari kita bangga dengan apa yang kita miliki. Baik atau jelek ini negeri kita, tanah kita, bahasa kita. Berbanggalah dengan itu.

Balas tanggapan

  • Titus Sasmoko

Rabu, 10 November 2010 | 11:00 WIB

erm, kalo berkaca dengan Jepang, yang membuat mereka mendapat respek karena mereka mampu membuat sendiri barang2nya, meski untuk SDA mereka masih impor. Kalo mau kayak Jepang ya, benerin dulu pendidikannya.

Balas tanggapan

  • Rahdian Saepuloh

Rabu, 10 November 2010 | 10:52 WIB

Betul sekali, Bahasa Indonesia harus menjadi perhatian yang penting untuk orang Indonesia sendiri. Buktinya banyak sekali murid-murid yang nilai mata pelajaran Bahasa Indonesianya lebih buruk daripada nilai pada mata pelajaran Bahasa Inggris. Jangan anggap remeh bahasa sendiri. sebagai orang Indonesia bukan berarti bisa berbahasa Indonesia dengan semestinya. Mari kita jaga dan kita lestarikan Bahasa indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa

Balas tanggapan

  • Fajar Santoadi

Rabu, 10 November 2010 | 08:56 WIB

Dua-duanya penting pak... Orang Indonesia yang belajar bahasa asing dan memakainya untuk membuka wawasan itu hebat... memang harus diakui bahasa ingris memang lebih mendunia dan kalau mau berpengetahuan luas memang musti paham dan bisa pakai itu bahasa... jangan cemas pak...saya cinta Indonesia dan Bahasa Indonesia kok... betul.

Balas tanggapan

  • gunawan wawan

Rabu, 10 November 2010 | 06:55 WIB

Tantangan bagi semua guru bahasa Indonesia agar berusaha membuat pelajaran bahasa Indonesia yang menyenangkan dan menarik minat siswa.

Balas tanggapan

Bahasa Asing Jangan Jadi Bahasa Pengantar

Bahasa Asing Jangan Jadi Bahasa Pengantar

BANGKOK - Untuk mempermudah pemahaman siswa terhadap materi pelajaran di sekolah, hindari penggunaan bahasa asing, seperti bahasa Inggris. Dengan bahasa asing, siswa dikhawatirkan justru akan bingung dan tidak mengerti persoalan atau malah salah pengertian.

Kekhawatiran itu diungkapkan berkali-kali oleh para peserta dan pembicara dalam sesi diskusi konferensi internasional mengenai ”Language, Education, and the Millenium Development Goals (MDGs)”, Rabu (10/11) di Bangkok, Thailand.

Dari berbagai pengalaman yang diceritakan para peserta dan pembicara, mayoritas bahkan menilai, penggunaan bahasa asing yang terlalu dini di taman bermain dan taman kanak-kanak justru akan mengacaukan kemampuan berbahasa anak.

”Di satu sisi, anak tidak fasih bahasa Inggris karena tidak dipakai sehari-hari. Di sisi lain, penggunaan bahasa ibu juga lama-lama menjadi tidak lancar karena di sekolah mulai ditinggalkan,” kata penasihat pendidikan di Save the Children Inggris, Helen Pinnock, seperti dilaporkan wartawan Kompas, Luki Aulia.

Direktur SIL International-LEAD Asia Catherine Young juga khawatir jika siswa tidak mengerti bahasa pengantar yang digunakan di sekolahnya, lambat laun minat dan semangat anak bisa menurun dan berakhir dengan drop out.

Keberhasilan MDGs

Sehari sebelumnya, saat membuka konferensi, Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva mengatakan, ”Ilmu pengetahuan apa pun akan lebih cepat dimengerti siswa jika disampaikan dalam bahasa mereka sendiri.” Apalagi di masyarakat yang tinggal di pedesaan, daerah perbatasan, dan kelompok masyarakat miskin.

Masyarakat pedesaan, daerah perbatasan, dan miskin itulah yang dinilai Abhisit masih tertinggal karena tidak bisa memperoleh informasi atau pengetahuan hanya karena mereka tidak menguasai bahasa nasional ataupun bahasa internasional.

Bahkan, menurut pakar bahasa Inggris dari University of Oxford, Inggris, Suzanne Romaine, masyarakat lokal, terutama kelompok minoritas, akan tergilas roda pembangunan jika mereka masih saja terhambat urusan bahasa. Jika pemerintah mau peduli untuk mempertahankan bahasa ibu, taraf hidup masyarakat dipastikan akan membaik.

”Berikan kebebasan masyarakat untuk menggunakan bahasa mereka sebagai sarana untuk mengembangkan diri sendiri,” kata Romaine.

Jika masyarakat lokal dipaksa untuk menggunakan bahasa selain bahasa ibu, Helen Pinnock khawatir masyarakat takut mencoba hal baru dan akan kian tertinggal.

Bukan ukuran

Helen menilai, tidak ada salahnya mengajarkan bahasa asing di jenjang pendidikan dasar asalkan menjadi salah satu mata pelajaran dan bukan bahasa pengantar. Helen juga mengingatkan, bahasa asing sebagai bahasa pengantar tidak bisa dijadikan ukuran mutu suatu sekolah.

”Yang penting benahi metode pengajaran, cara belajar siswa, dan cara guru mengajar. Kuncinya, buat anak nyaman belajar di sekolah, apakah itu dengan bahasa lokal, nasional, atau asing,” kata Helen.

Dalam lingkup yang lebih luas, Helen mengingatkan pentingnya menentukan arah pendidikan. Sumber daya manusia seperti apa yang diharapkan akan dihasilkan institusi pendidikan untuk menghadapi tantangan masa depan.

”Sangat bergantung pada rencana pembangunan jangka panjang pemerintah. Setelah tahu itu, barulah kurikulum seperti apa yang harus dibuat,” ujarnya.

Pengakuan

Suzanne Romaine mengaku khawatir dengan banyaknya negara yang menetapkan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Apalagi jika latar belakang pemikirannya hanya agar bisa diakui memiliki standar internasional.

Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar justru akan berisiko bagi negara-negara yang bahasa utamanya bukan bahasa Inggris. Kondisi belajar-mengajar akan semakin tidak jelas karena masih banyak guru yang tidak mahir berbicara dalam bahasa Inggris, apalagi mengajar dalam bahasa Inggris.

Daripada menggunakan bahasa Inggris, Romaine mengusulkan agar lebih baik menggunakan bahasa lokal, terutama bagi siswa yang tinggal di daerah pedesaan atau daerah terpencil.

”Ajarkan bahasa ibu dulu. Baru seiring dengan itu, sedikit demi sedikit, ajarkan bahasa lain,” kata Romaine.

Source : Kompas, Kamis, 11 November 2010 | 04:04 WIB

Ada 8 Komentar Untuk Artikel Ini. Kirim Komentar Anda

  • sri adisusilo

Kamis, 11 November 2010 | 14:40 WIB

no 1 diajarkan pada anak adalah bhs ibu, kemudian bhs indonesia, baru bahasa asing. Tulisan ini sangat agus, mengingatkan pada yang sadar, anak harus diarahkan menjadi orang Indonesia yang punya kepribadian, bukan menjadi manusia global yang tak tahu jati dirinya. "saya anak mana, saya anak siapa"

Balas tanggapan

  • Arya Seta

Kamis, 11 November 2010 | 14:05 WIB

Semoga Menteri Pendidikan Nasional kita membaca artikel ini dan menyadari bahwa penggunaan bahasa Inggris dalam sistem pendidikan kita adalah pilihan yang salah. Bahasa Inggris tidak perlu menjadi bahasa sehari-hari di sekolah. Biarkan bahasa William Sheakespeare ini menjadi bahasa pengetahuan tertentu atau bahasa tambahan. Semoga beliau juga mengingat atau mencari tahu bagaimana kerja keras Komisi Istilah pada tahun 50-an dalam memuliakan bahasa Indonesia di dunia pendidikan.

Balas tanggapan

  • made pasmidi

Kamis, 11 November 2010 | 12:47 WIB

Penguasaan bahasa ibu paling dulu, kemudian bahasa di lingkungan, makin lama makin meluas sesuai keperluan.

Balas tanggapan

  • didit purwanto

Kamis, 11 November 2010 | 12:40 WIB

setuju, tapi bagaimana dg program RSBI yg di Indonesia, terutama yg di daerah kabupaten pelosok, yg mana kemungkinan siswanya yg melanjutkan ke luar negeri tidak ada, atau sangat kecil

Balas tanggapan

  • ilham muhammad

Kamis, 11 November 2010 | 12:17 WIB

materi pelajaran dengan pengantar bahasa lokal saja kadang susah dicerna, apalagi bahasa asing. kebijakan pemerintah tentang RSBI tidak matang, agar dibilang mendunia padahal membunuh karakter peserta didik

Balas tanggapan

Konsep RSBI Tak Jelas

Konsep RSBI Tak Jelas

JAKARTA - Pemerintah diminta untuk menghapuskan proyek rintisan sekolah bertaraf internasional yang dimulai sejak 2006. Karena konsepnya tidak jelas, mutu pendidikan tidak bertambah baik, malah terjadi diskriminasi pendidikan.

Pemerintah seharusnya fokus menjalankan kewajiban untuk meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan sehingga setiap sekolah di seluruh pelosok Tanah Air mencapai delapan standar nasional pendidikan.

Proyek rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI) dalam kenyataannya menciptakan hambatan bagi warga untuk mendapatkan pelayanan pendidikan berkualitas.

Demikian kesimpulan dari studi awal proyek RSBI/SBI yang dilaksanakan Koalisi Pendidikan. Tergabung dalam koalisi ini, antara lain, serikat guru dari berbagai wilayah di Indonesia, Aliansi Orang Tua Peduli Pendidikan, dan Indonesia Corruption Watch (ICW).

Secara terpisah, praktisi pendidikan Mochtar Buhori, Jumat (5/11), mengatakan, konsep ”internasional” dalam RSBI tidak jelas. ”Standar internasional itu apanya? Kenyataannya, yang dikejar adalah fasilitas sekolah, penggunaan bahasa Inggris, dan jadi alasan pembenar bagi sekolah untuk melakukan pungutan. Ini keliru besar,” ujarnya.

Dana melimpah

Ade Irawan, Koordinator Monitoring Pelayanan Publik ICW, mengatakan, subsidi dari pemerintah dan pemerintah daerah untuk setiap RSBI rata-rata mencapai Rp 1,5 miliar per tahun. Namun, ironisnya, pemerintah menutup mata ketika sekolah melakukan pungutan tanpa batas kepada orangtua siswa.

Dari hasil penelitian Koalisi Pendidikan, pungutan masuk RSBI sekolah dasar rata-rata SPP Rp 200.000 per bulan, sedangkan dana sumbangan pembangunan (DSP) mencapai Rp 6 juta. Di RSBI SMP, besarnya SPP sekitar Rp 450.000 dan DSP Rp 6 juta.

Di SMA/SMK, besarnya SPP Rp 500.000 dan DSP Rp 15 juta. Biaya-biaya tersebut belum termasuk biaya tes masuk dan biaya belajar atau studi banding ke sekolah di luar negeri.

Ade mengatakan, Kemendiknas mendorong sekolah berlabel RSBI untuk melakukan pungutan kepada orangtua atau calon orangtua murid. Tak ada aturan untuk mengendalikan pungutan yang dilakukan oleh sekolah.

Lody Paat, Koordinator Koalisi Pendidikan, menjelaskan, secara konsep, program RSBI bertentangan dengan tujuan pendidikan seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945. Program RSBI tidak berkontribusi signifikan dalam peningkatan mutu pendidikan nasional. ”Pemerintah mengabaikan kewajiban konstitusionalnya dalam menyediakan layanan pendidikan murah dan berkualitas,” kata Lody.

Secara teknis, program RSBI cenderung dipaksakan. Pelaksanaannya pun ”amatiran”, mulai dari sosialisasi, penentuan sekolah pelaksana, serta pemantauan dan evaluasi. Kualitas guru RSBI masih buruk, terutama dalam penggunaan bahasa Inggris.(ELN)***

Source : Kompas, Sabtu, 6 November 2010 | 03:00 WIB

<p>Your browser does not support iframes.</p> Ada 6 Komentar Untuk Artikel Ini. Kirim Komentar Anda

Dapati Giawa

Sabtu, 6 November 2010 | 12:07 WIB

hentikanlah konsep dan istilah INTERNASIONAL untuk menjadi lebih baik dan berguna buat rakyat. Mulai dari sekolah, rumah sakit, dll. ga usah jadi istilah dalam standarisasi, yang penting tepat, berguna, efisien, melayanid engan sungguh.

Balas tanggapan

Abadullah Basrie

Sabtu, 6 November 2010 | 08:17 WIB

inilah resikonya kalau pendidikan sudah dijadikan bisnis dan dikelola oleh orang pengusaha,pemerintah(DIKNAS) agar lebih ketat melakukan pengawasan terhadap RSBI,karena dengan adanya RSBI dunia pendidikan jadi diskriminatif,seolah-olah pendidikan hanya untuk orang berduit

Balas tanggapan

ahmad abu darin

Sabtu, 6 November 2010 | 08:11 WIB

kalaupun tidak semua kebijakan pemerintah bisa dikatakan hanya mengambil ampas dari modernisasi setidaknya peraturan tentang RSBI menjadi salah satu indikasi kearah situ. proyek RSBI hanya mengedepankan bentuk , bukan esensi dari pendidikan.

Balas tanggapan

maskuri maskuri

Sabtu, 6 November 2010 | 06:19 WIB

pemerintah nampaknya akan lebih mempertahankan kebijakan yang dianggap salah soal RSBI/SBI, dari pada mendengarkan saran dan masukan dari luar yang memang benar. Ini lebih karena mempertahankan popularitas dan rasa malu.

Balas tanggapan

lindawati tanjung

Sabtu, 6 November 2010 | 04:29 WIB

inilah akibatnya kalau kebijakan pemerintah mengadopsi aspirasi kalangan pendidik yang berjiwa pengusaha....pendidikan menjadi sesuatu yang sulit dijangkau dan hanya untuk masyarakat yang berduit....akhirnya para "laskar pelangi" bukan hanya di daerah terpencil saja tapi sudah berada di kota.....beginilah nasib anak2 Indonesia yang kurang beruntung itu hanya bermimpi untuk mendapatkan walau hanya pendidikan dasar

Balas tanggapan