Selasa, 12 Juli 2011

Pembukaan Kongres Basa Sunda ke-9 di Cipayung, Bogor

Selasa, 12 Juli 2011

MAJU TERUS

EKSPEDISI HUMANIORA ONLINE

Pembukaan Kongres Basa Sunda ke-9 di Cipayung, Bogor

SEKELOMPOK penari sedang membawakan tarian di atas panggung pada pembukaan kongres basa sunda ke 9 di Cipayung, Bogor, Senin (11/7/2011). (irwan natsir/"prlm")***

Source : pikiran-rakyat.com, Senin, 11 Juli 2011

Komentar Berita

  • Ua Pardja (not verified) on Selasa, 12/07/2011 - 11:24

Basa Sunda teh mangrupikeun asset nasional kedah dipiara, ayeuna kasedek pisan ku basa asing, urang Sunda ayeuna utamina ano anom teu tiasa pisan nyarios oge nyerat dina Basa Sunda ditingali teh hoyong nganggo namung seueur anu lepat, abdi kaleresan ti generasi anu kapungkur anu nuju di Sakola Dasar masih tiasa ngaos buku Taman Sekar sareng buku Taman Pamekar nyaeta buku pedoman dina diajar basa sunda dina waktos harita, kukituna saur urang Melayu mah menghimbau hayu urang piara bsa Sunda ieu supados ulah dugi ka ical ti tanah Sunda!

Senin, 11 Juli 2011

Soal Prita, Kejaksaan Tunggu Salinan Putusan

Senin, 11 Juli 2011

MAJU TERUS

EKSPEDISI HUMANIORA

Soal Prita, Kejaksaan Tunggu Salinan Putusan

Sandro Gatra | Heru Margianto | Senin, 11 Juli 2011 | 10:38 WIB

Prita Mulyasari (kiri) bersama suaminya memberi salam kepada sejumlah pengunjung dan wartawan usai menghadiri sidang perdana di Pengadilan Negeri Tangerang, Banten. Kamis (4/6/2009). Ia didakwa dugaan mencemarkan nama Rumah Sakit Omni Internasional Tangerang. Di tingkat kasasi, permohonan kasasi jaksa penuntut umum Pengadilan Negeri Tangerang terhadap putusan hakim PN Tangerang yang memvonis bebas Prita dikabulkan. Terancam penjara, Prita mengajukan peninjauan kembali. (TRIBUNNEWS/BIAN HARNANSA)***

TERKAIT:

JAKARTA, EKSPEDISI HUMANIORA ONLINE Kepala Kejaksaan Negeri Tangerang Chaerul Amir mengatakan, pihaknya menunggu salinan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) terkait kasus pidana Prita Mulyasari sebelum melakukan eksekusi putusan.

"Setelah menerima dan mempelajari isi putusan itu, kami baru mengambil sikap," kata Chaerul ketika dihubungi Kompas.com, Senin (11/7/2011). Chaerul ditanya tentang eksekusi putusan Prita.

Chaerul menjelaskan, dia tidak dapat memastikan kapan salinan diterima. Biasanya, kata dia, MA segera memberikan salinan putusan kasus-kasus yang menarik perhatian publik melalui Pengadilan Negeri Tangerang (PN Tangerang). "Mudah-mudahan minggu ini diterima," kata dia.

Chaerul tak mau berspekulasi ketika ditanya apakah Prita akan ditahan. Pasalnya, ujarnya, pihaknya tak tahu apa yang diperintahkan MA dalam putusan. Pihaknya hanya tahu dari pemberitaan bahwa MA menerima kasasi jaksa penuntut umum.

"Kan bisa saja (kasasi) diterima semuanya atau sebagian. Ini yang kami belum tahu. Makanya kami baru mengambil sikap setelah menerima dan mempelajari putusan," tutur Chaerul.

Seperti diberitakan, kasus ini berawal dari kekecewaan Prita terhadap pelayanan RS Omni Internasional, Tangerang, saat dirawat tahun 2008. Dia kemudian menuliskannya melalui surat elektronik. RS Omni menggugat Prita karena dianggap mencemarkan nama baik.

PN Tangerang memenangkan gugatan perdata RS Omni dengan putusan membayar kerugian meteriil sebesar Rp 161 juta sebagai pengganti uang klarifikasi di koran nasional dan Rp 100 juta untuk kerugian immateriil.

Prita sempat ditahan jaksa di Lapas Wanita Tangerang. Dia lalu mendapat dukungan dari berbagai pihak. PN Tangerang kemudian memvonis bebas Prita dari gugatan pidana.

Jaksa lalu mengajukan kasasi atas putusan itu. MA menerima permohonan kasasi tersebut. Akibatnya, Prita terancam menjalani sisa masa penahanannya selama lima bulan. Prita memohon dirinya tidak lagi ditahan. Ia akan mengajukan peninjauan kembali.(Kompas.com)***

Source : Kompas.com, Senin, 11 Juli 2011

Ada Komentar Untuk Artikel Ini.

·

widigdo sumarno

Senin, 11 Juli 2011 | 15:33 WIB

Hanya di indonesia, Hukum bisa di atur sesuai dengan kemampuan uang dan jabatan .

Tanggapi Komentar

·

Andy

Senin, 11 Juli 2011 | 15:11 WIB

Hebat nih Bu Prita dalam menggunakan media. Jangan-jangan Sarjana komunikasi nih. hehehehhee Ahli PR.

Tanggapi Komentar

·

Siti Wardhani

Senin, 11 Juli 2011 | 14:53 WIB

Sangat JANGGAL, MA sudah berbicara ke media tentang Putusan Kasasi yg menyalahkan Ibu Prita beberapa hari yg lalu. Tapi mengapa salinan putusan kasasi kok...belum juga diterima PN Tangerang, Kejaksaan dan Pengacara korban...? Ada apa ya...?

Tanggapi Komentar

·

Bupunsu

Senin, 11 Juli 2011 | 14:31 WIB

Makanya pilih rumah sakit yang bener.... jangan yang masuk rumah sakit yang kayak gitu dong, pilih yang bersahabat

Tanggapi Komentar

·

yopie adon

Senin, 11 Juli 2011 | 13:40 WIB

ternyata ngeri hidup di indonesia... yang benar malah salah... yang salah malah benar.. negeri dengan hukum rimba....

Tanggapi Komentar

Minggu, 10 Juli 2011

Terkait Maraknya Pungutan PSB : Mendiknas Akan Bentuk Tim dan Turun ke Daerah

Minggu, 10 Juli 2011

MAJU TERUS

EKSPEDISI HUMANIORA ONLINE

Terkait Maraknya Pungutan PSB

Mendiknas Akan Bentuk Tim dan Turun ke Daerah

BANDUNG, EKSPEDISI HUMANIORA ONLINE - Kementrian Pendidikan Nasional akan membentuk tim dan turun ke daerah untuk menindaklanjuti kasus pungutan yang marak terjadi di hampir semua sekolah terutama tingkat SD dan SMP di sejumlah daerah.

Jika terbukti ada yeng memungut saat pendaftaran siswa baru, Kemdiknas meminta sekolah segera mengembalikan pungutan tersebut kepada orang tua dan meminta Kepala Daerah memberikan sanksi tegas.

“Kita akan turun, cek langsung, supaya katahuan mana yang benar-benar memungut dan mana yang tidak. Kita akan tindak. Intinya di tingkat pendidikan dasar tidak boleh memungut biaya apapun. Apapun itu tidak boleh ada pungutan yang dikaitkan dengan penerimaan siswa baru, termasuk sekolah swasta yang menerima Bantuan Operasional Sekolah,” kata Mendiknas M. Nuh yang ditemui usai acara Peringatan 91 Tahun Pendidikan Tinggi Teknik di Indonesia, di Kampus Institut Teknologi Bandung, Jln. Ganesa Bandung, Sabtu (9/7). (A-157/kur)***

Source : pikiran-rakyat.com, Sabtu, 9 Juli 2011

Komentar Berita

  • wedus gembel (not verified) on Sabtu, 09/07/2011 - 20:53

Jangan pungutan saja ,tapi juga kinerja guru yang semau gue , yang nota bene UN banyak contekan masal itu lho .
Diknas sdh menutup mata tentang kebobrokannya sendiri seolah2 yang plng bener sendiri.

Mendiknas : Pungutan tanpa Tanda Bukti Merupakan Pelanggaran Berat

Minggu, 10 Juli 2011

MAJU TERUS

EKSPEDISI HUMANIORA ONLINE

Mendiknas : Pungutan tanpa Tanda Bukti Merupakan Pelanggaran Berat

BANDUNG, EKSPEDISI HUMANIORA ONLINE - Mendiknas M. Nuh menegaskan, modus baru yang kini dilakukan sekolah dengan tidak mengeluarkan bukti pembayaran merupakan pelanggaran berat. Hal ini menunjukkan tidak transparannya sekolah dalam penggunaan keuangan sekolah.

“Ini bukan sodakoh jumatan. Setiap biaya yang dikeluarkan harus ada bukti dan tanda terimanya. Makanya saya mohon kepada masyarakat jika dimintai iuran minta juga tanda terimanya,” ungkapnya. (A-157/kur)***

Source : pikiran-rakyat.com, Sabtu, 9 Juli 2011

Komentar Berita

  • bejo (not verified) on Sabtu, 09/07/2011 - 21:00

Kura-kura dalam perahu , seorang mentri sampai tidak tau emang kerjanya makan gaji yang dari masyarakat.
Kalau mau menindak jangan NGOMONG_NGOMONG sudah tau di indonesia lobak jiga oray,klu ngomong2 pasti moal ketemu permasalahannya.

  • Nad (not verified) on Sabtu, 09/07/2011 - 19:34

Knapa ya di negeri ini orang kalau dibohongi justru sukacita, tertawa, mengucapkan terima kasih lagi. Apa saya dibohongi? atau membohongi? atau tidak tahu? itu bohong. Kasihan bangsaku, atau tidak peduli dibohongi, yang penting tercapai maksudku.
Ahh... pura pura gak tahu aku ini..

  • abe (not verified) on Sabtu, 09/07/2011 - 17:20

mOal aya nu daekeun Kepala sekolah atawa guru-guru di sakola mana bae oge upama narima "titipan" make kwetansi. Sarua jeung nembongkeun bebelet. Soalna tadi tea ceuk si akang pungli.com, mah sudah menjadi rahasia umum...

  • Pungli.com (not verified) on Sabtu, 09/07/2011 - 16:51

Sudah menjadi rahasia umum pembayaran tanpa kwitansi mah... contohnya uang bangunan sekolah, apalagi di sekolah negeri pavorit. Rupanya sekolah tidak malu untuk mengajarkan ketidakjujuran,,, puncaknya ada sekolah SD (SD DAGEL di Surabaya)yang mengajarkan cara2 korupsi kecil2an alias mencontek, dan orang tua ikut2an mendukung. Hal itu terjadi mungkin karena sejak masuk sekolah sudah dimulai dengan pungutan2 liar dan orang tua diminta tau sama tau saja atas ketidakjujuran ini yang penting saling memenuhi kebutuhan. Saran: bangun lagi sekolah2 baru, seperti SD inpres jaman dulu, mungkin sekarang SMP dan SMA inpres. Jangan sampai orang2 ngantri masuk sekolah. Tingkatkan dan ratakan kualitas pendidikan dengan rotasi guru2 dan kepala sekolah, sehingga akhirnya tidak ada sekolah2 negeri pavorit, karena semuanya bagus.

Terkait Korupsi Nazarudin di Kemdiknas, Mendiknas Review Pengadaan

Minggu, 10 Juli 2011

MAJU TERUS

EKSPEDISI HUMANIORA ONLINE

Terkait Korupsi Nazarudin di Kemdiknas,

Mendiknas Review Pengadaan

BANDUNG, EKSPEDISI HUMANIORA ONLINE - Terkait dugaan dugaan korupsi yang melibatkan mantan Bendahara Partai Demokrat, Nazarudin di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional, Menteri Pendidikan Nasional M. Nuh mengatakan Kemendiknas akan mereview seluruh pengadaan barang dan jasa di Kemendiknas selama lima tahun terakhir.

Hal itu dilakukan sebagai bentuk kontrol internal agar terlihat mana pengadaan yang bermasalah dan tidak. "Tidak peduli itu projeknya si A atau si B, kita akan periksa semua. Kemdiknas akan bekerjasama dengan penegak hukum. Sebab korupsi di pendidikan itu bukan korupsi biasa melainkan korupsi generasi,” katanya. (A-157/A-88)***

Source pikiran-rakyat.com, Sabtu, 9 Juli 2011

Sabtu, 09 Juli 2011

Kemiskinan : Gubuk 2 x 3 Dihuni Janda dan 6 Anaknya

Sabtu, 9 Juli 2011

MAJU TERUS

EKSPEDISI HUMANIORA ONLINE

Kemiskinan

Gubuk 2 x 3 Dihuni Janda dan 6 Anaknya

K25-11 | Kistyarini | Jumat, 8 Juli 2011 | 10:12 WIB

Gubung bambu berukuran 2x3 yang menjadi tempat tinggal Darmawati dan enam anaknya. (K25-11)***

TERKAIT:

POLEWALI MANDAR, EKSPEDISI HUMANIORA ONLINE Di tengah berbagai kasus korupsi oleh para pejabat yang mendera Indonesia, jutaan warga Indonesia masih hidup dalam kemiskinan. Hal itu seperti juga dialami Darmawati, janda dengan enam anak di Dusun Mangaramba, Kelurahan Takatidung, Polewali Mandar, Sulawesi Barat.

Bantuan beras untuk masyarakat miskin raskin sebesar 5 kg tidak cukup untuk sebulan. Menjelang pemilu atau pemilukada, bantuan beras sering datang. Namun setelah peristiwa politik usai, bantuan beras pun berhenti mengalir.

Darmawati dan keenam anaknya tinggal di sebuah gubuk berukuran 2 x 3 meter yang berdinding bambu dan beratap rumbia. Gubuk yang sekilas mirip kandang ayam itu pemberian tetangga yang bersimpati kepada mereka.

Bisa dibayangkan repotnya hidup berdesakan di gubuk sempit seperti ini. Gubuk sempit itu menampung semua kegiatan mereka. Dari memasak sampai tidur dengan alas selembar tikar robek.

Irma, anak kedua Darmawati, mengaku tidur dengan ibu dan adik-adiknya di satu tempat. "Tidurnya tidak enak, biasa jatuh dari lantai kalau tidur," ujar Irma.

Dulu Darmawati memiliki rumah warisan orangtuanya. Namun, rumah itu akhirnya dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kehidupannya morat-marit sejak dia bercerai dengan suaminya yang menikah dengan perempuan lain tiga tahun silam.

Sejak itulah tanggung jawab Darma makin bertambah. Tak hanya berperan mengurus dan menyusui anak-anaknya, tetapi juga harus membanting tulang mencari nafkah.

"Saya cuma bisa jadi buruh tani rumput laut. Upahnya tidak seberapa dan biasanya tidak cukup untuk beli beras. Anak saya semuanya tidak sekolah karena kami tak punya biaya," tutur Darmawati. Selama sehari bekerja mengikat bibit rumput laut, Darmawati mendapat upah Rp 10.000.

Tak sedikit tetangga yang berempati dengan keluarga ini. Mereka kerap memberi beras atau bantuan apa saja.

Jangankan menyekolahkan dan membeli seragam untuk anak-anaknya, membeli beras pun Darmawati harus berutang kepada tetangga.

Bantuan beras untuk masyarakat miskin (raskin) sebesar 5 kg tidak cukup untuk sebulan. Menjelang pemilu atau pemilukada, bantuan beras sering datang. Namun setelah peristiwa politik usai, bantuan beras pun berhenti mengalir.(Kompas.com)***

Source : Kompas.com, Jumat, 8 Juli 2011

Ada Komentar Untuk Artikel Ini.

·

Natiestaat

Sabtu, 9 Juli 2011 | 10:35 WIB

wah, itu harus cepat dibantu! kasian sekali... sebelum keduluan satu rombongan yang bantu tapi sebenarnya ada motif agama segala, maklum, mereka ini suka banget bantu orang miskin & bodoh, karna yang kaya & pintar udah pada pindah agama... :-))

Tanggapi Komentar

·

bayu bisma

Sabtu, 9 Juli 2011 | 10:27 WIB

ada kasus di india, dimana sang janda bisa menuntut ganti rugi materi dari mantan suami apabila perceraian diakibatkan kesalahan pihak pria.

Tanggapi Komentar

·

Siliwangi

Sabtu, 9 Juli 2011 | 09:45 WIB

yang kaya` bgini jangan ngarep pemerintah deh.. pasti bikin sakit hati. mending kita aja yang bantuin secara nyata lebih berasa daripada para pemimpin lalim di atas sana yang minta ini minta itu.. tunjangan komunikasi aja 12 juta.. ampun dah..ini mau buat tempat tinggal aja kudu dapat hibah dari tetangganya...

Tanggapi Komentar

·

Rebalomez

Sabtu, 9 Juli 2011 | 09:38 WIB

Sepertinya jauh dari kata Merdeka,,,,

Tanggapi Komentar

·

alex Purba

Sabtu, 9 Juli 2011 | 09:24 WIB

Mari kita doakan supaya ibu ini mendapatkan jalan hidup yg lebih baik lagi.. (http://lexmove.blogspot.com/)

Tanggapi Komentar

Kamis, 07 Juli 2011

Bunderan Kijang Yang Masih Dikenang

Kamis, 07 Juli 2011

MAJU TERUS

EKSPEDISI HUMANIORA ONLINE

Bunderan Kijang Yang Masih Dikenang

Foto : Satim/Maju Terus

BUNDERAN KIJANG – Keberadaan Bunderan Kijang di Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat, karena di tengahnya berdiri patung Kijang, tampaknya masih memberikan kenangan hingga kini. Perempatan jalan yang tak jauh dari jantung Kota Mangga itu, membagi empat jalur, yakni Jalan Gatot Subroto, Jalan Pahlawan, Jalan Ir. H. Juanda, dan Jalan Jenderal Sudirman. Kepadatan lalu lintas di Bunderan Kijang Indramayu itu pada jam kerja sekitar pukul 06.30 WIB dan pada jam bubar kerja sekitar pukul 14.00 WIB. Gambar Bunderan Kijang diambil, Senin (27/06/2011) sekitar pukul 16.15 WIB.(Satim)***

Rabu, 06 Juli 2011

Rabu, 06 Juli 2011

MAJU TERUS

EKSPEDISI HUMANIORA ONLINE

DEWAN PERS

Media Jangan Hanya Kejar Kecepatan

K16-11 | Nasru Alam Aziz | Selasa, 5 Juli 2011 | 19:18 WIB



Agus Sudibyo, Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etik Dewan Pers, saat mengisi pelatihan Profesionalisme Jurnalis Media Cetak dan Elektronik, di Kota Malang, Jawa Timur, Selasa (5/7/2011). (K16-11/Kompas.com)***

TERKAIT:

MALANG, EKSPEDISI HUMANIORA ONLINE Saat ini tak jarang media hanya mengedepankan kecepatan, bukan ketepatan. Namun, hal itu cenderung mengabaikan kode etik jurnalistik.

Menurut Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etik Dewan Pers, Agus Sudibyo, hal tersebut banyak dilakukan oleh media online dan sejenisnya. "Kecepatan boleh dikedepankan, tetapi harus tetap mengutamakan verifikasi dan konfirmasi dalam pemberitaan. Kalau hal tersebut terjadi, dikhawatirkan akan merusak citra media yang bersangkutan," ungkap Agus, Selasa (5/7/2011), di hadapan para wartawan yang mengikuti "Pelatihan Profesionalisme Jurnalis Media Cetak dan Elektronik" di Kota Malang, Jawa Timur.

Agus mengatakan, kalau media sudah melupakan kode etik jurnalistik, tak akan lama media tersebut akan ditinggal oleh pembacanya. "Tinggal menunggu waktu saja masyarakat akan mulai tidak percaya terhadap media tersebut," katanya.

Menurut Agus, saat ini kepatuhan media terhadap kode etik jurnalistik sangat rendah. Hal itu terjadi karena tuntutan media untuk lebih mengutamakan kecepatan semata. "Kadang pelaku pers menganggap enteng dalam hal konfirmasi dan verifikasi data yang diperolehnya saat membuat berita. Padahal, hal itu dapat merugikan pihak narasumber," katanya.

Agus membeberkan laporan yang masuk ke Dewan Pers tahun 2011 terkait narasumber yang merasa dirugikan oleh media, jumlah totalnya mencapai 512 pengaduan.

Ketua Komisi Hubungan antar Lembaga Dewan Pers, Bekti Nugroho, yang juga pemateri dalam pelatihan tersebut, mengemukakan bahwa godaan yang terus menghantui para jurnalis adalah menerima suap. "Menerima amplop bagi jurnalis itu yang menurut saya berat dihindari bagi jurnalis. Seharusnya, sudah bukan saatnya lagi jurnalis mau menerima amplop," tuturnya. ***

Source : Kompas.com, Selasa, 5 Juli 2011 | 19:18 WIB

Ada 2 Komentar Untuk Artikel Ini.

·

udajon

Rabu, 6 Juli 2011 | 11:39 WIB

kompas.com salah satu yang sangat lebay dalam menyampaikan berita, terutama untuk judul-judul berita contoh judul tentang dibukanya google+, padahal baru di buka untuk US, tapi judulnya seolah-olah sudah untuk semua, selain itu seperti berita pelatihan teroris, di beritakan seolah-olah terjadi tapi, ujung-ujungnya ada embel-embel pelatihan,simulasi....

Tanggapi Komentar

·

mochamad-hilman sukagalih

Selasa, 5 Juli 2011 | 21:04 WIB

pers online mungkin jg tmsuk kompas.com mengutamakan kecepatan dan judul yg bombastis; tatakrama,tatabahasa jarang diindahkan

Tanggapi Komentar