Bagian dalam Jam Gadang di Kota Bukittinggi, Provinsi Sumatera Barat, Rabu (10/3), setelah dilakukan perbaikan berupa konsolidasi struktur bangunan dengan cara menginjeksikan bahan kimia ke sejumlah titik bangunan yang mengalami keretakan. Jam Gadang dibangun tahun 1926. (Kompas/Ingki Rinaldi)***
Jam Gadang Miring
BPPI dan Kedutaan Belanda Akan Merehabilitasi
BUKITTINGGI - Bangunan Jam Gadang di Kota Bukittinggi, Provinsi Sumatera Barat, yang terdiri atas lima lantai diketahui miring. Kemiringan terjadi di beberapa lantai dengan sudut deviasi mencapai dua derajat.
Menurut Direktur Eksekutif Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) Catrini P Kubontubuh, Rabu (10/3), data itu diperoleh berdasarkan pengukuran detail oleh tim ahli pada November 2009. Ia mengatakan, miringnya Jam Gadang yang baru diketahui setelah pengukuran detail dengan citra tiga dimensi dari alat pemindai laser itu belum membahayakan keutuhan bangunan dan keselamatan pengunjung.
Kata Catrini, ambang batas toleransi sudut kemiringan bangunan adalah lima derajat. Ia memastikan, studi lebih komprehensif dengan melibatkan sejumlah ahli dalam bidang struktur bangunan, praktisi penguatan bangunan pasca-gempa, dan geolog akan dilakukan dalam waktu hingga dua pekan mendatang.
”Kami akan putuskan (dimulainya) kegiatan rehabilitasi setelah survei,” kata Catrini seusai Sosialisasi Rehabilitasi Jam Gadang di Aula Istana Bung Hatta, Kota Bukittinggi, Sumatera Barat.
Menurut Catrini, upaya rehabilitasi Jam Gadang yang merupakan kerja sama antara BPPI dan Kedutaan Besar Kerajaan Belanda lewat program Share Heritage Fund sedianya akan dimulai pada Mei 2010.
Anggota Dewan Pimpinan BPPI, Pia Alisjahbana, mengatakan, belum mengetahui berapa dana yang dibutuhkan untuk rehabilitasi. Namun, imbuh Pia, pada prinsipnya berapa pun dana dan kapan pun dibutuhkan akan disediakan.
”Paling penting itu pengawasannya (penggunaan dana),” kata Pia. Wali Kota Bukittinggi Ismet Amzis mengatakan, pihaknya menyambut positif rencana rehabilitasi tersebut sembari mengatakan bahwa disediakan pula sejumlah dana APBD untuk kepentingan pengembangan kawasan di sekitarnya.
Dalam sambutan tertulisnya, Atase Kebudayaan Kedutaan Besar Kerajaan Belanda Paul AJM Peters mengatakan, pelestarian gedung-gedung tua dilakukan dengan tujuan tidak sekadar sebagai monumen, tetapi agar memiliki nilai pakai sebagai identitas lokal dan aset ekonomis pariwisata.
Bangunan Jam Gadang yang dirancang seorang arsitek bernama Yazid Abidin atau Angku Acik yang berasal dari Nagari Koto Gadang, Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, itu didirikan pada tahun 1926. Bangunan tersebut didirikan tanpa besi penyangga dan adukan semen, melainkan campuran kapur, putih telur, dan pasir putih.
Mesin Jam Gadang dihadiahkan Ratu Belanda dan didatangkan dari Rotterdam, Belanda, lewat Pelabuhan Teluk Bayur, Padang. Pada mesin Jam Gadang terdapat tulisan B Vortmann di bagian atas yang menandakan nama atau perusahaan pembuat dan tulisan Recklinghausen 1926 yang menandakan sebuah kota di bagian utara Jerman dan tahun pembuatan mesin jam tersebut.
Saat gempa bumi tahun 2007, bangunan Jam Gadang mengalami kerusakan di bagian dalam dan luarnya. Kerusakan meliputi struktur utama, retakan di simpul atau tumpuan bangunan pada lantai 1, 2, dan 3 serta retakan horizontal di sekeliling dinding bangunan pada ketinggian sekitar 1,5 meter dari lantai pertama.
Ketua Kelompok Kerja Dokumentasi dan Publikasi BP3 Batusangkar Teguh Hidayat mengatakan, upaya darurat penguatan bangunan Jam Gadang pascagempa 2007 itu dilakukan dengan menyuntikkan cairan kimia khusus. Upaya konsolidasi bangunan sementara itu merupakan langkah awal penyelamatan. (INK)***
Source : Kompas, Kamis, 11 Maret 2010 | 04:31 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar