CAGAR BUDAYA
Daerah Harus Danai Pemeliharaan Cagar Budaya
SOLO - Pemerintah kota/kabupaten harus siap memelihara sekaligus mendanai pemeliharaan benda cagar budaya yang ada di wilayahnya. Kebijakan ini akan termuat dalam revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya saat ini tengah digodok sebagai inisiatif dari Dewan Perwakilan Rakyat.
Selain benda cagar budaya (BCB), revisi undang-undang juga akan memperluas cakupan pelestarian tidak hanya terhadap obyek benda melainkan juga situs dan kawasan. Akhir bulan ini, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata akan segera mengirimkan kembali daftar isian masalah (DIM) revisi UU No 5/1992.
”Peran daerah akan sangat besar dalam perlindungan cagar budaya dengan adanya revisi itu. Untuk pemeliharaan dan juru pelihara, masih ada dukungan anggaran dari kami. Lainnya ditanggung daerah,” kata Direktur Jenderal Sejarah dan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Hari Untoro Drajat seusai pembukaan Pertemuan Ke-11 ASEAN Sub Committee on Culture pada Committee on Culture and Information di Hotel Kusuma Sahid, Solo, Jawa Tengah, Rabu (7/7).
Pihaknya juga akan melakukan pencatatan nasional BCB karena masih banyak daerah yang tidak mencatat apalagi menginventarisasi cagar budaya apa saja yang ada di daerahnya. Daerah juga harus mulai mengembangkan paradigma baru pelestarian cagar budaya, bukan hanya perlindungan, tetapi juga pengembangan dan pemanfaatan.
Untuk peningkatan kapasitas sumber daya manusia di daerah, menurut Hari, pihaknya akan mengadakan pelatihan. Selain itu daerah didorong untuk menyekolahkan perangkatnya dengan bekerja sama dengan perguruan tinggi. ”Untuk museum, sudah ada pasca-sarjananya di UI dan UGM. Silakan daerah yang membutuhkan bisa menyekolahkan pegawainya ke sana,” katanya.
Wali Kota Solo Joko Widodo mengatakan siap mendanai pemeliharaan BCB di daerahnya. Bahkan, Kota Solo saat ini tengah menggodok rancangan peraturan daerah mengenai heritage (warisan budaya). ”Namun, karena kami dengar akan ada revisi UU, perdanya akan menunggu revisi selesai,” kata Joko Widodo.
Menurut Hari, sebenarnya revisi UU No 5/1992 sangat memerhatikan perda cagar budaya agar sesuai dengan kondisi di lapangan. Akan tetapi, katanya, perda biasanya dibuat sebagai turunan dari undang-undang. (EKI)***
Source : Kompas, Kamis, 8 Juli 2010 | 04:31 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar