Sabtu, 31 Juli 2010

Tari Topeng Dermayon, Watak Manusia Dalam Lakon

Khazanah Sunda

Tari Topeng Dermayon, Watak Manusia Dalam Lakon

Meski berawal dari tradisi keraton, tari topeng khas Indramayu kental dengan nuansa tarian rakyat. Gerakannya lincah, dinamis, dan bertenaga, menggambarkan perkembangan watak manusia dari bayi hingga dewasa.

Karakter gerakan itu membedakan topeng Indramayu dengan induk tarinya, tari topeng Cirebon. Meski secara umum bentuk dan penokohannya sama, tari topeng Indramayu menggambarkan semangat rakyat biasa yang cenderung lugu dan kasar.

Karakter ini terlihat dari gerakan kaki menyepak selendang atau tangan mengibas udara dengan bertenaga. Kepala penari yang selalu tengadah pun mengesankan sikap berani sekaligus pongah. Nuansa semacam ini cenderung teredam dalam tari topeng Cirebon yang memang berawal dari keraton.

Karena itu, tari topeng Indramayu lebih sering disebut tari topeng Dermayon. "Dermayon" berasal dari kata "dermayu", nama desa di lembah barat Sungai Cimanuk yang diyakini sebagai cikal bakal Kabupaten Indramayu saat ini. Dermayu juga menegaskan kekhasan budaya Indramayu di wilayah pesisir utara Jawa, yang bukan bersuku Sunda dan jauh pula dari pusat kekuasaan Jawa.

Secara umum penyajian tari topeng Dermayon memiliki kesamaan dengan tari topeng Cirebon. Alur cerita terbagi dalam lima lakon, yakni panji, samba, rumyang, tumenggung, dan klana. Namun, pada tari topeng Indramayu terdapat pengembangan lakon, antara lain samba merah dan samba udeng.

Cerita dalam kelima lakon mementaskan watak manusia. Meski terdiri dari sejumlah watak, tarian ini dapat dibawakan oleh seorang penari. Perwatakan tergambar pada topeng kayu atau kedok yang dipakai penarinya.

Penjaga tradisi

Meski telah dikenal sejak abad ke-10, tari topeng diperkirakan baru masuk wilayah Cirebon pada abad ke-15, bersama dengan menguatnya pengaruh politik Kasultanan Demak di Keraton Cirebon.

Selain sebagai hiburan, tari topeng merupakan media syiar agama Islam yang efektif. Di luar tembok keraton, tarian ini segera menyebar dan berkembang pesat di wilayah Cirebon, Subang, Indramayu, hingga sebagian Priangan.

Meski sempat terlupakan, tari topeng Dermayon kembali dikenal di panggung pertunjukan lokal dan internasional, antara lain berkat Mimi Rasinah dan Wangi Indriya.

Mimi Rasinah, yang Maret lalu merayakan ulang tahun ke-80, awalnya adalah pengamen tari sebelum "ditemukan" Endo Suanda dan Toto Amsar dari Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia pada 1990-an. Rasinah juga mengajarkan tari topeng Dermayon di sanggarnya di Desa Pekandangan, Kecamatan Indramayu, sebelum akhirnya pensiun karena terserang stroke.

Adapun Wangi Indriya (49), pemimpin grup tari Sanggar Mulya Bhakti di Kecamatan Sliyeg, merupakan seniman Indramayu serba bisa. Selain menguasai tari topeng Dermayon, dia juga dikenal sebagai sinden dan dalang wayang kulit. (NDW/Litbang Kompas)***

Source : Kompas, Jumat, 30 Juli 2010 | 19:23 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar