PERGELARAN
Festival Topeng Nusantara di Cirebon
CIREBON - Kirab budaya tiga keraton dan panggung kolaborasi delapan tari topeng nusantara menjadi puncak acara rangkaian Festival Topeng Nusantara di Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (16/10). Pemerintah Jawa Barat rencananya menjadikan festival topeng seperti ini sebagai agenda wisata tahunan karena berpotensi meningkatkan pariwisata.
Akhir pekan itu kirab budaya Ciayumajakuning (Cirebon-Indramayu-Majalengka-Kuningan) dimulai sekitar pukul 08.30 WIB. Kirab tersebut diawali dari Alun-alun Keraton Kasepuhan, Kota Cirebon, dan diikuti 150 prajurit dan pengawal sultan serta abdi dalem Keraton Kasepuhan, Kanoman, dan Keraton Kacirebonan dari daerah.
Prajurit yang terlibat adalah pasukan wiraraja atau pengawal raja, pasukan sarwajala atau pasukan laut, pasukan jalasutra atau pemanah, pasukan suranenggala yang bersenjatakan gada, dan pasukan teliksandi atau mata-mata.
Dalam kirab itu tiga replika kereta sultan dari tiga keraton juga diarak. Ketiga kereta tersebut adalah Kereta Singa Barong (Keraton Kasepuhan), Kereta Paksi Naga Liman (Keraton Kanoman), dan Kereta Juru Mudi (Keraton Kacirebonan). Dulu, Sultan memanfaatkan kendaraan semacam ini untuk menyiarkan agama Islam.
Arak-arakan juga diwarnai kelompok-kelompok kesenian tradisional, seperti Berokan dari Indramayu, Buroq dari Cirebon, serta liong dan barongsai dari Kota Cirebon dan Kuningan. Kesenian ini merupakan kesenian tradisional yang belakangan sudah jarang dipertunjukkan.
Kirab berakhir di Gedung Negara Cirebon atau sekitar 4 kilometer dari Keraton Kasepuhan.
Sultan Kasepuhan XIV Raja Arief Natadiningrat mengatakan, kirab adalah sajian sejarah yang diharapkan mampu menggugah dan menumbuhkan semangat persatuan bangsa.
Mengomentari acara ini, Hubert Gijzen, Direktur Regional Asia Pasifik UNESCO, berharap topeng menjadi salah satu kekayaan Indonesia yang bisa dikembangkan sebagai potensi wisata. ”Ke depan, wisatawan tidak hanya datang untuk melihat bangunan bersejarah, tetapi juga kultur di masyarakat setempat. Topeng adalah salah satu kekayaan kultur yang sangat potensial,” katanya mengingatkan. (THT/NIT)***
Source : Kompas, Senin, 18 Oktober 2010 | 04:20 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar