JEMBER - Peneliti bahasa, Dr Dendy Sugono, menilai penggunaan bahasa asing sebagai bahasa pengantar pendidikan di sekolah melanggar Undang-Undang Dasar 1945.
”Dalam UUD 1945 sudah jelas bahwa bahasa resmi negara yang digunakan adalah bahasa Indonesia,” kata Dendy seusai menjadi pembicara dalam seminar nasional dan dialog budaya di Universitas Jember, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Sabtu (6/11).
Dendy mengatakan, sejumlah sekolah bertaraf internasional (SBI) dan rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) menempatkan bahasa asing sebagai bahasa pengantar pendidikan.
”Bukankah hal itu bertentangan dengan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan,” ucap mantan Kepala Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional itu.
Dalam kedua undang-undang tersebut, dia melanjutkan, bahasa pengantar pendidikan nasional adalah bahasa Indonesia sehingga sejumlah SBI dan RSBI seharusnya mengutamakan penggunaan bahasa Indonesia, bukan bahasa asing seperti bahasa Inggris.
”Penggunaan bahasa asing sebagai bahasa pengantar pendidikan akan mereduksi peran bahasa Indonesia dari dunia keilmuan dan kehidupan masa depan bangsa,” kata anggota Masyarakat Linguistik Indonesia itu.
Menurut dia, internasionalisasi standar pendidikan di Indonesia hanya sebatas kulit, bukan substansi mutu pendidikan tersebut. ”Internasionalisasi standar pendidikan seharusnya menyentuh mutu pendidikan dan wawasan para siswanya, tidak sebatas pada penggunaan bahasa asing di sekolah,” ucapnya.
Kendati demikian, Pusat Bahasa tidak melarang sekolah mengajarkan bahasa asing. Namun, bahasa Indonesia harus mendapat prioritas utama untuk diajarkan kepada siswa.
Hal senada juga disampaikan budayawan Ayu Sutarto yang menilai bahwa penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan saat ini mengalami pergeseran nilai.
”Banyak orangtua berlomba-lomba mendidik anak mereka dengan bahasa asing, tetapi lupa bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang dapat membentuk karakter dan kepribadian bangsa,” tuturnya.
Source : Kompas, Senin, 8 November 2010 | 04:27 WIB
Ada 15 Komentar Untuk Artikel Ini. Kirim Komentar Anda
- AGUS SETIAWAN
Senin, 8 November 2010 | 16:38 WIB
Jika mengajar pakai bahasa Indonesia saja para guru sering terjadi miskonsepsi, apalagi pakai bahasa Inggris.
- kris bheda
Senin, 8 November 2010 | 16:22 WIB
Pusat Bahasa Indonesia harus lebih serius menyikapi hal ini..salah
- rush roesmin
Senin, 8 November 2010 | 11:52 WIB
Seharusnya Bahasa Indonesia tetap menjadi bahasa pengantar, tetapi untuk bidang sains atau riset, bisa mengambil referensi termutakhir dengan cara menterjemahkannya.
- antonius djuwardi
Senin, 8 November 2010 | 11:39 WIB
ini bukti nyata, bahwa pemimpin bangsa saat ini sudah abai pada konstitusi, jelas pelanggaran tapi mengapa tidak diajukan saja ke Makamah Konstitusi ? Yth.Bpk Dr.Dendy Sugono, jangan takut sudah buka maju terus, ini pembangunan karakter bangsa dipertaruhkan. Bukan melarang bhs asing, bahasa Indonesia hasul perjoangan/sumpah pemuda 2008. Bangsaku kenapa kita ini teledor, bersyukur masih ada yang sadar, bravo pak Dendy
- Yosafati Gulo
Senin, 8 November 2010 | 11:15 WIB
Banyak kebijakan Kementian Penbdidikan Nasional yang terkesan bukan digarap karena sebuah keyakinan akan arah pendidiikan. Tetapi cenderung merupakan respon kelabakan karena bingung menghadapi tuntutan global sementaara kondisi pendidikaan nasional cenderung tidak menunjang. Makin hari, kualitas pendidikan malahaan terkesan menurun. Maka ketika didirikan RSBI atau SBI di mana-mana tanpa kriteria yang jelas tentang isi, yang akan diajarkan kelak, muncul dugaan bahwa Kementrian Pendidikan nasional sekadaar cari kerja, isi waktu luang yang begitu banyak karena bingung menghadapi sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar