COP-15 KOPENHAGEN
Perbedaan Pandangan Tetap Tajam
KOPENHAGEN - Perbedaan pandangan soal target antara negara-negara maju dan berkembang tetap tajam pada hari kedua Konferensi Perubahan Iklim Pertemuan Para Pihak Ke-15 atau COP-15 UNCCC di Kopenhagen, Denmark, Selasa (8/12).
Negara maju kukuh bertahan dengan target minimal, sedangkan kelompok negara berkembang didukung organisasi nonpemerintah menekan dengan target tinggi. Bagi beberapa negara, kesepakatan di Kopenhagen adalah persoalan kelangsungan hidup generasi mendatang. Demikian laporan wartawan Kompas Gesit Ariyanto dari Kopenhagen, Selasa, mengenai apa yang berlangsung dalam pertemuan Aksi Kerja Sama Jangka Panjang (LCA).
Pernyataan keras datang dari kelompok negara pulau-pulau kecil. Mereka menolak kesepakatan yang tak menjamin kelangsungan hidup. ”Kalau konferensi tidak menghasilkan keputusan mengikat secara hukum, kami mempertimbangkan pilihan kami,” kata Duta Besar Aliansi Negara-negara Pulau Kecil (AOSIS) Dessima Williams. AOSIS jelas tak akan menerima solusi yang disebutnya made for TV.
Perwakilan negara Kepulauan Solomon dengan terbata menahan tangis dalam menyampaikan harapannya. Mereka minta dunia melihat anak-anak di pulau-pulau kecil dan negara dunia ketiga yang masa depannya suram akibat perubahan iklim. ”Mampukah kita menjaga kelangsungan hidup? Jika kita gagal, siapa yang harus disalahkan? Anda dan saya yang akan disalahkan,” ujar wakil dari Kepulauan Solomon.
Negara pulau-pulau kecil merupakan kelompok paling rentan. Selain akibat kenaikan muka air laut, juga dampak badai tropis semakin sering dan dahsyat.
”Pendanaan adaptasi menjadi prioritas tertinggi kami, selain keputusan mengikat secara hukum” kata juru bicara dari Lesotho.
Desakan keputusan mengikat secara hukum (legally binding) juga menjadi fokus perhatian negara kelompok G-77 plus China dan kelompok Afrika. Arsitektur pendanaan diminta cepat disepakati dan mudah diakses dengan melibatkan negara-negara berkembang.
Juru bicara Umbrella Group (di antaranya AS, Australia, Jepang, Norwegia, Rusia, dan Kanada), Louise Hand, menyebutkan, mereka sepakat dengan target ambisius dan kuat agar tidak terjadi kenaikan 2 derajat celsius.
Pendanaan disebutkan 10 miliar dollar AS per tahun pada 2012. Jumlah itu jauh dibandingkan dengan permintaan negara berkembang. Pada pertemuan itu banyak negara juga mendukung agar proses negosiasi dilangsungkan sesuai dengan keputusan Bali Action Plan.
Kelompok organisasi nonpemerintah yang mengikuti jalannya konferensi meminta negara-negara maju berkomitmen tinggi. ”Sekarang saatnya mengurangi bicara, tetapi beraksi,” kata Direktur Eksekutif Greenpeace International Kumi Naidoo. Apa pun yang dibicarakan diharapkan membawa dunia menghindari kekacauan iklim. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar