Ujian Nasional Diubah pada 2011
Pemerintah Dinilai Paksakan Kehendak
JAKARTA, Ekspedisi Humaniora - Perubahan mendasar pada pelaksanaan ujian nasional baru bisa dilaksanakan pada tahun 2011. Jika perubahan dilakukan dalam ujian nasional tahun ini yang sebentar lagi digelar, dikhawatirkan bakal menimbulkan kebingungan bagi siswa dan sekolah.
”Keinginan untuk memperbaiki UN guna mengakomodasi keinginan masyarakat mesti dilaksanakan, UN tahun 2010 ini sebagai masa transisi untuk perbaikan mendasar UN pada tahun berikutnya,” kata Rully Chairul Azwal, Ketua Panitia Kerja Ujian Nasional Komisi X DPR di Jakarta, Jumat (22/1).
Rully mengatakan, DPR tidak lagi mempersoalkan apakah UN kali ini sah pascaputusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi pemerintah soal gugatan UN. Dari konsultasi dengan MA, Ketua MA Harifin A Tumpa menegaskan bahwa tidak ada penghentian, pelarangan, atau penundaan UN.
”UN tahun ini tidak melanggar putusan MA. Jadi, kami anggap masalah hukum UN sudah selesai,” ujar Rully.
Adapun hasil UN sebagai penentu kelulusan, kata Rully, memang masih diperdebatkan. Masih ada fraksi di Komisi X yang meminta supaya hasil UN tidak sebagai syarat kelulusan dan saling memveto.
”Kami menyadari jika standar pendidikan kita belum merata. Jangan sampai UN itu membawa korban pada siswa dan sekolah-sekolah yang belum mencapai standar pelayanan minimum. Tetapi, perubahan itu kita siapkan untuk UN berikutnya supaya hasil UN jangan lagi merugikan siswa,” tegas Rully.
Hingga saat ini, dana alokasi UN senilai Rp 562 miliar masih diberi tanda bintang yang artinya belum disetujui Komisi X. Keputusan penghapusan tanda bintang diputuskan pekan depan, menunggu hasil kerja panitia kerja UN.
Pemaksaan kehendak
Secara terpisah, Muhammad Isnur, Koordinator Tim Advokasi Korban UN, mengatakan, pemerintah melakukan pemaksaan kehendak dengan tetap melaksanakan kebijaksanaan UN. Presiden dan Mendiknas dinilai hanya mencari-cari dalil dan legitimasi bahwa UN tidak bertentangan dengan putusan MA.
”Presiden, Wapres, Mendiknas, dan Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah divonis lalai dan melanggar dalam pemenuhan dan perlindungan HAM.
Isnur menilai MA juga lari dari tanggung jawab untuk memenuhi putusan yang dibuatnya sendiri. ”Pengujian atas putusan seharusnya juga dilaksanakan melalui proses eksekusi dan penilaian majelis hakim bukan dilemparkan kepada anggota DPR yang merupakan lembaga politik,” ujar Isnur.
Di Semarang, anggota BSNP, Mungin Eddy Wibowo, mengimbau agar tim pengawas satuan pendidikan dan tim pemantauan independen lebih berani dan tegas dalam pelaksanaan ujian nasional tahun ini. Tim pemantau dan pengawas harus berani masuk ke ruang ujian jika menemukan pelanggaran dan menindak pelakunya.
Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes) Sudijono Sastroatmodjo mengatakan, pihaknya siap untuk melaksanakan UN. Unnes bertanggung jawab dalam pengawasan pencetakan berkas soal dan pelaksanaan ujian serta pemindaian soal.
Sudijono pun menekankan bahwa perguruan tinggi tidak dapat bertanggung jawab dalam proses pencetakan naskah soal karena terkendala persoalan biaya dan peralatan.
(ELN/LUK/ NDY/DEN)***
Source : Kompas, Sabtu, 23 Januari 2010 | 03:41 WIB
Ada 8 Komentar Untuk Artikel Ini. Posting komentar Anda
Dian @ Sabtu, 23 Januari 2010 | 08:50 WIB
Menurut saya sebagai siswa yang masih dudk dibangku smk ujian nasional sangat memberatkan kami sebaiknya tidak usah diadakan saja,kami butuh keadilan.
yohanes muryadi @ Sabtu, 23 Januari 2010 | 08:41 WIB
UN hanya untuk pemetaan. bukan untuk kelulusan. Yang berhak menentukan kelulusan adalah guru.
Max @ Sabtu, 23 Januari 2010 | 08:36 WIB
Ya iyalah gak mungkin th ini dibatalkan, banyak pihak yg bakal gigit jari gak jadi dapat komisi dari proyek besar yg namanya Ujian nasional...
suhafrinal @ Sabtu, 23 Januari 2010 | 08:10 WIB
Dlm era otonomi sekolah, nilai yang diberikan oleh satuan pendidikan lebih penting utk dimaknai dari pada nilai UN, agar relevan dengan program sertifikasi guru
Drs. Suhafrinal, M.Pd @ Sabtu, 23 Januari 2010 | 07:53 WIB
UN perlu hanya sebagai acuan, bukan penentu kelulusan karena tidak representatif secara edukatif, sehingga akhirnya guru-guru makin kurang eksis dlm pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar