Selasa, 26 April 2011

Soal Bocor, UN Diulang

Selasa,

26 April 2011

EKSPEIDI HUMANIORA ONLINE

Soal Bocor, UN Diulang

Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh meninjau kesiapan soal ujian nasional SMP yang akan didistribusikan dari SMP Negeri 5 Yogyakarta, Senin (25/4). Ujian yang menjadi salah satu penentu kelulusan murid SMP tersebut berlangsung serentak mulai Senin kemarin. (KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO)***

GORONTALO, EKSPEDISI HUMANIORA ONLINE - Ujian nasional untuk siswa SMA dan madrasah Aliyah di Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, terpaksa diulang untuk mata ujian Fisika karena terjadi kebocoran soal. Ujian yang seharusnya dilaksanakan Kamis (21/4) diulang sepekan berikutnya pada 28 April.

Polisi masih terus mengusut pihak yang membocorkan soal ujian tersebut. Dari informasi yang dihimpun Kompas, kebocoran soal ujian untuk pelajaran Fisika diketahui dari laporan seorang guru SMA negeri kepada anggota DPRD Provinsi Gorontalo. Ia mengeluh karena diminta mengisi naskah soal Fisika oleh wakil kepala sekolahnya pada Rabu (20/4) atau sehari sebelum UN Fisika berlangsung.

Anggota DPRD Gorontalo bersama tim panitia UN dan polisi kemudian melakukan penyelidikan. Tidak ditemukan kerusakan segel pada naskah soal. ”Namun, naskah soal yang diserahkan sebagai bukti sama persis dengan naskah asli,” kata Ketua Panitia UN Provinsi Gorontalo Asna Aneta.

Setelah berkonsultasi dengan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Gorontalo, akhirnya ujian nasional Fisika dibatalkan dan dilakukan ujian susulan pada Kamis (28/4) pekan depan.

Ditunda akibat gempa

Di Provinsi Papua dan Papua Barat, pelaksanaan UN tingkat SMP diundur sehari, Selasa (26/4). Hal ini karena di kedua provinsi hari Senin (25/4) ditetapkan sebagai libur perayaan Paskah hari kedua.

Ketua Musyawarah Kerja Kepala SMP se-Kabupaten Manokwari, Papua Barat, Ferry Simatuw mengatakan, kemungkinan soal UN bocor relatif kecil karena model soal berbeda dengan daerah lain.

Di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, tiga SMP gagal menyelenggarakan UN hari pertama akibat rangkaian gempa bumi yang mengguncang wilayah itu, Senin. Orangtua yang panik menjemput paksa anak-anaknya karena khawatir terjadi gempa susulan dan tsunami.

Ketiga sekolah itu adalah SMP Negeri 1, SMPN 5, dan SMPN 10. Total peserta UN di ketiga sekolah itu sebanyak 823 siswa. ”Kami tidak bisa berbuat banyak karena orangtua menjemput ke sekolah dan memulangkan anak-anaknya,” kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Kendari Kasman Arifin.

Di Makassar, Sulawesi Selatan, keterlambatan distribusi soal masih terjadi. Namun, secara umum penyelenggaraan UN SMP berjalan lancar. Begitu pula di kota-kota lain, seperti Yogyakarta, Bandung, Purwakarta, Garut, Surabaya, Semarang, Padang, dan daerah lain.

Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan M Aman Wirakartakusumah mengatakan, sekolah yang menghadapi masalah dalam penyelenggaraan UN bisa menyelenggarakan UN susulan.(TIM KOMPAS)***

Source : Kompas, Selasa, 26 April 2011

KOMENTAR

Ada 10 Komentar Untuk Artikel Ini.


  • Mauli Siahaan

Selasa, 26 April 2011 | 11:12 WIB

Gimana bagi mereka yang jujur, tetapi harus mengulang, dimana letak keadilannya. Kesalahan orang lain harus ditimpakan kepada mereka yang jujur dan bekerja keras. Ingat pak Menteri, para pengawas, guru, dan sekolah ingin semua muridnya lulus dengan cara apapun sehingga akan menghalalkan segala cara. Hari ini (26/04/11) lewat sekilah info di RCTI diberitakan para murid yang sedang ujian nasional sedang asik menyontek tetapi dibiarkan oleh pengawas dengan pura-pura tidak melihatnya. Apakah dengan demikian masih terus mempertahankan UN dengan karakter orang-orang Indonesia seperti ini? Hanya membuang-buang uang yang begitu besar tanpa hasil yang tidak dapat dipertanggung jawabkan.

Balas tanggapan


  • Marno Sumarno

Selasa, 26 April 2011 | 16:35 WIB

UN itu tambah merusak moral, kecurangan tetap ada. UN adalah bukan sistem evaluasi yang tepat, anehnya pemerintaah bangga, katanya UN tambah bagus kecurangan berkurang. UN itu jangan untuk menentukan kelulusan berapapun prosentasenya, tapi hanya untuk mematakan.

Balas tanggapan


  • Marno Sumarno

Selasa, 26 April 2011 | 16:35 WIB

UN itu tambah merusak moral, kecurangan tetap ada. UN adalah bukan sistem evaluasi yang tepat, anehnya pemerintaah bangga, katanya UN tambah bagus kecurangan berkurang. UN itu jangan untuk menentukan kelulusan berapapun prosentasenya, tapi hanya untuk mematakan.

Balas tanggapan


  • Marno Sumarno

Selasa, 26 April 2011 | 16:35 WIB

UN itu tambah merusak moral, kecurangan tetap ada. UN adalah bukan sistem evaluasi yang tepat, anehnya pemerintaah bangga, katanya UN tambah bagus kecurangan berkurang. UN itu jangan untuk menentukan kelulusan berapapun prosentasenya, tapi hanya untuk mematakan.

Balas tanggapan


  • Marno Sumarno

Selasa, 26 April 2011 | 16:35 WIB

UN itu tambah merusak moral, kecurangan tetap ada. UN adalah bukan sistem evaluasi yang tepat, anehnya pemerintaah bangga, katanya UN tambah bagus kecurangan berkurang. UN itu jangan untuk menentukan kelulusan berapapun prosentasenya, tapi hanya untuk mematakan.

Balas tanggapan


  • Marno Sumarno

Selasa, 26 April 2011 | 16:35 WIB

UN itu tambah merusak moral, kecurangan tetap ada. UN adalah bukan sistem evaluasi yang tepat, anehnya pemerintaah bangga, katanya UN tambah bagus kecurangan berkurang. UN itu jangan untuk menentukan kelulusan berapapun prosentasenya, tapi hanya untuk mematakan.

Balas tanggapan


  • Marno Sumarno

Selasa, 26 April 2011 | 16:35 WIB

UN itu tambah merusak moral, kecurangan tetap ada. UN adalah bukan sistem evaluasi yang tepat, anehnya pemerintaah bangga, katanya UN tambah bagus kecurangan berkurang. UN itu jangan untuk menentukan kelulusan berapapun prosentasenya, tapi hanya untuk mematakan.

Balas tanggapan


  • Marno Sumarno

Selasa, 26 April 2011 | 16:35 WIB

UN itu tambah merusak moral, kecurangan tetap ada. UN adalah bukan sistem evaluasi yang tepat, anehnya pemerintaah bangga, katanya UN tambah bagus kecurangan berkurang. UN itu jangan untuk menentukan kelulusan berapapun prosentasenya, tapi hanya untuk mematakan.

Balas tanggapan


  • Marno Sumarno

Selasa, 26 April 2011 | 16:35 WIB

UN itu tambah merusak moral, kecurangan tetap ada. UN adalah bukan sistem evaluasi yang tepat, anehnya pemerintaah bangga, katanya UN tambah bagus kecurangan berkurang. UN itu jangan untuk menentukan kelulusan berapapun prosentasenya, tapi hanya untuk mematakan.

Balas tanggapan


  • komarudin mangunjaya

Selasa, 26 April 2011 | 06:34 WIB

Pesan buat pak Menteri kalau nanti pak Menteri ikut diresufle atau tidak menjabat lagi apa sistem UNAS tidak berubah lagi..? saya amati selama Unas dipegang oleh pak menteri selalu berubah-rubah..contoh kemaren ada ujian ulang kalau peserta tidak lulus..sekarang sistem 40-60 UAS dan UNAS yang menjadi pertanyaan kenapa setiap ganti menteri sistem unas juga ikut berganti..??? apakah pak menteri tidak menyadari semua yang jadi korban siswa dan orang tua..mungkin pak menteri belum punya anak..??? Kami usul tolong kembalikan sistem UNAS kesekolah masing-masing seperti dulu karena otoritas pendidikan yang tau kepala sekolah bukan pak menteri

Balas tanggapan

« 1 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar