MBAH PRIUK
Akhirnya Orang Kecil Juga yang Jadi Korban
Satuan polisi pamong praja akan menertibkan areal makam, bukan menggusur makam Mbah Priuk”
Demikian pesan layanan pesan singkat, adik saya, tutur Kosasih (45), kakak kandung Ahmad Tajudin (26), anggota Satpol PP yang tewas di tengah bentrokan yang terjadi di kawasan Makam Mbah Priuk, Koja, Jakarta Utara (Jakut), Rabu (14/4).
”Pesan singkat ini disampaikan kepada saudara-saudara, calon istri, dan kawan-kawan dekatnya,” ujar Kosasih di rumah duka, di Jalan HH Nomor 43 RT 9 RW 1, Kebon Jeruk, Jakarta Barat (Jakbar), Kamis siang.
Dari rumah duka, jenazah Tajudin dishalatkan di masjid dan dimakamkan di Makam Assuru yang berjarak beberapa puluh meter dari rumahnya.
Kosasih mengatakan, jenazah adiknya ditemukan di dekat rawa. Saat Satpol PP terdesak, Tajudin diduga berusaha menyelamatkan diri, tetapi tertangkap dan akhirnya dianiaya.
”Saat jenazahnya ditemukan, wajahnya masih penuh lumpur rawa,” tutur Kosasih. Ironisnya, kata Aida Priyanti (23), calon istri almarhum, 11 April lalu, atau lima hari sebelum kejadian, kekasihnya masih berziarah ke makam Mbah Priuk bersama majelis taklim setempat.
Peristiwa ini membuat rencana pernikahan Aida dan Tajudin pada 10 Oktober 2010 urung. Keduanya berpacaran sejak empat tahun lalu sebelum akhirnya memutuskan menikah.
”Kami bertemu dan menjalin kasih di Kampus Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kasih Bangsa, Kebon Jeruk. Ia pria yang setia, sabar, penyayang, dan saleh,” ucap Aida.
Mereka sudah membangun rumah mungil tak jauh dari rumah duka. Rumah bertembok biru itu baru saja selesai. Saat sang kekasih berangkat bertugas, Aida mengaku waswas dan mengikuti perkembangan calon suaminya lewat pemberitaan di televisi. Pukul 13.00, saat istirahat, Tajudin menelepon Aida, mengeluh, punggung dan tangannya sakit. Selain itu, Tajudin juga mengungkapkan bahwa dua rekannya telah tewas.
Melihat tayangan di televisi yang menggambarkan suasana rusuh, Aida menelepon Tajudin, tetapi tak berjawab. Kala itu pukul 14.30. Seusai maghrib, Aseng, rekan Tajudin, memberi tahu bahwa Tajudin terluka dan dibawa ke rumah sakit. ”Saat kami ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, kami melihat ia sudah meninggal. Kata orang rumah sakit, ia mengembuskan napas terakhir pukul 17.00,” ujar Aida.
Dua karangan bunga terpacak di sebuah rumah di Kompleks Delpera, Kelurahan Tugu, Kecamatan Koja, Jakut, Kamis. Ucapan simpati belasungkawa ini ditujukan oleh pengirimnya kepada Warsito Supono (43), petugas Satpol PP yang tewas dalam bentrokan Koja.
Di mata keluarganya, Warsito dikenal sebagai ayah yang menyenangkan. Ia meninggalkan seorang istri, Sukesi (40), serta dua anak, Anggi Windarti (19) dan Arti Widiarti (13).
Kakak Warsito, Siti Sukinah (58), menunjukkan raut wajah geram dan kepedihan yang mendalam ketika disalami para pelayat. Peristiwa ini begitu memilukan dan hanya merugikan warga setempat. Warga tercekam rasa takut, sebagian dari mereka memendam perasaan curiga satu sama lain.
Kebetulan Warsito adalah warga Koja. Pihak keluarga pun menyimpan tanya: ”Buat apa kami harus bentrok dengan tetangga sendiri?” gumam Siti dengan nada yang berat.
”Saya tidak perlu ini,” sambil menunjuk karangan bunga dari pejabat pemerintah untuk adiknya itu. Siti hanya meminta agar pemerintah tidak mengedepankan kekerasan dalam menyelesaikan persoalan. ”Padahal, yang jadi korban orang seperti kami. Kasihan anak-anak yang ditinggalkan,” katanya.
Anggi dan Arti masih terlihat depresi. Mata kedua gadis remaja ini terlihat basah. Teman- teman sekolah mereka mencoba membuatnya tenang. Namun, kedua anak Warsito ini tetap saja murung, bercerita tentang ayahnya sekadarnya.
Sementara itu, istri Warsito, Sukesi, mengatakan, suaminya meninggalkan rumah dua hari sebelum bentrok berlangsung. Saat itu, katanya, pemimpin Satpol PP mengumpulkan semua anggotanya di Kantor Wali Kota Jakut. Selama dua hari, Warsito bersama anggota Satpol PP yang lain menginap di Kantor Wali Kota Jakut.
Pemimpinnya memberi arahan bahwa akan melakukan tugas membongkar bangunan tanpa izin di area Makam Mbah Priuk. Tugas ini baru dilaksanakan Warsito dua hari kemudian dengan menggelar apel pagi di area Makam Mbah Priuk. Sukesi tidak menyangka tugas suaminya harus diakhiri dengan hilangnya nyawa.
Sayap keluarga
Sementara itu, tangis pecah ketika peti jenazah Israel Jaya Simangunsong (27) tiba di rumah orangtuanya, Jalan Swadaya Nomor 97 RT 002 RW 14, Kelurahan Jatibening, Pondok Gede, Kota Bekasi, Jawa Barat, Kamis sekitar pukul 16.22.
Rumah Abidin Simangunsong, ayah almarhum yang berada di sudut gang, disesaki keluarga, kerabat, dan teman-teman Jaya. Abidin duduk termenung. Wajahnya kuyu dan letih. ”Dia sangat terpukul dan sedih karena Jaya ibaratnya salah satu sayap Abidin dan menjadi tumpuan keluarga,” tutur Firman Pangaribuan (65), paman Jaya.
David Ristombi (27), kawan Jaya, menyatakan tidak menyangka bahwa salah satu korban dalam bentrok berdarah di kawasan Koja itu adalah Jaya. Rabu siang, kata David, Jaya memperbarui statusnya di situs jejaring pertemanan Facebook. ”Jaya meng-update statusnya, Rabu siang, pada pukul 02.30. ’Saat tangan terluka, MATA menangis...Saat mata menangis, tangan menghapusnya’,” ujar David.
David dan beberapa kawan Jaya pun menduga-duga arti dari tulisan Jaya tersebut. ”Sampai akhirnya kami mendapat kabar bahwa Jaya ternyata ikut menjadi korban dalam bentrokan di Koja,” tutur David. (Windoro Adi Tamtomo/ Andi Riza Hidayat/Cokorda Yudistira)***
Source : Kompas, Jumat, 16 April 2010 | 03:04 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar