Rabu, 21 Januari 2009

Kota Tua Indramayu


Kota Tua Indramayu

Gedung-Gedung Tua “Bicara” Sejarah

INDRAMAYU – Jika Anda berkunjung ke Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat sebelum menuju jantung kotanya, maka Anda bisa menikmati pemandangan kota tua dengan sejumlah bangunan tua yang berada di Jalan Veteran dan Jalan Cimanuk Indramayu. Bahkan jika harus melewati Desa Penganjang dan Kelurahan Paoman, sejumlah bagunan tua bersejarah akan banyak dijumpai di sana. Meski kondisinya terkesan tidak terawat dengan baik, bahkan sebagian sudah pada hancur rata dengan tanah, namun yang tersisa masih menyimpan kesan klasik dan antik.

Bagi para pelancong yang menggemari wisata sejarah, tak ada salahnya berkeliling di pinggiran Indramayu kota. Bangunan tua bergaya kolonial (Belanda) dan Eropa masih bisa dinikmati di sepanjang Jalan Veteran, Jalan Cimanuk, Kelurahan Paoman, Jalan Raya Penganjang Indramayu. Bahkan ada juga di wilayah Kecamatan Jatibarang, Indramayu.

Kesan kumuh dan kusam, barangkali itulah salah satu kawasan kota tua Indramayu yang sering kali dijuluki kawasan Pecinan, konon, karena rumah-rumah antik tadi mayoritas dihuni warga keturunan Tionghoa. Mereka hijrah ke Indramayu diperkirakan sejak 1902. Bahkan, konon, sebelum tahun itu pun sekitar Abad XVIII pun sudah bercokolan warga keturunan Tionghoa bermukim sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk Indramayu yang tak jauh dari jantung kota.

Kemudian mereka mendirikan tempat peribadatan Kelenteng Vihara Dharma Indramayu dan Kelenteng Jatibarang. Setelah itu bermunculan sejumlah sejumlah Gereja ketika Belanda menjajah Kabupaten Indramayu dengan markas utama di Gedung Duwur di Desa Penganjang.

Meski dalam Buku Sejarah Indramayu yang ditulis H. A. Dasuki dkk tidak dijelaskan secara detail mengenai sejumlah banguan tua itu, namun sejumlah kesaksian sejarah dan warga sekitar DAS Cimanuk menerangkan, bahwa berdirinya sejumlah bangunan kuno itu seiring dengan perkembangan Sungai Cimanuk yang telah dijadikan pelabuhan bongkar muat barang-barang kebutuhan pokok masyarakat saat itu.

Karwan (81), salah seorang saksi sejarah menerangkan, saat kawasan Cimanuk itu dijadikan pelabuhan, ia sudah remaja. Bahkan ia pernah menjadi kuli bongkar muat barang sperti beras, garam, gula dan gandum. Ada pula kapal-kapal besar membongkar pupuk jenis urea untuk sektor pertanian.

Namun karena pengurusan administrasi pelabuhan dikuasai kolonial Belanda, sehingga warga pribumi sulit untuk mengakses dagang dengannya. Hanya keturunan warga Tionghoa dan bangsa Portugis yang rupanya berhasil menggalang hubungan dagang dengan para Londo (Belanda).

Hasil bumi warga Indramayu diangkuti dan dikirim ke kawasan Eropa oleh Belanda melalui pelabuhan Cimanuk Indramayu. Bekas pendaratan atau berlabuhnya kapal-kapal besar pun masih berdiri hingga kini, meski letaknya sekarang berada di belakang Mesjid Agung Indramayu. Sebongkah kayu jati besar dan ditembok dengan semen masih berdiri di sana.

Ketika Belanda sudah keterlaluan menginjak-injak warga pribumi Indramayu, sejumlah komponen warga pun mulai melancarkan aksi perlawanan terhadap kolonial itu. Karwan yang semula ikut kuli kasar di gudang-gudang pangan, mulai angkat senjata bersama rekan-rekannya yang bergabung dengan Badan Ketahanan Rakyat. “Kami melakukan aksi perlawanan terhadap kebiadaban Belanda. Dalam aksi itu, banyak teman seperjuangan yang terbunuh,” ujar Karwan yang sekarang memilih sebagai petani di Desa Panyindangan Wetan, Kecamatan Sindang, Indramayu.

Namun karena sudah termakan usia, Karwan pun kini kondisi badannya sudah agak rapuh. Sisa hidupnya hanya ia lewati dengan banyak duduk-duduk di rumahnya yang sederhana. Ia masih keturunannya Salim, salah seorang pejuang kemerdekaan Indramayu yang menjadi tangan kanan, M. A. Sentot, tokoh pejuang Indramayu yang memimpin “Pasukan Setan” berlambang tengkorak dalam aksi mengusir penjajahan Belanda pada 1947.

Kini, sisa-sisa Pelabuhan Cimanuk Indramayu masih bisa bicara dengan sejumlah gedung-gedung tua dan bekas gudang pangan, meski kondisinya terkesan tak terawat lagi. Bupati Indramayu H. Irianto MS Syafiuddin (Yance) memang pernah mengatakan, bahwa kawasan kota tua Indramayu hendak direhabilitasi untuk dilestarikan. Tujuannya, kawasan tersebut akan dijadikan kawasan wisata sejarah Indramayu masa lalu.

“Kawasan Sungai Cimanuk yang dekat dengan jantung kota akan dijadikan obyek wisata air dengan naik perahu. Para wisatawan bisa menikmati gedung-gedung tua bersejarah sambil naik perahu motor,” ungkap Umar Budi mengutip keinginan Yance sewaktu ia masih memimpin Kantor Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Indramayu.

Kini, gedung-gedung tua Indramayu tampaknya masih tersimpan misteri “bicara” soal sejarah. Namun entah kapan keberadaannya akan dirawat dengan baik agar tetap dikenang oleh anak dan cucu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar