Rabu, 09 Desember 2009

Perubahan Iklim Menurunkan Produksi Padi


Sektor Pangan Paling Terpukul

Sektor Pangan Paling Terpukul

Perubahan Iklim Menurunkan Produksi Padi

JAKARTA - Subsektor tanaman pangan bakal mengalami dampak paling serius akibat perubahan iklim global. Tanpa langkah antisipasi, produksi akan turun karena menjadi korban perubahan pola curah hujan serta peningkatan suhu udara dan permukaan laut.

Menurut Kepala Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian pada Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian Irsal Las di Jakarta, Selasa (8/12), Deptan telah menyusun strategi dan melakukan berbagai langkah antisipasi agar produksi pangan tak turun.

Dari kajian yang dilakukan Balitbang Pertanian, perubahan pola curah hujan dan kejadian anomali iklim menyebabkan peningkatan luas area padi sawah yang terkena kekeringan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, luas areal panen padi 2009 mencapai 12,8 juta hektar dengan produktivitas per hektar 4,97 ton dan produksi padi 63,8 juta ton gabah kering giling.

Masih terkait kajian Balitbang Pertanian, dari 3,1-7,8 persen areal tanaman padi yang kekeringan, yang mengalami puso meningkat dari 0,004-0,41 persen menjadi 0,04-1,87 persen.

Adapun pada tahun basah saat terjadi La Nina, areal tanaman padi yang bakal terkena banjir naik dari 0,75-2,68 persen menjadi 0,97-2,99 persen. Begitu pula tanaman padi yang puso naik tajam dari 0,24-0,73 persen menjadi 8,7-13,8 persen.

Mengacu kajian di atas, penurunan produksi padi sebagai akibat puso terkait kekeringan dan kebanjiran mencapai 365.463 ton GKG tiap tahun dan kecenderungannya terus meningkat.

Belum lagi penurunan produksi sebagai dampak peningkatan suhu udara, yang dapat menurunkan produksi padi, jagung, dan kedelai sekitar 10-19,5 persen selama 40 tahun ke depan. Hal ini terutama karena serangan hama penyakit yang mengganas.

Adapun peningkatan permukaan air laut hingga 2050 akan menyebabkan penciutan lahan sawah hingga 292.000 hektar.

Adaptasi dan mitigasi

Menurut Irsal, program adaptasi tanaman pangan dan hortikultura meliputi, pertama, perbaikan manajemen dan teknologi pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air dan irigasi. Kedua, penyesuaian pola tanam terhadap dinamika iklim berdasarkan kalender tanam dinamis.

Ketiga, pengembangan teknologi adaptif, seperti jenis dan varietas tanaman yang toleran terhadap kekeringan, banjir atau genangan, salinitas, serta pengelolaan lahan dan tanaman.

Keempat, penerapan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Kelima, percepatan reforma agraria. Keenam, pengembangan sistem perlindungan usaha tani dari kegagalan akibat perubahan iklim dengan pengembangan sistem peringatan dini dan crop weather insurance.

Adapun program mitigasi meliputi, pertama, pemanfaatan lahan alang-alang atau lahan telantar menjadi lahan perkebunan. Kedua, pemanfaatan limbah tanaman perkebunan sebagai pupuk organik dan bioenergi. Ketiga, peremajaan dan diversifikasi jenis tanaman perkebunan. Keempat, pengelolaan lahan gambut berkelanjutan.

Dalam kesempatan terpisah, Menteri Pertanian Suswono menyatakan bahwa swasembada beras harus terus dilanjutkan. Selain beras, Departemen Pertanian juga menargetkan swasembada daging sapi, kedelai, dan gula pada tahun 2014. (MAS)***

Source : Kompas, Rabu, 9 Desember 2009 | 03:46 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar