Surat Tanggal 13 Itu...
Oleh Ingki Rinaldi
Letnan Kolonel Czi (Purn) M Yusuf menimang-nimang dua lembar kertas berkepala surat Markas Besar TNI Angkatan Darat Direktorat Zeni dalam kediamannya di Kompleks Perumahan Angkatan Darat Zeni, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur. Pada Sabtu (30/1) sore yang ditingkahi hujan deras dan celotehan cucunya itu, Yusuf terus bercerita soal dua lembar kertas yang ternyata adalah surat edaran tentang pengosongan rumah dinas Direktorat Zeni TNI Angkatan Darat dan jajarannya.
Surat bernomor SE/04/I/ 2006 itu berisi tentang permintaan kepada komandan kompleks supaya memerintahkan penghuni yang tidak berdinas aktif agar segera meninggalkan rumah. Surat itu bertanggal 13 Januari 2006.
Sejak itulah Yusuf dihantui ancaman pengosongan rumah. Padahal, kompleks perumahan, dengan lahan yang luasnya sekitar 7,9 hektar yang dulunya bernama Perumahan Kompi Zeni Dump Truck 1, itu dibeli dengan uang pribadi pada 1964. ”Ya, saya cemas,” kata Yusuf sembari terus membolak-balik dokumen lain.
Kompi Zeni Dump Truck I dipimpin Kapten Czi Soekamto Wibhokuswo. Jalan Silang Monas sebagai persiapan Asian Games 1962 adalah salah satu yang dibuat kompi ini.
Setelah tugas negara selesai, Soekamto memerintahkan anggotanya untuk bekerja pada jam lembur. Mereka mengumpulkan pasir dan batu dari sungai hingga wilayah Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat. ”Ya (pasir dan batu) dikumpulkan saja. Kalau sudah ngumpul, pasti ada saja yang beli,” kata Yusuf.
Upah dan hasil penjualan pasir dan batu lantas mereka kumpulkan untuk membeli tanah dan membangun rumah anggota Kompi Zeni Dump Truck I. Pada 11 April 1964, Soekamto menyatakan di atas segel atas status kepemilikan dan pembebasan tanah di wilayah itu. Total sekitar 7,9 hektar yang dibeli dari 17 orang di 19 lokasi terpisah. Sampai datanglah surat bertanggal 13 Januari itu.
Yusuf lalu berkirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan mantan Wapres Try Sutrisno pada 26 Oktober 2009 guna memohon tanggapan dan perlindungan hukum. Surat kepada Presiden dibalas Sekretariat Negara yang memerintahkan Kepala Staf TNI AD untuk memberikan jawaban sesuai dengan undang-undang. Kata Yusuf, sudah ada disposisi soal itu sekalipun belum ada jawaban langsung yang diterimanya.
Ia juga bersurat kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Direktur Zeni TNI AD soal surat edaran tadi. Belum ada jawaban dari keduanya.
Uang pribadi
Jawaban lisan yang disampaikan Try Sutrisno, lewat staf sekretaris pribadi, Sukardi, membenarkan anggaran untuk kebutuhan pembelian lahan dan pembangunan berasal dari uang pribadi, uang kerja lembur, sisa uang makan yang ditabung, dan uang hasil proyek.
Dalam surat kepada Try, Yusuf juga mengaku prihatin, cemas, dan khawatir menonton pemberitaan di televisi soal pengosongan rumah dinas di Kompleks Kostrad Tanah Kusir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Dewi (36), salah seorang penghuni kompleks perumahan itu, yang rumahnya dikosongkan pada 28-29 Mei 2009, hingga kini belum bisa memperoleh lagi barang milik keluarganya.
Kompleks Kostrad sebelumnya bekas milik NV Handel Bouw een Culture Maatschappij. Setelah proses panjang, Surat Keputusan Dirjen Agraria tanggal 8 Agustus 1968 memastikan lahan itu menjadi tanah yang dikuasai langsung negara.
Sekretaris Jenderal Forum Koordinasi Penghuni Perumahan Negara (FKPPN) Brigjen (Purn) Soemarto menyebutkan, latar belakang persoalan setiap kompleks perumahan dinas TNI berbeda-beda sehingga tidak bisa secara seragam ditertibkan.
Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin menguraikan, saat ini TNI punya 3,5 miliar meter persegi lahan. Dari jumlah itu, seluas 487 juta meter persegi kepemilikannya tidak jelas karena bermasalah dengan rakyat. Lahan yang disertifikatkan baru seluas 500 juta meter persegi.
”TNI butuh rumah dan itu harus kami dukung agar dia (TNI) profesional. Pensiunan TNI, jika langsung ditertibkan, bisa menggelandang. Kita cari solusinya,” ujar Tubagus.
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat Brigjen Soewarno Widjonarko membenarkan soal kekurangan rumah dinas itu. Kata Soewarno, saat ini saja di Mabes TNI AD Jakarta setidaknya ada tujuh anggota TNI aktif yang tinggal menetap di salah satu ruangan sisa. Selain itu, puluhan lain tinggal menginap di kantor sebagai pelaju, pada Senin hingga Jumat. Termasuk dua orang berpangkat kolonel yang juga berumah di kantor Mabes AD.
Mengulangi penjelasan Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso dan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal George Toisutta, Brigjen Soewarno menegaskan, tidak ada purnawirawan, janda purnawirawan, atau anak-anak purnawirawan yang masih bersekolah yang diminta keluar dari rumah dinas, dengan catatan sudah tidak ada lagi rumah yang bisa mereka tinggali.(Kompas) ***
Source : Kompas, Senin, 1 Februari 2010 | 03:20 WIB
Ada 5 Komentar Untuk Artikel Ini. Posting komentar Anda
akang @ Senin, 1 Februari 2010 | 12:19 WIB
kepanikan TNI atas manajemennya serta tak bisa memberikan kehidupan yg layak kpd anggotanya?
saya @ Senin, 1 Februari 2010 | 11:25 WIB
di Bearland, ada tanah/rumah2 yg bekas "ditertibkan"....sudah bertahun2 kosong !!! lalu...ada yg dijadikan tempat jual Taneman Hias !!!
sukirno Pranoto @ Senin, 1 Februari 2010 | 10:01 WIB
Satuan-satuan TNI baik Darat Laut maupun TNI AU rermasuk instalasi-instalasi militer TNI seharusnya jauh dari pemukiman penduduk, karena kalau ada perang pendud
pensiunan @ Senin, 1 Februari 2010 | 07:56 WIB
ngak mau dicarikan solusi. saya tidak mau dipindahkan. lokasi sekarang sudah mahal. Mosok diganti dengan yang jauh. Mimpi kali yeee.
rakyat @ Senin, 1 Februari 2010 | 07:34 WIB
kesannya kalo nama komplek tentara adalah milik negara, gunakan nama komplek rakyat kesan tdk angker,dekat rakyat dan pasti milik rakyat (bukan negara)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar