Mendiknas:
Penerbit Bebas Ajukan Buku untuk Dinilai
Sabtu, 05/02/2011 - 16:05
JAKARTA, Ekpedisi Humaniora - Kementerian PendidikanNasional (Kemdiknas) memberikan kebebasan kepada penerbit mengajukan bukunya untuk dinilai kelayakannya. Penilaian dilakukan oleh tim independen melalui proses evaluasi. Setelah ditetapkan layak, buku kemudian dapat dimanfaatkan sebagai pengayaan di sekolah.
Hal tersebut disampaikan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh saat memberikan penjelasan tentang kontroversi buku seri SBY di Gedung Kemdiknas Jakarta, Jumat, (4/2). "Tidak ada larangan, siapapun penerbitnya boleh mengajukan. Apapun judulnya dan mengajukan siapapun sebagai figur utamanya. Itu kita bebaskan sepenuhnya. Monggo, tidak masalah kalau ada penerbit yang mengajukan tokoh X, Y, terus diajukan lolos, ya kita tawarkan," urai Mendiknas seperti dikutip Kominfo, Jumat (4/2).
Hadir pada acara tersebut Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Kemdiknas Suyanto, Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemdiknas Diah Harjanti, dan Anggota Tim Penilai Buku Bana Kartasasmita dari Institut Teknologi Bandung dan Siti Rohmah Nurhayati dari Universitas NegeriYogyakarta.
Menurut Mendiknas, setidaknya ada dua pertimbangan oleh penerbit dalam mengajukan bukunya untuk dinilai. Pertama, dari sisi substansi dan kedua dari sisi kelayakan bisnis. Buku pengayaan atau nonteks pelajaran di sekolah ini meliputi pengayaan pengetahuan, keterampilan, kepribadian, buku referensi dan panduan pendidik.
Mendiknas juga menegaskan penilaian buku pengayaan berbeda dengan penilaian pada buku teks pelajaran yang harus merujuk kurikulum. "Pilihannya banyak dan memenuhi uji tim independen,"katanya.
Selama 2006-2010, jumlah buku nonteks pelajaran yang didaftarkan oleh penerbit sebanyak 27.029 judul. Setelah dinilai, jumlah buku yang layak digunakan sebanyak 2.403 judul terdiri atas 1.342 buku pengetahuan, 346 buku keterampilan, 248 buku kepribadian, 179 bukureferensi dan 168 panduan pendidik.
Sementara itu, Anggota Tim Penilai Buku Bana Kartasasmita dari Institut Teknologi Bandung mengatakan, buku pengayaan ditujukan untuk membantu pembaca agar gemar membaca dan menumbuhkan rasa ingin tahu. Buku nonteks pelajaran juga harus memiliki ciri keindonesiaan, tidak mengandung unsuk SARA dan dapat dibaca lintas kelas. "Buku itu juga disesuaikan dengan pertumbuhan psikologis anak dalam proses belajar," katanya. (das)***
Source : Pikiran-Rakyat Online, Sabtu, 05/02/2011 - 03:20
Tidak ada komentar:
Posting Komentar