25 Februari 2011
BOIKOT MEDIA
Dipo Alam Enggan Minta Maaf
Sekretaris Kabinet Indonesia Bersatu II Dipo Alam (kiri) memberikan klarifikasi atas pernyataannya tentang rencana pemboikotan media yang menjelek-jelekkan pemerintah di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Kamis (24/2). Dipo Alam menolak meminta maaf dan siap menghadapi somasi terkait dengan pernyataannya tersebut. Hadir dalam diskusi tersebut antara lain Wakil Ketua Dewan Pers Bambang Harymurti (kanan) dan pengamat komunikasi politik Universitas Indonesia, Effendi Gazali. (KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN)***
JAKARTA, Ekspedisi Humaniora Online - Sekretaris Kabinet Dipo Alam membantah ada intensi untuk memboikot media massa. Menurut dia, dalam pertemuan internal dengan humas pemerintah, dirinya meminta perubahan alokasi anggaran iklan untuk revitalisasi humas.
”Saya tidak akan minta maaf karena saya tidak salah. Somasi akan saya hadapi,” kata Dipo Alam dalam diskusi publik yang diadakan di Dewan Pers, Kamis (24/2). Dalam pertemuan tertutup sebelumnya dengan beberapa anggota Dewan Pers, yaitu Agus Sudibyo, Bambang Harymurti, dan Zulfiani Lubis, Dipo menyatakan, dirinya menceritakan kronologi peristiwa yang terjadi untuk menjelaskan duduk perkara. ”Saya harap, semuanya sudah selesai di sini,” katanya.
Menurut kronologi yang Dipo sampaikan, permintaan untuk revitalisasi humas itu berdasarkan permintaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar para menteri menguatkan kinerja humas supaya informasi yang sampai ke masyarakat proporsional antara pencapaian pemerintah dan kendala.
Menurut Dipo, dirinya memang melihat ada media yang tendensius terus-menerus menjelek-jelekkan pemerintah dan bersikap partisan. Menurut Dipo, yang dilakukannya merupakan bagian dari upaya mengontrol pers. ”Bukan hanya pers yang mengkritik, saya juga boleh,” ujarnya.
Effendi Gazali sebagai pakar komunikasi mempertanyakan yang dimaksud dengan terus-menerus menjelekkan pemerintah. Bambang Harymurti mengatakan, Dewan Pers memperjuangkan kemerdekaan pers juga mengampanyekan upaya-upaya untuk mengoreksi pers agar bisa lebih baik.
Agung Rulianto selaku Manajer Peliputan TVOne yang hadir dalam diskusi publik itu menyambut kalau masalah itu tidak perlu diperpanjang lagi. Namun, ia menolak kalau pihaknya disebut tendensius ingin menjelek-jelekkan pemerintah.
Somasi terhadap Dipo Alam yang dilakukan harian Media Indonesia dan Metro TV, menurut penasihat Media Group, Jafar Assegaf, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (Pasal 4) tentang jaminan kebebasan pers dapat diterapkan dalam praktiknya.
Wartawan senior Rosihan Anwar berpendapat, istilah yang diucapkan Dipo Alam bahwa pers adalah pemangku kekuasaan itu tidak tepat. ”Kalau kita beda pendapat, ya silakan. Itu demokrasi. Kalau kita mau pelihara demokrasi, kita harus belajar,” kata Rosihan.
Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat Ramadhan Pohan menilai reaksi Dipo Alam itu tidak sejalan dengan karakter ataupun sikap Presiden SBY yang sangat menghormati kebebasan pers. (EDN/LOK/WHY)***
Source : Kompas, Jumat, 25 Februari 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar