Sabtu, 20 Agustus 2011

Jejak Teks Proklamasi di Cirebon

Sabtu, 20 Agustus 2011 - 01:26:08 WIB

MAJU TERUS

EKSPEDISI HUMANIORA ONLINE

Jejak Teks Proklamasi di Cirebon

Oleh : Sukardi

PROKLAMASI Cirebon dikumandangkan 2 hari lebih awal dari proklamasi yang dibacakan di Pegangsaan Timur Jakarta. Jika Proklamasi Jakarta dibacakan oleh seorang arsitek yaitu Ir. Soekarno, maka Proklamasi Cirebon dibacakan oleh seorang dokter yaitu dr. Soedarsono. Bunyi teks proklamasi yang dibacakan di Cirebon relatif berbeda dengan teks proklamasi yang dibacakan di Jakarta. Teks proklamasi yang dibacakan di Cirebon terdiri dari 300 kata yang pada dasarnya menggambarkan penderitaan rakyat di pemerintahan Jepang dan rakyat Indonesia tidak mau diserahkan ke tangan pemerintah kolonial lain. Demikian komentar Sutan Sjahrir saat ditanya tentang bunyi teks Proklamasi Cirebon yang dia susun (bersama aktivis gerakan kemerdekaan Indonesia lainnya).

Informasi proklamasi Cirebon yang dibacakan dan dihadiri oleh 150 orang dengan mengambil tempat tepat di tugu berwarna putih dengan ujung lancip menyerupai pensil dekat Alun-alun Kejaksan tersebut bisa dibaca dalam buku Sjahrir, "Peran Besar Bung Kecil" terbitan Majalah Tempo (edisi Desember 2010). Meski teks Proklamasi Cirebon itu --menurut penuturan Sjahrir sendiri-- hilang, sehingga otensitas peristiwa Proklamasi Cirebon tidak bisa terekam dengan baik seperti halnya Proklamasi Jakarta. Tetapi paling tidak ada satu indikasi kuat bahwa proklamasi kemerdakaan Indonesia memang murni dari aspirasi rakyat Indonesia, bukan pemberian penjajah Jepang atau Belanda. Proklamasi Jakarta merupakan akumulasi dan desakan rakyat segenap penjuru Tanah Air tentang kebutuhan menghirup udara bebas dari tekanan bangsa lain.

Dan menurut beberapa sumber, proklamasi yang dikumandangkan di Jakarta atau di Cirebon tersebut terjadi tepat pada saat rakyat Indonesia sedang melaksanakan ibadah puasa wajib di bulan Ramadhan. Proklamasi kemerdekaan republik ini terjadi ketika mayoritas penduduknya sedang memperbanyak tadarus, bersalatul lail, memperbanyak sedekah serta pelaksanaan ritus-ritus keagamaan lainnya.

Fakta Proklamasi Cirebon yang dikumandangkan 2 hari sebelum Proklamasi Jakarta dan dibaca oleh seorang dokter makin meneguhkan tesis bahwa Cirebon memang layak disebut sebagai kota revolusi dengan masyarakat yang terdidik. Pasalnya, latar belakang keberadaan padepokan milik Sunan Gunung Jati yang mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan, kanuragan dan kemandirian dalam berbisnis dan kemudian berlanjut dengan pendirian pondok-pondok pesantren oleh para keturunannya, sedikit banyak membentuk kultur masyarakat yang berani menghadapi risiko dibantai Jepang karena menyatakan kemerdekaan. Bukan rahasia kalau pendudukan Jepang yang hanya beberapa tahun jauh lebih bengis dibandingkan dengan penjajahan Belanda yang mencapai ratusan tahun.

Keberanian wong Cerbon memproklamirkan kemerdekaan tidak lepas dari adanya berkah Tuhan yang melimpah turun pada bulan Ramadhan serta kecerdasan para pemimpin masyarakat ketika itu dalam mengaktualisasikan ajaran agama. Perintah iqro (membaca) yang menjadi perintah awal kenabian dan yang turun pada bulan Ramadhan tidak dipahami hanya sebatas membaca teks agama, tetapi juga membaca dan memahami konteks masyarakat. Para aktivis atau pemimipin bisa memberikan pandangan serta meyakinkan masyarakat bahwa pelaksanaan ritus-ritus agama, keselamatan jiwa, kelanjutan keturunan, pengembangan akal budi serta harta mereka tidak akan bisa dijalankan secara optimal apabila masih dalam tekanan penjajah.

Belajar dari sejarah

Perayaan proklamasi tahun ini kebetulan bersamaan waktunya dengan pelaksanaan ibadah puasa, persis seperti ketika pertama kali teks proklamasi dibacakan. Nuansa euforia berbalut kebangsaan yang kental tak pelak akan lebih terasa dibandingkan dengan perayaan proklamasi selain bulan Ramadhan. Perayaan proklamasi di bulan Ramadhan dipastikan minus dari hura-hura yang menghabiskan dana belasan, bahkan mungkin ratusan juta rupiah. Pentas musik yang tak jarang dibarengi dengan liukan pinggul para penyanyi seksi diiringi pelototan mata anak-anak dan sorot birahi tanpa kendali dari para pemuda karena pengaruh alkohol relatif berkurang.

Segenap elemen warga negara memang seharusnya bisa melakukan perenungan lebih baik atas makna kemerdekaan yang direbut dengan darah, harta dan nyawa tersebut. Setelah lebih dari setengah abad merdeka, apakah semua orang yang hidup di bawah bendera republik ini sudah merdeka secara utuh? Apakah perlindungan negara terhadap agama, jiwa, akal, keturunan dan kekayaan kepada semua warganya sudah memadai?

Membincang negara berarti secara otomatis membicarakan persoalan pemerintah, wilayah dan rakyat. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah pemerintah sudah mengoptimalkan layanannya kepada masyarakat, apakah masyarakat sudah menaati kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, apakah pemerintah dan rakyat memiliki ketahanan untuk mempertahankan wilayah, dan berbagai pertanyaan lain yang muaranya berpangkal pada sinergitas antara pemerintah dan rakyat?

Secara substantif, musuh sebelum dan sesudah dibacakan teks proklamasi relatif sama, yakni ancaman terhadap keberadaan agama, jiwa, keturunan, akal dan harta, bedanya jika sebelum proklamasi musuhnya lebih konkret yaitu serdadu Jepang atau Belanda. Sementara pascaproklamasi bentuk ancamannya lebih kompleks dan beragam. Bercermin dari kesuksesan proklamasi di mana antara para pemimpin pergerakan dan rakyat bersatu, maka supaya berhasil menghadapi musuh bersama sekarang ini, perlu dibangun kolaborasi harmonis serta kesamaan sudut pandang antara rakyat dengan para pemimpinnya, baik pemimpin formal yang ada di birokrasi pemerintahan atau pemimpin non formal yang ada di masyarakat.

Ancaman terhadap keberadaan agama, bisa jadi berasal dari paham atau ideologis komunis serta tindakan pengeboman tempat-tempat ibadah. Ancaman terhadap keberadaan keturunan, bisa berbentuk penyebaran virus HIV atau kehidupan seks bebas. Ancaman keberadaan harta, dalam bentuk korupusi dana rakyat, pencurian, perampokan serta penjarahan, dan sebagainya.

Kolaborasi dan kesamaan persepsi terhadap ancaman ini akan menumbuhkan sikap saling menghargai yang berujung pada kohesivitas antara para tokoh dan masyarakatnya terhadap berbagai perilaku yang mengancam kemaslahatan negara. Persoalan penyebaran virus HIV tidak hanya menjadi urusan kementerian kesehatan dan LSM peduli AIDS tetapi juga menjadi urusan para tokoh agama dan masyarakat luas. Perlawanan terhadap koruptor yang merampok dana-dana rakyat tidak hanya menjadi urusan kementerian hukum dan LSM tetapi juga menjadi urusan tokoh agama dan masyarakat luas. Tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat lainnya harus mulai menjadi garda terdepan dengan menggunakan bahasa yang lebih vulgar dalam menyuarakan penentangan terhadap penyimpangan sosial yang terjadi di negeri ini seraya memberikan solusi.

Kolaborasi dan kesamaan persepsi akan berdampak pada berjalannya mekanisme sistem sosial yang memiliki nilai-nilai luhur keindonesiaan di tengah masyarakat. Resistensi masyarakat terhadap perilaku dan ajakan kelompok yang akan menggoyahkan sendi-sendi negara--seperti pendirian Negara Islam Indonesia misalnya---akan lebih kuat. Regulasi yang dibuat pemerintah akan selalu berpihak kepada rakyat secara luas. Para pejabat akan terjauh dari perilaku yang merugikan rakyat dengan memperkaya diri atau kelompok politiknya, dan para aktivis LSM akan cepat melakukan audensi atau kritik kepada para pejabat pemerintah yang dianggap menyimpang.

Kalau semua pemimpin dan rakyat sudah menyadari peran dan posisinya masing-masing maka kesejahteraan masyarakat pun akan lebih terjamin. Kue pembangunan bisa dinikmati oleh seluruh rakyat, dan perayaan proklamasi pun tidak lagi menyisakan jeritan anak-anak dari keluarga miskin yang tidak bisa mengenyam sekolah karena mahhalnya biaya pendidikan. Momentum perayaan proklamasi di bulan Ramadhan tahun ini bisa menjadi titik awal untuk menggapai kondisi tersebut. Wallahu a'lam.***

*) Sukardi, guru SMA Negeri 4 Kota Cirebon

Source : Kabar Cirebon.com, Sabtu, 20 Agustus 2011 - 01:26:08 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar