Mengejar Kualitas atau Komodifikasi Pendidikan ?
Sejak UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 disahkan, muncul beberapa kebijakan baru hasil turunan pasal-pasal dalam undang-undang yang menggantikan UU Nomor 2 Tahun 1989 itu. Yang cukup kontroversial di antaranya adalah satuan pendidikan menjadi Badan Hukum, penerapan standar nasional pendidikan, serta usaha peningkatan mutu satuan pendidikan menjadi bertaraf inetrnasioanl. Tujuan utamanya : meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Soal meningkatkan kualitas pendidikan memang tugas pemerintah. Masalahnya, misi tersebut membutuhkan anggaran yang besar. Dalam peraturan pemerintah disebutkan peranan pemerintah pusat, provinsi, dan pemerintah kota/kabupaten yang sharing anggaran menunjang program sekolah unggulan, terutama RSBI (rintisan) dan sekolah bertaraf internasional (SBI).
Faktanya, tujuh tahun sejak kebijakan baru tersebut digulirkan, berbagai komplikasi permasalahan tetap muncul. Komplikasi terbesar tetap soal anggaran sekolah, yang menyebabkan orangtua murid di sekolah unggulan harus mengernyitkan kening tiap tahun ajaran baru. Anggaran yang disediakan pemerintah bagi program SBI dan RSBI dianggap kurang sehingga akhirnya sekolah memungut tambahan dana dari orangtua siswa.
Di sisi lain, peningkatan kualitas yang ditargetkan ternyata belum sepenuhnya diapresiasi. Paling tidak, publik melalui jajak pendapat melihat kualitas pengajaran, kurikulum maupun lulusan, belum menunjukkan gambaran perbaikan yang menyeluruh.
Sebaliknya, banyak sekolah dengan embel-embel “internasioanl” dengan gampang mematok uang pangkal dan uang bulanan yang tinggi bagi calon siswa. Simbol status sebuah sekolah akhirnya menjadi alat tawar-menawar duit, baik bagi sekolah maupun orangtua. (JAJAK PENDAPAT Harian Umum KOMPAS).***
Sumber : Kompas, Jumat, 7 Mei 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar