CIREBON – Diantara tiga keraton di Cirebon, Keraton Kasepuhan merupakan yang terbesar dan tertua. Keraton yang dibangun tahun 1529 oleh Panembahan Ratu Pakungwati I (1526-1649), cicit Sunan Gunung Jati itu memiliki gaya arsitektur perpaduan Sunda, Jawa, Islam, China, dan Belanda.
Gaya arsitektur itu mencerminkan akulturasi berbagai budaya yang memperkaya Cirebon. Perpaduan Budaya tersebut berimplikasi pada pembentukan indentitas dan tipikal masyarakat Cirebon yang berbeda dengan suku Sunda dan Jawa.
Aura akulturasi sudah terasa saat memasuki keraton seluas 25 hektar ini. Di tengah taman yang berbentuk bundar (Bundaran Dewandaru) terdapat dua arca macan putih kembar dengan posisi berhadapan di atas gunungan. Arca yang merupakan lambang Keraton Kasepuhan itu kental dengan pengaruh Hindu. Adapun gerbang dan tembok yang mengelilingi keraton tersebut dari bata merah khas arsitektur Jawa.
Kesan akulturasi juga tampak saat memasuki museum yang menyimpan koleksi keraton. Salah satu koleksi museum yang paling sering mendapat perhatian pengunjung adalah Kereta Singa Barong.
Bentuk kereta itu memiliki tiga kebudayaan yang berkembang di Cirebon. Belalai gajah menunjukkan Cirebon sudah bersahabat dengan India (Hindu), kepala naga menunjukkan jalinan hubungan baik dengan China (Buddha), sedangkan sayap kereta menunjukkan kendaraan burak yang menandakan Cirebon sudah menjalin persahabatan dengan kebudayaan Islam. (ERI/Litbang KOMPAS).***
Keterangan Gambar :
|
|
Sumber : Buku “Denah Keraton Kasepuhan” tulisan Raden Saleh, ditulis ulang oleh Elang Nurmas. Keterangan tambahan dari Nanang dan Asmuni (pemandu wisata).
Foto-foto : Kartika Yunianto. Grafis : Tim Grafis KOMPAS Jawa Barat.
Source : KOMPAS, Sabtu, 4 Juli 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar