Kamis, 08 April 2010

Feng Shui, Terutama Membaca Wajah

Erwin Yap. (Kompas/Tonny D Widiastono)***

FENG SHUI

Erwin Yap Membaca Wajah

Oleh Tonny D Widiastono

Saat memasuki pekarangan rumahnya, ada rasa takut. Maklum, pemilik rumah dikenal sebagai orang yang mampu membaca wajah. Apalagi, wajah tidak bisa disembunyikan oleh pemiliknya. ”Ayo masuk, enggak usah takut, aku bukan ahli nujum, kok,” tutur Erwin Yap di rumahnya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, beberapa waktu lalu.

Meskipun masih berusia muda, Erwin yang tak mau menyebut tanggal dan bulan kelahirannya mengaku, kemampuan untuk membaca wajah dilakukan secara otodidak. ”Latar belakang saya ini pariwisata dari Trisakti, lalu belajar ke sana kemari,” kata Erwin yang baru kembali dari Eropa akhir 2006.

Lulus dari SMAK Pintu Air tahun 1988, Erwin melanjutkan pendidikan di Akademi Perhotelan Universitas Trisakti, lulus tahun 1991. Sebagai wisudawan terbaik, Erwin lalu bekerja di sebuah hotel di Cirebon. Kariernya pun menanjak, termasuk bekerja di sebuah restoran steak ternama di Ratu Plaza dan Jalan Wahid Hasyim, Jakarta. Pada saat itulah Erwin mulai mempelajari feng shui dan mempraktikkannya.

Belum lagi puas menikmati pekerjaan di bidang makanan dan minuman, anak bungsu dari 10 bersaudara ini tahun 2001 meninggalkan Indonesia, belajar feng shui ke Singapura, Malaysia, Belgia, dan Belanda. Di Brussels, Belgia, dan Utrecht, Belanda, itu Erwin mulai praktik feng shui.

”Feng shui, terutama membaca wajah, sama sekali tidak ada kaitannya dengan klenik, mitos, atau kepercayaan. Ini adalah metafisika China. Dan metafisika itu didasarkan pada filsafat, persis seperti dalam budaya Jawa ada physiognomy, seni atau ilmu meramal dengan mengamati bentuk mata, hidung, giri, dan telinga. Dalam tradisi China, ada bazi atau wuku, primbon dalam budaya Jawa. Itu semua saya coba pelajari,” kata Erwin yang mengaku juga belajar metafisika China ke Singapura dan Malaysia.

Dibagi tiga

Bagi masyarakat China, kata Erwin, wajah merepresentasikan kesehatan, keberuntungan, energi, kekayaan, sifat, dan karakteristik seseorang. Mengingat wajah setiap orang berbeda, representasi dari berbagai sifat itu pun berbeda. Pertanyaannya, mengapa wajah yang menjadi representasi seluruh kondisi manusia? Mengapa bukan tangan? ”Wajah adalah cermin alam bawah sadar kita,” ujar Erwin.

Dalam membaca wajah, masyarakat China mengaitkan campuran elemen dan mengklasifikasi berdasarkan bentuk wajah, perhatian terhadap warna, ukuran, dan kecacatan pada wilayah wajah. Wajah ”dibagi” tiga dari atas ke bawah. Setiap area merefleksikan situasi umur dan kehidupan yang diamati lima elemen (tanah, kayu, api, logam, dan air) serta teori keseimbangan Yin Yang. Dengan ”pembagian” itu, pembaca wajah dapat memprediksi berbagai kejadian yang ”terekam dalam wajah”, mendiagnosis penyakit, atau memahami kepribadian seseorang.

Selain klasifikasi itu, lanjut Erwin, wajah juga dapat dilihat dalam tiga tahapan trinitas kosmik China, yaitu surga, manusia, dan bumi. Tahap pertama—surga—dapat dilihat dari rambut ke bawah hingga alis mata. Area ini merefleksikan masa kecil. Jika dahi pendek dan sempit, ini mengindikasikan masa kanak-kanak orang itu tak bahagia. Adapun dahi lebar menandakan orang itu menikmati kebahagiaan pada masa kecil.

Tahap kedua—manusia—wilayah dari alis sampai tepat di bawah ujung hidung. Dan tahap ketiga—bumi—dimulai dari ujung hidung hingga ke bawah dagu. Itulah masa tua kita.

”Panjang ketiga wilayah itu—surga, manusia, dan bumi—harus seimbang. Bila proporsi dari salah satu area itu kurang dari sepertiga, berarti orang itu mengalami kehidupan yang sulit pada periode tertentu,” kata Erwin.

Selain itu, wajah manusia juga ”menyimpan” empat titik balik kehidupan. Titik-titik balik itu dikenal sebagai gerbang. Gerbang pertama, antara alis mata, merepresentasikan usia 41 tahun. Gerbang kedua terletak di bawah ujung hidung, merepresentasikan usia 51 tahun. Gerbang ketiga, terletak tepat di bawah bibir bawah, merepresentasikan usia 61 tahun. Keempat, terletak di bawah dagu, merepresentasikan usia 71 tahun. Sering kali gerbang-gerbang itu dipandang sebagai usia kritis.

”Jika pada gerbang-gerbang itu ada goresan, garis, atau tanda hitam, ini menjadi pertanda akan muncul kesulitan pada umur-umur yang direpresentasikan gerbang-gerbang itu,” kata Erwin.

Lima wajah

Erwin menambahkan, dalam membaca wajah dengan menggunakan metafisika China, kita juga harus memperhitungkan karakteristik lima elemen—tanah, kayu, api, logam, air—serta teori keseimbangan Yin dan Yang.

Disebutkan, wajah tanah umumnya berbentuk persegi, rahang menonjol, kulit pucat dan tebal, serta suara berat. Tipe manusia ini mampu membangun kehidupan yang solid. Mereka bersifat praktis, gigih, hati-hati dengan uang. Masalah yang sering mereka alami umumnya peragu, mudah mengalami masalah pada perut, lambung, dan limpa.

Wajah kayu biasanya berhidung panjang, dahi dan pipi sempit. Tatapan matanya lembut, rambut dan alis mata tidak tebal dan kaku. Mereka umumnya memiliki visi masa depan yang jelas, mampu membuat perencanaan yang bagus. Persoalan yang sering dialami, hati dan saluran urine rentan penyakit.

Wajah api, wajah panjang, tulang pipi besar dan menonjol, dagu lancip, dahi lebih lancip dari tipe kayu. Rambut keriting berwarna kemerahan. Mereka mampu memberi inspirasi dan membuat orang lain ”terbakar”. Api yang berlebihan dapat menimbulkan masalah pada jantung, kegelisahan, kulit, dan insomnia.

Wajah air adalah bulat, gemuk, lembut, dan kadang bertubuh bulat. Mata besar, lembut, rambut gelap atau berwarna. Mereka biasanya pendiam, mudah terbawa sensasi, rentan tarikan emosi, sensitif, pendengar, pemerhati, dan penasihat yang baik.

Pertanyaannya, apa manfaat dari kemampuan membaca wajah? ”Dengan mampu membaca wajah, kita menjadi paham akan diri sendiri, paham akan orang lain, dalam karier, finansial, kesehatan, dan sebagainya,” ujar Erwin.

Meskipun demikian, Erwin tetap mewanti-wanti, teknik membaca wajah hanyalah salah satu cara untuk memahami diri sendiri dan orang lain, serta diharapkan kelak akan mampu membentengi kita dalam berinteraksi dengan orang lain.

”Saya selalu memberikan teknik membaca wajah kepada siapa pun agar kita semua bisa belajar dan mawas diri atas apa yang terjadi pada diri sendiri. Ilmu ini saya tularkan dengan berbagai cara, entah dengan menulis, memberikan seminar, saat wawancara, atau tampil di media lain. Dengan mengetahui ciri-ciri diri, kita bisa belajar menahan diri. Tujuan dari semua ini agar kita bisa hidup harmonis dengan diri sendiri ataupun orang lain,” ujarnya.

ERWIN YAP

• Lahir: di Jakarta tahun 1969

• Pendidikan:

- SDK Sang Timur Batu-Malang

- SMP Kristen II Jakarta

- SMAK – BPK Penabur Pintu Air, Jakarta

- Akademi Perhotelan Trisakti, Jakarta

• Status: Lajang

• Pekerjaan:

- Praktik membaca wajah

- Kontributor di majalah ”Idea” dan Feng Shui for Life di televisi O Channel

• Prestasi:

- Wisudawan terbaik Akademi Perhotelan Universitas Trisakti, 1991

- Ahli membaca wajah

• Buku: ”Frace Reading, Teknik Membaca Wajah” (terbitan Intisari) ***

Source : Kompas, Sabtu, 20 Maret 2010 | 02:48 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar