Kamis, 08 April 2010

Internationale Tourismus Borse Berlin 2010, 10-14 Maret

Demonstrasi pembuatan wayang kulit di arena ITB Berlin 2010,10-14 Maret. (Kompas/Kenedi Nurhan)***

PROMOSI KEPARIWISATAAN

Sebaris Pesan dari Berlin

Jero Wacik tampak semringah. Sebagai ketua delegasi Indonesia ke Internationale Tourismus Borse Berlin 2010, 10-14 Maret, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI ini mengaku benar-benar bebas dari tekanan. Di tengah ingar-bingar suasana ITB Berlin 2010 yang riuh, tebaran senyum dan optimisme selalu menyertainya selama 3 hari ikut ”menjaga” Paviliun Indonesia di arena pameran.

Tahun ini kita (baca: Indonesia) akan merebut pasar Eropa,” kata Jero Wacik. Pasar Eropa yang ia maksudkan tak lain adalah calon-calon wisatawan dari negeri empat musim ini agar berkunjung ke Indonesia. ”Meski target yang dicanangkan 773.000 wisatawan mancanegara dari Eropa yang berkunjung ke Indonesia, saya optimistis bisa mencapai angka 1 juta,” tambahnya.

Boleh jadi banyak kalangan tersenyum simpul, meragukan optimisme sang menteri. Akan tetapi, bagi Jero Wacik, semangat dan optimisme perlu selalu dikobarkan untuk melapiki etos dan kerja keras yang harus dibangun di atasnya. Bahkan, dengan target pertumbuhan wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia hingga 9 persen pada 2010, yakni dari 6,4 juta (2009) menjadi 7 juta, angka ini jauh di atas prediksi UN-WTO (Organisasi Kepariwisataan Dunia di bawah PBB yang bermarkas di Madrid) yang memperkirakan arus kunjungan wisatawan mancanegara hanya tumbuh sekitar 3 persen.

Jika data statistik kunjungan wisatawan mancanegara selama 2009 benar-benar bisa dipertanggungjawabkan, capaian Indonesia memang pantas diapresiasi. Ketika perekonomian dunia dilanda krisis dan pertumbuhan wisatawan internasional turun 4 persen dibandingkan dengan 2008, Indonesia justru mencatat 6,4 juta wisatawan mancanegara yang berkunjung ke negeri ini selama 2009, atau naik sekitar 1 persen. Khusus untuk pasar Eropa, jumlah wisatawan malah naik hingga 3,92 persen, yakni dari 616.863 menjadi 641.024 wisatawan.

Melihat capaian yang diraih Indonesia selama 2009 dan target pertumbuhan yang dipatok untuk tahun 2010, Sekjen UN-WTO Taleb Rifai saat berkunjung ke Paviliun Indonesia di arena Bursa Pariwisata Internasional (Internationale Tourismus Borse/ITB) Berlin 2010 mengaku kagum. Ia juga memuji kisah sukses kepariwisataan Indonesia yang justru berjaya di saat dunia dilanda krisis.

”Tentu saja saya mengapresiasi langkah dan terobosan yang dilakukan Indonesia sehingga dunia kepariwisataan tidak saja memberikan nilai tambah dari aspek ekonomi, tetapi juga ikut memperkaya nilai sosial dan budaya,” kata Rifai.

Bagi sejumlah negara, termasuk Indonesia, sektor pariwisata memang salah satu primadona penghasil devisa. Sebutlah seperti Maladewa, negara kecil di Samudra Hindia yang wilayah daratannya hanya berupa pulau-pulau karang atol, mampu hidup dan menghidupi rakyatnya dari jasa pariwisata setelah sektor kelautan.

Indonesia? Meski keragaman budaya dan eksotisme alam yang luar biasa kaya belum tergarap maksimal, ditambah jasa sektor industri kreatif yang juga bisa jadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan, sumbangan sektor ini terhadap pendapatan negara ternyata cukup mencengangkan.

Data yang disodorkan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata memperlihatkan, selama tahun 2009 sektor pariwisata mampu menyumbang pendapatan negara hingga 7,3 miliar dollar AS atau sekitar Rp 68 triliun. Capaian ini hanya dikalahkan oleh sektor minyak dan gas bumi, serta kelapa sawit. Dengan target kenaikan wisatawan mancanegara hingga 7 juta, kementerian ini bahkan optimistis bisa menyumbang pemasukan hingga 7,8 miliar dollar AS pada 2010.

”Persaingan di bidang kepariwisataan yang paling keras dalam menggaet wisatawan sesungguhnya adalah faktor keamanan,” kata Jero Wacik.

Menurut dia, dari aspek keamanan, saat ini Indonesia jauh lebih baik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada tiga keikutsertaan terdahulu— dari 15 kali Indonesia berpartisipasi sejak ajang promosi pariwisata terbesar di dunia ini digelar tahun 1966—Indonesia datang di tengah citra buruk, khususnya dari segi keamanan. Kerusuhan berbau etnis, peristiwa tsunami, dan kasus bom, terutama yang terjadi di Bali, sempat merusak citra Indonesia di mata sebagian wisatawan Eropa.

”Sekarang berbeda. Citra Indonesia dalam keadaan sangat baik. Kasus Century? Tidak ada masalah bagi calon wisatawan. Yang ribut, kan, cuma di DPR,” ujarnya.

Beragam pertunjukan

Dibandingkan dengan paviliun negara-negara peserta ITB Berlin 2010 lainnya, terutama peserta dari kawasan Asia-Oceania yang berada di Gedung Messegelande Berlin, Paviliun Indonesia yang menempati areal seluas 800 meter persegi relatif kurang memperlihatkan jati dirinya. Penataan ruang tidak cukup memunculkan semangat keindonesiaan sebagai sebuah bangsa yang besar.

Luas dan lapang, tetapi paduan ornamen Bali, Toraja, dan Papua dengan penonjolan warna-warna terang yang dipajang tanpa memperhitungkan aspek keletakan dan komposisi ruang membuat fokus perhatian pengunjung terpecah. Pilihan dan tata letak meja-kursi peserta bursa dari kalangan industri pariwisata pun sangat bersahaja. Untung ada panorama Candi Prambanan dan Borobudur yang cukup memikat, diletakkan di dua tempat terpisah.

Meski banyak mendapat pujian, termasuk dari panitia yang kemudian menobatkan Indonesia di urutan ke-5 penyaji terbaik di antara peserta pada ruang pamer kawasan Asia-Oceania, sangat boleh jadi hal itu karena Indonesia unggul dalam penampilan seni pertunjukannya. Panggung yang dibuat menonjol dengan maskot patung binatang komodo di latar depan, berikut patung Asmat yang tinggi menjulang di sayap kanan, setiap hari memang selalu diisi beragam pertunjukan.

Sumbangan tim kesenian dari KBRI Berlin, mulai dari sajian tari Betawi saat acara pembukaan, aneka variasi tari saman dari Aceh yang sudah melegenda itu, hingga peragaan busana karya Lina Berlina—desainer asal Bandung yang kini tinggal di Berlin—selalu menjadi pusat perhatian. Belum lagi penampilan tim kesenian dari Papua yang khusus datang mendampingi tim promosi pariwisata pemerintah setempat.

Di luar itu, demonstrasi pembuatan wayang kulit oleh tim promosi Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko; peragaan sulam tangan oleh Yayasan Sulam Indonesia; serta pembuatan patung dan kerajinan kulit kayu oleh pemahat dari Lembah Baliem, Papua, memberi nilai lebih pada Paviliun Indonesia. Sajian khusus ”pojok” kopi oleh Asosiasi Kopi Spesial Indonesia, juga keberadaan terapi spa dari Sari Royal Heritage yang disertakan dalam ITB Berlin kali ini, ikut menyedot antrean pengunjung.

Kerja keras

Selama lima hari ITB Berlin 2010 digelar, diperkirakan 200.000 pengunjung hadir di ajang promosi pariwisata terbesar di dunia tersebut. Sekitar 11.000 peserta dari kalangan industri pariwisata, berasal dari 180 negara tampil, bertemu para agen perjalanan yang akan memfasilitasi jutaan wisatawan berkunjung ke berbagai belahan dunia.

Tidak ada yang gratis! Di luar biaya perjalanan dan akomodasi, untuk mendapat satu meja kecil dengan tiga kursi di setiap paviliun, setiap peserta dari kalangan industri pariwisata harus berkontribusi 1.000 euro atau sekitar Rp 12,5 juta. Kontribusi tersebut belum termasuk tiket masuk selama pameran senilai 46 euro, seperti juga yang harus dikeluarkan oleh pengunjung pameran. Khusus bagi pengunjung umum, yang dibuka pada dua hari terakhir pameran, panitia mengenakan tiket 28 euro, dan bila membawa kendaraan pribadi ke lingkungan gedung pameran dikenai tambahan biaya 100 euro.

Boleh jadi, tak terbayangkan sebelumnya oleh Manfred Busche bersama dua rekannya, Hans Trautmansberger dan Susanne Barth, bahwa rintisan yang mereka lakukan dengan menggelar ITB Berlin untuk pertama kalinya pada 44 tahun silam akan semegah dan setenar seperti sekarang. Dalam suasana ketika Tembok Berlin yang memisahkan dua ”wilayah ideologi” di satu kota tersebut masih berdiri kokoh, ketika Perang Dingin antara Barat dan Timur masih sedingin salju yang tersisa di pertengahan bulan Maret, impian itu tetap mereka wujudkan di tengah sinisme banyak orang.

Bertahun-tahun mereka membangun citra, membuat jaringan, dan mempromosikannya ke seantero dunia. Hasil dari kerja keras yang disertai semangat dan optimisme itu kini menggema ke lima benua, menjadi tolehan kalangan industri pariwisata dan para agen perjalanan dunia! (KEN) ***

Source : Kompas, Sabtu, 20 Maret 2010 | 03:02 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar