Materi yang disampaikan Hindro Martono dalam acara copy morning "Silaturahmi Keluarga Besar TNI "
di Makodim 0616 Indramayu, Rabu (27/5). Yang diundang dalam acara tersebut Pengurus
Ormas PPM, FKPPI, LVRI, Angkatan '45, dan Pepabri. (Foto: Satim)
Komponen Cadangan Pertahanan
Oleh : EDY PRASETYONO
Saat ini DPR sedang membahas Rancangan Undang-Undang tentang Komponen Cadangan Pertahanan Negara. RUU ini melahirkan beberapa kekhawatiran militerisasi masya-rakat sipil yang mengancam demokrasi. Pandangan kritis lain mengatakan, lebih baik membenahi kekuatan TNI daripada membuat komponen cadangan.
Praktik universal
Sulit mempertahankan argumen bahwa komponen cadangan merupakan militerisasi masyarakat dan mengancam demokrasi. Amerika Serikat mempunyai komponen cadangan melalui sistem wajib militer, seperti Singapura dan Korea Selatan. Sedangkan kekuatan cadangan Inggris, Australia, dan Kanada dibentuk secara sukarela. Ada juga yang menerapkan sistem pendataan otomatis terhadap prajurit yang baru memasuki pensiun dan beberapa profesi yang secara fisik dan kemampuan siap dipakai sebagai komponen cadangan, seperti dilakukan Jepang. Jadi, secara umum, komponen cadangan adalah praktik universal.
Yang harus dipikirkan adalah bagaimana komponen cadangan dibentuk ? Dengan wajib militer, kekuatan cadangan reguler sukarela, sistem registrasi otomatis aneka kekuatan yang sudah siap, atau penyiapan seluruh warga negara melakukan bela negara (kewajiban milisi) yang hanya bisa dikerahkan melalui keadaan darurat dan mobilisasi umum ?
Komponen cadangan merupakan kekuatan penting pertahanan negara yang mempunyai tiga peran. Pertama, operasionalisasi sistem pertahanan semesta. Kedua, kekuatan penangkal (deterrence). Ketiga, kerangka legal kewajiban bela negara (kewajiban milisi), terutama untuk menghadapi agresi militer dari luar. Perlu digaris bawahi, kewajiban bela negara dalam keadaan darurat perang berlaku di semua negara.
Isu-isu sensitif
Bagian paling sensitif dari RUU ini adalah Pasal 8 Ayat (l), "Pegawai negeri sipil, pekerja, dan/atau buruh yang telah memenuhi persyaratan wajib menjadi anggota komponen cadangan". Persepsi yang muncul, wajib militer akan diberlakukan. RUU tentang ini tampak ragu, apakah yang dimaksud wajib militer terbatas meski tidak eksplisit menyebut wajib militer. Sebagian berpendapat, ini bukan wajib militer karena perekrutan, besaran, dan pengaktifan masa dinas aktif 30 hari per tahun dalam masa bakti lima tahun tidak lazim digunakan dalam wajib militer.
Isu sensitif lain adalah Pasal 14 Ayat (3), "Setiap pemilik, pengelola, penanggung jawab sumber daya alam, sumber daya buatan, sarana, dan prasarana nasional yang diperlukan dan telah ditetapkan wajib menyerahkan pemakaian sumber daya alam, sumber daya buatan, sarana, dan prasarana nasional, termasuk yang mengawaki yang berada di bawah kekuasaannya kepada menteri atau pejabat yang ditunjuk guna dibentuk menjadi komponen cadangan".
Perlu ditegaskan, untuk sumber daya yang bukan milik negara, dalam kondisi normal mereka dan pemiliknya ada di luar kekuasaan negara. Para pemilik hanya wajib menyerahkan pemakaian sumber daya saat negara menyatakan keadaan darurat dan mobilisasi. Identifikasi keperluan dan penetapan sumber daya untuk menjadi komponen cadangan tidak dilakukan dengan menyerahkan pemakaian, tetapi melalui pembangunan infrastruktur. Pasal ini juga rancu dengan Pasal 25, bahwa dalam keadaan tidak aktif, meski sudah berstatus komponen cadangan, tetap ada di tangan pemilik.
Ketentuan tentang mobilisasi juga bermasalah. Pasal 4 menyatakan, komponen cadangan hanya digunakan saat latihan dan mobilisasi. Dalam RUU ini mobilisasi diartikan sebagai penggunaan semua sumber daya, sarana, dan prasarana sebagai kekuatan pertahanan negara. Dalam pengertian ini, seharusnya mobilisasi mensyaratkan pernyataan keadaan darurat.
Untuk komponen cadangan manusia, saat dalam masa dinas aktif dan terintegrasi pada matra masing-masing, pengerahan dan penggunaannya tidak melalui mobilisasi, tetapi Undang-Undang TNI. Sementara untuk nonmanusia, penggunaan dalam situasi normal melalui koordinasi dan integrasi kebijakan pembangunan infrastruktur pertahanan. Mereka hanya bisa diserahkan kepada negara, dipakai sebagai komponen cadangan hanya saat negara dalam keadaan darurat.
Dengan kompleksitas politik dan teknis itu, sebaiknya pembentukan komponen cadangan tidak diselenggarakan lewat sistem wajib militer, tetapi melalui sistem voluntary regular reserve force dengan kualifikasi seperti komponen utama, tetapi dengan masa dinas jauh lebih pendek.
Kekuatan itu ditopang sistem kewajiban bela negara (kewajiban milisi). Secara operasional, ini bisa diwujudkan sejak dini dalam aneka kebijakan, program, dan bela negara. Sedangkan sumber daya lain dapat diarahkan untuk memberikan sumbangan bagi kepentingan pertahanan melalui aneka kebijakan pembangunan infrastruktur. Mereka bisa diserahkan pemakaiannya kepada negara hanya saat negara melakukan mobilisasi umum melalui pernyataan keadaan darurat.
EDY PRASETYONO
Dosen Jurusan Hubungan Internasional
Universitas Indonesia, Depok, Peneliti pada IODAS, Jakarta
Source : KOMPAS, Senin, 25 MEI 2009
Gambar : Dokumen Mahkamah Konstitusi
Illustrasi Foto-foto hasil jepretan Satim
Merupakan pemikiran yang mantap, terimakasih
ReplyDeletemenwa
ReplyDeletetuh cocok dan pas utk mjd komponen cadangn negara yg intelekt
lngsung angkt jdi perwira semua