11 Maret 2011
EKSPEDISI HUMANIORA ONLINE
Izin Baru RSBI Dihentikan
JAKARTA, EKSPEDISI HUMANIORA ONLINE - Pemerintah menghentikan pemberian izin baru rintisan sekolah bertaraf internasional mulai tahun 2011. Pemerintah sedang mengevaluasi 1.329 SD, SMP, dan SMA/SMK berstatus rintisan sekolah bertaraf internasional yang izinnya diberikan pada 2006-2010.
”Ternyata sekolah bertaraf internasional tidak sederhana. Ini perjalanan panjang yang wajahnya sampai sekarang belum jelas. Karena itu, kami belum berani menyebut sekolah bertaraf internasional (SBI), tetapi masih rintisan SBI. Untuk itu, pemerintah menahan dulu pemberian izin baru RSBI,” kata Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal dalam acara ”Simposium Sistem RSBI/SBI: Kebijakan dan Pelaksanaan” yang dilaksanakan British Council di Jakarta, Rabu (9/3).
Pemerintah juga sedang menyiapkan aturan baru soal standar SBI di Indonesia. Fasli mengatakan, dari kajian sementara, pendanaan RSBI sebagian besar ditanggung orangtua dan pemerintah pusat. Dukungan pendanaan dari pemerintah daerah justru minim.
RSBI pun sebagian besar siswanya dari kalangan kaya. Ini disebabkan biaya masuk untuk SMP dan SMA RSBI yang relatif mahal, berkisar Rp 15 juta dan uang sekolah sekitar Rp 450.000 per bulan. Di sisi lain, alokasi 20 persen untuk siswa miskin yang mendapat beasiswa juga tidak dipenuhi RSBI.
Dari kajian sementara juga terungkap, dana yang dimiliki RSBI sekitar 50 persennya dialokasikan untuk sarana dan prasarana, sekitar 20 persen untuk pengembangan dan kesejahteraan guru, serta manajemen sekolah berkisar 10 persen.
Adapun soal kemampuan bahasa Inggris guru juga masih belum memadai. Kajian pada tahun 2008, sekitar 50 persen guru di RSBI ada di level notice (10-250). Sementara untuk guru Matematika dan Sains kemampuan di level terendah notice dan elementary.
Hanya kemampuan guru pengajar bahasa Inggris di RSBI yang memenuhi syarat di level intermediate ke atas. Kemampuan bahasa Inggris kepala sekolah RSBI sekitar 51 persen berada di level terendah.
Fasli mengatakan, SBI bukanlah tujuan akhir. ”Jadi, tidak ada target Indonesia mesti punya berapa banyak SBI. Kami memfasilitasi sekolah untuk jadi RSBI dan SBI karena itu amanat UU Sistem Pendidikan Nasional. Tetapi tentu nanti dibuat aturannya yang lebih baik lagi,” katanya.
Dari RSBI yang ada, kata Fasli, akan dievaluasi secara ketat. Ada RSBI yang nanti dijadikan SBI, ada yang tetap RSBI, dan ada yang diturunkan kembali menjadi sekolah reguler.
Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta Slamet mengatakan, SBI yang paling penting mutunya. Jika sekolah sudah merasa unggul, pengayaan untuk menjadi SBI tidak harus mengambil dari negara lain. ”SBI itu mestinya tetap mengutamakan keunggulan lokal, karakteristik Indonesia, regional, dan global,” katanya.
Hywel Coleman, konsultan di British Council, yang juga pengajar di Universitas Leeds, Inggris, mengatakan, RSBI tidak harus menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. ”Menyiapkan siswa berwawasan global, jangan diartikan sempit dengan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar di sekolah,” ujarnya.
Menurut Coleman, globalisasi juga jangan diartikan siswa harus bisa bersaing dengan siswa dari negara lain. ”Di dunia global, sekolah internasional justru harus menyiapkan diri sebagai mitra atau sahabat negara lain. Sekolah internasional harus diartikan sebagai upaya sekolah menyiapkan siswa untuk bisa hidup bersama dalam perbedaan dan keanekaragaman,” katanya. (ELN)***
Source : Kompas, Kamis, 10 Maret 2011
KOMENTAR
Ada 10 Komentar Untuk Artikel Ini.
moch syahiful
Jumat, 11 Maret 2011 | 09:05 WIB
RSBI cenderung membeda-bedakan pendidikan yang seyogyanya dapat dinikmati semua kalangan,
Balas tanggapan
supriyono koempoel
Kamis, 10 Maret 2011 | 19:25 WIB
Memang aneh negeri ini...disetiap provinsi..kabupaten/kota dan bahkan di seluruh kecamatan sudah ada pejabat dari dinas pendindikan...lha kok wakil menteri baru tahu tentang kelemahan RSBI...wah...jadi selama ini cuma magata ya...alias makan gaji buta..
Balas tanggapan
nana suryana
Kamis, 10 Maret 2011 | 17:27 WIB
RSBI/SBI tidak sesuai dengan konsep mencerdaskan kehidupan bangsa sebab dengan biaya yang tinggi justru telah terjadi kapitalisme di bidang pendidikan...masalah kualitas memang lebih dari sekolah biasa. Tapi yang perlu difikirkan apakah SBI dan RSBI bisa menjangkau masarakat level bawah dengan tanda kutif..artinya bisa di akses oleh siswa tak mampu/miskin yang berprestasi.Ingat kepintaran bukan hanya milik orang kaya saja...Allah menganugrahkah kepintaran akal kepada semua manusia.Tolong pemerintah pikirkan konsep pendidikan yang cocok untuk masyarakat Indonesia...bukankah pendidikan yang ideal itu untuk menghasilkan tingkah laku sikap mental dan moral yang baik.
Balas tanggapan
AGUS SETIAWAN
Kamis, 10 Maret 2011 | 16:36 WIB
Iya jadi bukan sekolah berbiaya internasional (SBI), tetapi mutunya sama saja dengan sekolah biasa.
Balas tanggapan
Novi Adi
Kamis, 10 Maret 2011 | 15:26 WIB
Selain SBI (sekolah berkedok international), yg perlu benar2 dihentikan adalah model2 ujian masuk mandiri di PTN, karena ini sami mawon dg SBI, alias diskriminasi kaya miskin doang.
Balas tanggapan
Reza Mago
Kamis, 10 Maret 2011 | 12:09 WIB
sudah tahu konsep imperialisme kok dipakai?ngomong tinggi soal nasionalisme dan pancasila,tapi terkesan tidak paham sama sekali tentang hal seperti ini.apa suda keebakan denan demokrasi liberal yg terjadi saat ini.munafik bila kita bilang demokrasi pancasila.karena fakta tidak berkata demikian
Balas tanggapan
Lie thongspeed
Kamis, 10 Maret 2011 | 10:14 WIB
ha nggeh leres meniko kang mas...SBI mestinya meningkatkan mutu pendidikan yang semakin merakyat dan membangun karakter mendasar yang ber-Indonesia raya bukan memindahkan penjajahan di dalam kelas atau sekolah.
Balas tanggapan
aloys susilarto
Kamis, 10 Maret 2011 | 10:11 WIB
Setelah ada gugatan dari beberapa pihak yg menyangsikan keberhasilan RSBI dan SBI. sampe tuntutan mundur Mendiknas, baru terungkap bahwa pelaksanaan program tsb memang tdk sesuai yg diharapkan.Program tsb sebaiknya sgr di perbaiki dan disempurnakan, shg orangtua yg telah membyar mahal , tdk merasa dirugikan. Selesaikan periode sekolah yg 3 th, kemudian evaluai . bisa di teruskan, di tutup atau di buka terbatas. Ini suatu pelajaran utk pembuat program2 baru, harus di uji coba terbatas dulu sebelum di buka secara nasional.
Balas tanggapan
Leo Agung Christanto
Kamis, 10 Maret 2011 | 10:02 WIB
iyalah...bikin ruwet aja....ujung2nya hasilnya juga sama...cuman gengsi doang..................
Balas tanggapan
nugroho nugroho
Kamis, 10 Maret 2011 | 06:19 WIB
Dari awal memang RSBI kurang didukung dgn konsep yg jelas dan di tingkat operasional terjadi banyak penyimpangan. pemerintah tidak memiliki mekanisme kontrol mutu dan peningkatan mutu yg sistematik dan terprogram
Balas tanggapan