Monday, November 30, 2009

PELATIHAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE 2009

Drs. H. Yayan Mulyantoro MM,
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan

Kabupaten Indramayu


PELATIHAN PENGELOLAAN

HUTAN MANGROVE

2009

Pelatihan Pengelolaan Hutan Mangrove 2009 merupakan program tahunan yang dilakukan oleh Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wil. I yang pelaksanaannya lakukan setiap tahun. Pelatihan ini dilaksanakan pada tanggal 2 - 6 November 2009, bertempat di Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wil. I. Peserta pelatihan berasal dari seluruh provinsi wilayah kerja BPHM Wil. I antara lain :

NO

Nama Peserta

Asal Peserta



1

AMRIN MA'RUF,S Hut.

Dinas Kehutanan dan Perkebunan kab. Cilacap


2

SUTADI RONO DIPURO, SP.

Dinas Kehutanan Kab. Batang


3

ERWANTO BUDI UTOMO,SP.

Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kab. Gresik


4

Ir. MOH. YULI SUSETIO MUKTI,MM

Dinas Pertanian Kota Surabaya


5

SISWADI,SP.

Dinas Kehutanan, Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Kab. Banyuwangi


6

SUDIRMAN, SP.

Dinas Kehutanan, Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kab. Cirebon


7

H. INDUY YANASARI

Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Subang


8

Drs. H. YAYAN MULYANTORO, MM

Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Indramayu


9

ABUBAKAR H DINAR, SE

Dinas Kehutanan Kab. Bima


10

UDHI MUJIONO

Dinas Kehutanan, Perkebunan dan Pertanian Sumbawa Barat


11

I WAYAN SAMAWA

Dinas Kehutanan dan Perkebunan Sumbawa Besar


12

SIDIQ CAHYONO, Amd

Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Lombok Tengah


13

ALWI, S.Sos, MM.

Dinas Kehutanan Kab. Dompu


14

YOHANES DULI LETON

Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Flores Timur


15

NYONGKI WELHELMUS RONY BETTE

Dinas Pertanian Perkebunan dan kehutanan Kab. Rote Ndao


16

KRISTIANUS HALE BEREK, S.Hut

Dinas Kehutanan Kab. Kupang


17

PAULUS PATI WENAMAYA, Amd

Dinas Kehutanan Kab. Sumba Timur


18

AGUSTINUS MOZA, SE

BAPPEDA Sumba Barat


19

AGUS SALIM, SE

BAPPEDA Provinsi Sulawesi Tengah


20

Ir.EVA RANTUNG, M.Si.

BAPPEDA Provinsi Sulawesi Tengah


Materi yang diajarkan pada pelatihan ini antara lain :

No

Materi

Pemateri

1

Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

Kepala Balai BPHM Wil. I Denpasar

2

Dinamika Kelompok

Oktavina Windrati

3

Ekologi Mangrove

Moch Budi Purnomo, S.Hut

4

Pengenalan dan Identifikasi Jenis Tanaman Mangrove

I Nyoman Sarwa

5

Teknik Pembuatan Persemaian Tanaman Mangrove

Hari Sudrajat

6

Teknik Rehabilitasi Mangrove

I Komang Tri Wijaya Kusuma, SP.

7

Pemanfaatan Sumberdaya Mangrove

Ni Nyoman Yeni Susanti, S. Hut

8

Teknik Silvofishery

Fatahur Rahim, SP.

Dana yang digunakan pada pelatihan ini berasal dari dana DIPA Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wil. I Denpasar.

Copyright © 2009
Mangrove Information Centre
Jl. By Pass Ngurah Rai Km. 21, Suwung Kauh, Denpasar, Bali
Telp. 0361-726969, Fax. 0361-710473
e-mail micjica@indosat.net.id

Festival Upacara Adat se-Provinsi DI Yogyakarta

Festival Upacara Adat

Dinas Kebudayaan Provinsi DI Yogyakarta menggelar Festival Upacara Adat se-Provinsi DI Yogyakarta, Minggu (29/11). Kegiatan bertajuk Apresiasi dan Penguatan Kearifan Lokal ini melibatkan 10 desa wisata se-Provinsi DI Yogyakarta dan dimeriahkan oleh Bregada Prajurit Kasultanan Ngayogyakarta . ( Foto : Kompas/Wawan H Prabowo)***


SUSUR SUNGAI LASEM

SUSUR SUNGAI LASEM

Sejarawan di Rembang Rekomendasikan

Lasem sebagai Kota Cagar Budaya

LASEM - Masyarakat Sejarawan Indonesia Kabupaten Rembang bersama puluhan guru se-Kabupaten Rembang menyusuri Sungai Lasem di Kecamatan Rembang, Jawa Tengah. Mereka berupaya menginventarisasi jejak-jejak sejarah di sekitar sungai tersebut dan bakal merekomendasikan kota tua Lasem dan Sungai Lasem sebagai Kota Cagar Budaya (heritage town).

Dalam kegiatan bertema ”Menyusur Sungai, Meretas Sejarah Cina di Lasem” itu, Minggu (29/11), Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Rembang mencatat sembilan jejak sejarah di bantaran Sungai Lasem. Jejak sejarah yang dimaksud adalah Klenteng Makao, bekas pelabuhan Dasun, Masjid Tiban, parit jalur candu, kembatan lori pengangkut kayu, bekas permukiman China, galangan kapal, bekas pos pengawasan laut, dan situs tambak bathuk mini.

Hal lain yang juga ditemukan dalam penyusuran tersebut adalah sejumlah keprihatinan lingkungan. Misalnya, hampir di setiap bantaran sungai terdapat WC liar dan tempat pembuangan sampah, penumpukan sawah di sungai, hutan mangrove yang kian menipis, serta sedimentasi muara sungai.

Sejarawan Rembang, Slamet Widjaja, mengatakan, masyarakat sekitar Sungai Lasem dan pemerintah kurang peduli terhadap potensi sejarah sungai itu. Mereka tidak pernah merawat dan berupaya melestarikan situs-situs sejarah yang ada.

”Padahal, situs-situs itu merupakan saksi bisu sejarah sekaligus dapat menjadi tempat studi konkret yang melengkapi teori sejarah yang diberikan di sekolah. Sayang kalau tidak dilestarikan, bisa-bisa generasi selanjutnya dapat kehilangan informasi sejarah itu,” ujar Slamet.

Arsitek dan perencana lingkungan binaan asal Semarang, Widya Wijayanti, yang mengikuti kegiatan tersebut mengusulkan agar pemerintah, melalui MSI Rembang, mengusulkan Sungai Lasem dan kota tua Lasem menjadi kota pusaka. Alasannya, di bantaran sungai dan kota tua terdapat bangunan-bangunan bersejarah yang mempunyai nilai tinggi, baik di bidang arsitektural maupun sejarah.

Dalam kaitan itu, Ketua Umum MSI Rembang Edi Winarno mengatakan, pihaknya berencana membuat rekomendasi untuk mengemas Sungai Lasem dan kota tua Lasem sebagai kota wisata. Potensi wisata itu beragam, yaitu wisata batik Lasem, susur Sungai Lasem, dan mengunjungi atau mempelajari bangunan-bangunan bersejarah. ”Kami akan memulai dengan rekomendasi tentang pembenahan lingkungan sungai dan kota tua yang kotor,” katanya. (HEN)***

Source : Kompas, Senin, 30 November 2009 | 08:41 WIB

Mengenai Ujian Nasional : Guru dan Siswa Masih Kebingungan

Kepastian UN Ditunggu

Guru dan Siswa Masih Kebingungan

JAKARTA - Belum adanya kepastian soal jadi atau tidaknya penyelenggaraan Ujian Nasional 2010 menyebabkan sejumlah kepala sekolah, guru, dan siswa kebingungan. Penjelasan pemerintah saat ini baru secara lisan dan belum ada edaran tertulis yang diterima mereka.

Penjelasan tertulis tersebut dirasakan mereka sangat perlu, terutama menyangkut percepatan penyelenggaraan ujian nasional (UN) dan dicampurnya peserta UN SMA/MA/SMK.

”Waktunya sudah sangat mepet. Kalau jadi, sekitar tiga bulan lagi,” kata Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Selatan Ade Karyana, Minggu (29/11) di Palembang.

Sambil menunggu keputusan pemerintah, Ade Karyana mengatakan bahwa pihaknya tetap menginstruksikan para kepala dinas pendidikan kabupaten/kota agar terus melakukan persiapan menghadapi UN. Para kepala sekolah dan guru juga diminta tetap mempersiapkan siswanya untuk menghadapi UN dengan memberikan pelajaran tambahan.

Di Yogyakarta, sejumlah sekolah tetap melanjutkan persiapan UN hingga ada pemberitahuan resmi dari pemerintah. Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA Kota Yogyakarta, misalnya, akan tetap menyelenggarakan uji coba UN sebanyak empat kali. ”Anak-anak kami imbau tetap tenang dan terus belajar untuk menempuh UN karena belum ada pengumuman UN dibatalkan,” kata Ketua MKKS SMA Kota Yogyakarta Timbul Mulyono.

Kepala SMK Negeri 6 Yogyakarta Sugeng Sumiyoto mengatakan, mengingat waktu menjelang UN semakin mepet, pihaknya akan menggunakan waktu liburan semester untuk pelajaran tambahan.

Jawaban tertukar

Sejumlah guru dan orangtua siswa secara terpisah mengkhawatirkan lembar jawaban siswa tertukar jika peserta UN jadi dicampur. Dikhawatirkan pula terjadi ”perjokian” karena siswa tidak saling kenal dalam satu ruangan.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional Mansyur Ramly secara terpisah menyatakan bahwa rencana peserta ujian dicampur akan dievaluasi kembali.

”Nanti akan dilihat dulu, lebih banyak manfaat atau mudaratnya. Memang akan sulit dalam pelaksanaannya dan bisa menimbulkan efek beban psikologis juga buat siswa,” kata Mansyur Ramly.

Erli Driana, Koordinator Education Forum, mengatakan, terjadi salah kaprah dalam penyelenggaraan UN.

”Pembelajaran di sekolah saat ini terjebak menyiapkan siswa untuk lulus UN, bukan menyiapkan siswa berkualitas dan menjadi pribadi yang kreatif serta inovatif,” kata Erli Driana, yang mendalami bidang evaluasi di Universitas Ohio, Amerika Serikat. (WAD/IRE/MDN/ELN)***

Source : Kompas, Senin, 30 November 2009 | 08:34 WIB

Ada 2 Komentar Untuk Artikel Ini. Posting komentar Anda

arif @ Senin, 30 November 2009 | 09:18 WIB
Guru selalu jadi tumbal ketidak mutuan Pendidikan.Sdh Sarjana/D4/Akta 4 jadi guru puluhan thn dianggap tdk profesional ! yg tdk Profesional siapa... ?

arif @ Senin, 30 November 2009 | 09:15 WIB
UNAS tdk berstandar yg kalang kabut guru dan Siswa!. mau dibawa kemana Pendidikan kita ? akhirnya Pendidikan
menjadi kering! tdk bermakna..!

Opini Seputar Ujian Nasional

"Mitos-mitos" Ujian Nasional?

Oleh : Elin Driana

Gugatan 58 warga negara terkait kebijakan ujian nasional kembali mendapat dukungan dengan ditolaknya kasasi pemerintah oleh Mahkamah Agung.

Tidak berlebihan untuk memandang putusan itu sebagai tonggak penting dalam mendorong evaluasi berbagai kebijakan pendidikan selama ini. Sayang, pemerintah tampaknya berkeras menggunakan hasil ujian nasional (UN) sebagai salah satu penentu kelulusan melalui rencana peninjauan kembali. Beberapa argumen yang dilontarkan untuk mendukung UN sebenarnya masih terbantahkan.

Penilaian guru tidak konsisten?

Bagaimana menentukan kelulusan siswa dari suatu jenjang pendidikan bila tidak ada UN? Bukankah penilaian guru amat bervariasi dari satu sekolah ke sekolah lain, bahkan dari satu kelas ke kelas lain? Berbagai pertanyaan semacam itu muncul karena kekhawatiran yang bersumber dari ketidakpercayaan terhadap penilaian yang diberikan guru.

Sebenarnya, guru memiliki lebih banyak kesempatan untuk menilai, dan pada saat yang sama, mengembangkan kemampuan siswa melalui beragam model penilaian dan aktivitas, seperti pekerjaan rumah, ulangan, proyek kelas, penulisan laporan, dan presentasi.

Berbeda dengan UN yang dilakukan pada akhir masa belajar, berbagai penilaian yang dilakukan guru berdampak pada perbaikan proses belajar siswa karena ada umpan balik yang bisa segera dilakukan.

Dengan meningkatkan kualitas pembelajaran maupun penilaian yang dilakukan oleh guru, yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari serta berbagai tantangan pada masa depan, diharapkan siswa akan terlibat proses belajar yang menumbuhkan motivasi intrinsik dari dalam diri siswa. Motivasi belajar yang bersifat intrinsik ini akan lebih kokoh tertanam ketimbang belajar karena dipicu oleh kekhawatiran tidak lulus UN, yang bersifat ekstrinsik. Jadi, argumentasi bahwa ketiadaan UN membuat siswa malas belajar pun terbantahkan.

Berbagai penelitian seputar seleksi penerimaan mahasiswa baru yang pernah dilakukan di AS menunjukkan, indeks prestasi kumulatif di SMA, yang merupakan akumulasi dari aneka penilaian yang diberikan oleh guru, memiliki kemampuan lebih besar dalam memprediksi prestasi akademis di perguruan tinggi dibandingkan dengan hasil-hasil tes standar yang didasarkan pada penguasaan materi di SMA, seperti Standardized Achievement Test II dan American College Testing, maupun yang didasarkan pada kemampuan umum dalam matematika dan bahasa, seperti Standardized Aptitude Test.

Di Indonesia pun demikian. Meski masih membutuhkan studi lanjut, beberapa perguruan tinggi melaporkan, prestasi akademis mahasiswa yang dijaring melalui penilaian terhadap prestasi selama mengikuti pembelajaran di sekolah menengah atas—sebagaimana tecermin pada nilai rapor—ternyata lebih stabil ketimbang prestasi mahasiswa yang diterima melalui jalur-jalur lain (Kompas, 18/11/2009).

UN dan kualitas pendidikan

Asumsi bahwa ujian kelulusan dapat meningkatkan kualitas pendidikan perlu diuji karena kesimpulan hasil-hasil penelitian kerap bertolak belakang. Phelps (2001), misalnya, menyimpulkan, ujian kelulusan dapat meningkatkan prestasi akademis siswa untuk mata pelajaran yang diujikan, tetapi Amrein dan Berliner (2003) menunjukkan tidak ada kontribusi positif yang signifikan. Sementara itu, Dee dan Jacob (2006) dan Zwick (2004) malah menunjukkan, ujian kelulusan hanya meningkatkan prestasi akademis bagi siswa yang berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi lebih tinggi.

Perlu diingat, siswa-siswi di Finlandia mampu mencatat prestasi gemilang dalam The Programme for International Student Assessment meski tak ada ujian kelulusan. Satu-satunya ujian berskala nasional yang dilaksanakan adalah ujian matrikulasi sebagai syarat untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi.

Tes-tes standar yang berdampak besar terhadap masa depan siswa dan berbagai indikator prestasi siswa lainnya, termasuk tes-tes untuk tujuan pemetaan maupun indeks prestasi siswa di sekolah, terkait erat dengan status sosial ekonomi siswa dan kondisi sekolah (Zwick, 2004). Lani Guinier, profesor di Harvard University, bahkan menyatakan, SAT lebih tepat dipandang sebagai tes untuk mengukur tingkat kesejahteraan daripada prestasi siswa (Zwick, 2004).

Keterkaitan antara status sosial ekonomi orangtua dan kondisi sekolah dan prestasi akademik siswa telah mendapatkan dukungan empiris yang kokoh, bahkan melalui penelitian yang menggunakan data dari berbagai negara (Willms, 2006; Fuchs, 2007). Keberpihakan sistem pendidikan pada kaum kaya juga tecermin pada tingginya angka putus sekolah di kalangan masyarakat tidak mampu, antara lain karena besarnya porsi biaya pendidikan yang masih mereka tanggung (Kompas, 25/11/2009).

UN pascaputusan MA

UN masih dapat digunakan untuk pemetaan mutu pendidikan di Tanah Air, tetapi bukan sebagai syarat kelulusan, sepanjang terdapat kejelasan dan konsistensi bantuan atau intervensi bagi sekolah-sekolah yang dianggap belum memenuhi standar mutu yang ditetapkan. Pemetaan mutu pendidikan tanpa kejelasan umpan balik seperti teramati saat ini hanya merupakan pemborosan anggaran negara dan menjadi beban masyarakat.

Karena itu, ketimbang mengajukan peninjauan kembali atas putusan Mahkamah Agung, akan lebih strategis bila pemerintah mengerahkan segala daya untuk menyelesaikan akar masalah kualitas pendidikan. Caranya, dengan membenahi standar-standar nasional pendidikan lainnya, termasuk meningkatkan kualitas guru, sarana dan prasarana, dan akses informasi yang memadai, sebagaimana tercantum pada putusan pengadilan yang telah mendapatkan pengukuhan Mahkamah Agung. ***

Elin Driana, Mendalami Bidang Riset

dan Evaluasi Pendidikan;

Salah Seorang Koordinator Education Forum

Source : Kompas, Senin, 30 November 2009 | 02:39 WIB

Saturday, November 28, 2009

Renungan Idul Adha : Kisah Si Fulan dan Si Rojul

RENUNGAN IDUL ADHA

Haji, Sebuah Pengembaraan

Oleh Moeslim Abdurrahman

Di kalangan sufi, ada kisah menarik yang sering diceritakan, terutama menjelang orang mau berangkat haji. Dalam kisah itu diceritakan tentang dua santri, yaitu Si Fulan dan Si Rojul. Sebelum menuju ke Tanah Suci, kedua santri itu tidak lupa sowan dulu, pamitan kepada Kiai, guru yang mereka hormati yang selama ini menjadi panutan spiritual mereka.

Dengan senang hati, Sang Guru mendoakan agar kedua santri itu nanti memperoleh haji mabrur. Sudah tentu, sebagai seorang kiai, selain membekali doa, biarpun agak singkat, ia juga memberikan nasihat yang penting-penting. Tetapi, yang selalu ditekankan dalam nasihat itu, Kiai bilang, ingat ya bekal yang paling pokok menunaikan ibadah haji itu tidak lain adalah iman dan takwa kita sendiri.

Banyak orang berhaji, kata Kiai tersebut, hanya datang dengan jasmani, sambil membawa daftar permintaan dan mengingat-ingat doa apa yang seharusnya dibaca di tempat-tempat tertentu, tanpa berusaha secara rohaniah melakukan penyerahan batin dan spiritual sepenuh- penuhnya, sebagai submission kepada Khalik, Tuhan seru sekalian alam.

Seusai mendengarkan nasihat Kiai, dengan rasa hormat dan terharu, kedua santri tersebut mulailah melakukan perjalanan menuju Mekkah, kota suci, tempat berdirinya bayt-Allah, kiblat kaum Muslimin di seluruh dunia. Mereka sengaja berpisah, masing-masing menempuh rutenya sendiri, yang penting keduanya akan bertemu di tanah haram, agar dalam perjalanan itu ada pengalaman yang berbeda, ada juga horizon yang berbeda.

Singkat cerita, selama kedua santrinya pergi haji itu, tidak ada kabar tidak ada berita. Tahu-tahu, begitu selesai musim haji, eh Si Fulan dan Rojul datang lagi menemui Kiai-nya.

Dengan syukur alhamdulillah, Kiai tersebut menyambut, merasa gembira, karena kedua santri kesayangannya telah pulang. Bagaikan seorang anak yang baru dilahirkan, Kiai tersebut memandang keduanya dengan mata berseri-seri karena setiap orang pulang dari haji memang dianggap dosanya lunas, kembali putih dan bersih seperti warna kapas.

Bahkan, kata Kiai itu, selama 40 hari kepulangannya, Si Fulan dan Rojul masih membawa berkah dan dapat memberkahi orang lain. Betapa Si Fulan gembira dengan sambutan Kiai-nya itu. Ia kemudian mulai menceritakan bagaimana perjalanan haji yang telah ditempuhnya.

Sewaktu pertama kali masuk Masjidil Haram, ia bilang hampir-hampir tak bisa melanjutkan langkah kakinya. Dengan nada sedikit terharu, ia menggambarkan betapa suasana emosionalnya tatkala itu melihat, oh inilah rumah Tuhan yang didirikan kembali oleh Nabi Ibrahim AS yang kemudian menjadi arah sujud berjuta-juta umat Islam sekarang ini. Sambil tak henti-hentinya membaca subhanallah, Si Fulan menangis tersedu-sedu karena dalam hidupnya ternyata, toh, dikaruniai kesempatan bisa datang ke Mekkah, dan bisa bersembahyang di dekat Kabah dan secara fisik memang sangat dekat sekali. Si Fulan kemudian melakukan tawaf, mencium Hajar Aswad, dan tidak lupa ia berdoa di Multazam.

Perasaan terharu dan sempat menangis yang kedua kalinya adalah tatkala ia mendaki bukit Rahmah di Arafah. Betapa di tempat itu, ia ingat kisah Nabi Adam AS yang dipertemukan kembali dengan istrinya setelah turun dari surga.

Yang ketiga, dalam seluruh paket perjalanan hajinya itu, Si Fulan juga mengaku tidak bisa menahan tangisnya sewaktu di Madinah berziarah ke makam Rasulullah. Sungguh, ujarnya, sebagai seorang pelaku sufi yang selama ini selalu mendambakan dalam mimpinya agar bisa bertemu Nabi Muhammad, ia merasa bahagia sekali ada di sana, dekat dengan tempat jasad nabi tersebut disemayamkan.

Dengan rendah hati tampak sekali Si Fulan ingin segera mendapat konfirmasi dari Kiai-nya, apakah dengan menangis di tiga tempat tadi, hal itu merupakan tanda-tanda bahwa hajinya mabrur. Dengan agak lamban akhirnya Kiai menjawab dengan singkat sekali, katanya, ”Insya Allah, insya Allah, Lan.”

Kini, giliran Si Rojul. Ia bilang, ”Kiai, sebelumnya saya mohon maaf,” begitulah dengan suara lirih dan nada tampak penyesalan. Dengan jujur Rojul bilang bahwa perjalanannya ternyata tak sampai ke Tanah Suci.

Sungguh maaf Kiai, bekal saya habis di tengah jalan,” ucapnya. Bekal itu, oleh Rojul, katanya, habis diberikan kepada anak-anak yatim, orang-orang tua yang lapar, fakir-miskin yang menjumpainya selama dalam perjalanan. Jadi, alhasil, Si Rojul urung, tidak sampai niatnya ke Mekkah, apalagi menunaikan wukuf di Arafah dan bisa menziarahi makam Rasulullah. Sambil terharu dan sedikit terisak-isak, Rojul menyudahi cerita pahitnya itu.

Anehnya, berbeda dengan yang dirasakan oleh Si Rojul, Kiai sepuh yang alim itu, setelah mendengarkan betapa terjal jalan setapak yang pernah dilalui Rojul menuju ke Tanah Suci ini, dengan sangat spontan berkomentar, ”Alhamdulillah,” yang diucapkannya beberapa kali menunjukkan kepuasan batinnya.

”Kau Rojul,” ungkapnya, ”ternyata telah mengerjakan haji mabrur yang sesungguh-sungguhnya.” Sebab, tambahnya, ”Kamu dengan niat ikhlas selama ini ternyata sudah berihram. Memakai pakaian itu dalam hidupmu, dalam hati dan jiwamu, biarpun secara fisik ibadah hajimu belum sampai ke Arafah.”

Dan kata Kiai ini, memang tidak semua orang yang telah pergi haji memperoleh makna substantif ibadahnya seperti itu. Sebab, ritual haji, yang sebenarnya lebih banyak didominasi oleh ibadah gerak untuk merekonstruksi sejarah kenabian monoteistik itu, jika dilaksanakan tanpa refleksi, tanpa perenungan kritis, ya bisa saja memuaskan secara emosional seperti ungkapan tangisnya Si Fulan tadi. Apalagi kalau orang yang pergi wukuf hanya sekadar ingin mencuci dosa pribadi, maka bunyi istigfar tak akan membekas secara spiritual dan memberikan implikasi yang bermakna bagi kehidupan sosial. Sebab, tanpa kesadaran yang mendalam bahwa noda kesalehan yang harus kita bersihkan di samping yang sifatnya perorangan, di sana tentu ada banyak dosa struktural, yakni bagian dari tanggung jawab kita bersama untuk membangun kesetaraan, keadilan, dan keadaban publik.

Dalam hal ini, simbolisasi berpakaian ihram dalam haji, tidak lain, saya kira merupakan pernyataan dan peringatan tentang betapa penting menegakkan secara terus-menerus komitmen keberagamaan dan kesalehan egalitarianistik seperti itu, apalagi dalam kehidupan yang hedonistik dan individualistik sekarang ini.

Masuk dalam horizon makna yang luas seperti itu adalah pilihan kita. Pilihan tatkala harus merumuskan diri kita sendiri, apa yang kita maksud dengan ibadah, dengan kesalehan selama ini.

Dan kisah tentang Kiai dan dua santrinya itu, saya kira tidak lain dan tidak bukan memberikan pelajaran yang bagus, betapa pentingnya kita selalu mencari makna yang lebih substantif di luar semaraknya ritual selama ini, yang ditandai misalnya dengan semakin meningkatnya jumlah jemaah haji setiap tahun dan bisa jadi akan semakin banyaknya hewan kurban yang secara seremonial akan kita sembelih, sehabis shalat Idul Adha besok pagi.

Moeslim Abdurrahman,

Ketua Al-Maun Institute, Jakarta

Source : Kompas, Kamis, 26 November 2009 | 04:28 WIB

Ada 5 Komentar Untuk Artikel Ini. Posting komentar Anda

Harwan Sudian @ Kamis, 26 November 2009 | 21:02 WIB
Memang, terlalu sering kita menyebut nama-Nya, tanpa menyadari kehadiranNya.

juftazani @ Kamis, 26 November 2009 | 10:04 WIB
setiap ditanya mereka selalu menjawab begitu oi, telah terbukti kerusakan dan retakan-retakan kebinasaan dalam urat nadi kalian tetapi kalian menjawab "kami hanyalah memperbaiki kerusakan urat-urat nadi telah melancarkan darah ke jantung kehidupan!" tapi keesokan ruh mereka diamuk bencana stroke dan kelumpuhan jiwa ruh mereka buta jantung mereka berdetak pelan dan mati dalam kemungkaran demi kemungkaran lalu mereka dikubur dalam gelap ruh dan ekstase penderitaan yang begitu panjang.., Tangerang, 06 11 09

juftazani @ Kamis, 26 November 2009 | 10:03 WIB
EKSTASE 233 mengapa kalian runtuhkan menara-menara keabadian di kota-kota cinta dalam ruh kalian? "tidak, kami terus membangun dan memperbaiki kota tua dalam ruh kami"

git @ Kamis, 26 November 2009 | 09:58 WIB
tulisan yang menyentuh...Tuhan memang Maha tau apa dibalik pekerjaan ummat-Nya

jillouissy @ Kamis, 26 November 2009 | 07:38 WIB
..subhanallah.......

Thursday, November 26, 2009

Bangunan Cagar Budaya Yang Merana di Jalan Cimanuk Indramayu

Jalan Cimanuk Indramayu Berdiri Sejumlah Bangunan Cagar Budaya

SEJARAH PABRIK TERTUA – Sejarah pabrik penyosohan gabah tertua dalam sejarah Indramayu terdapat di Jalan Cimanuk Timur Indramayu, sekitar 1 kilometer dari Pusat Pemerintahan Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pabrik itu milik warga keturunan Tionghoa Liem Liong yang didirikan pada tahun 1850, ketika itu Belanda tengah menjajah Indramayu. Namun kini, pabrik pemrosesan dari gabah menjadi beras itu tinggal kenangan sejarah perdagangan masa lalu di sekitar Sungai Cimanuk Indramayu. Bangunan bersejarah itu saat ini hanya tersisa tembok bata merah yang sebagian sudah roboh. (Satim)*** Foto : Satim

DEPAN PABRIK TERTUA – Tampak dari depan bangunan pabrik tertua dalam sejarah penyosohan padi dan beras di Jalan Cimanuk Timur, Kota Mangga Indramayu. Sementara, Dimyati (65), dengan setia berjaga di pos jaganya. (Satim)*** Foto : Satim

SEJARAH PABRIK TERTUA

Tersisa Bangunan Tembok Bata

Yang Sebagian Sudah Roboh

INDRAMAYU – Melewati Jalan Cimanuk Timur Indramayu, sekitar 1 kilometer dari Pusat Pemerintahan Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat, masih banyak ditemukan sejumlah bangunan tua bersejarah yang sebagian sudah roboh karena tidak dipelihara, namun sebagian lagi masih menyisakan kenangan masa silam yang unik untuk diamati. Salah satunya, bangunan kuno bekas pabrik penyosohan gabah yang terletak di Jalan Cimanuk Timur, persis di tepi Sungai Cimanuk Indramayu yang lama.

Bangunan tersebut hingga kini masih menyimpan misteri sejarah, karena tidak banyak orang yang mengetahuinya. Maklum, sejumlah saksi sejarah di Kota Mangga Indramayu kebanyakan sudah pada meninggal dunia. Namun, masih beruntung ada Dimyati (65), seorang penjaga komplek bangunan tua itu yang setiap hari duduk di pos jaganya.

Sekilas, bangunan bekas pabrik (slip) beras itu tidak tampak dari Jalan Cimanuk Barat yang dibelah oleh Sungai Cimanuk, karena di deretan tanggunya sudah dipadati rumah-rumah warga setempat. Namun jika melewati Jalan Cimanuk Timur Indramayu, bagian depan bekas pabrik beras itu masih berdiri kokoh dengan besi-besi penyangga gentengnya yang unik dan khas, menggambarkan “VOC” 1850. Kendati sudah tidak terawat lagi, namun di ruangan sebelahnya digunakan keturunan Tionghoa untuk gudang semen, bukan gudang beras lagi.

Dimyati yang sudah puluhan tahun dengan setia menjaga bangunan tua itu mengatakan, ia mengisi sisa hidupnya hanya untuk pengabdian saja bagi warga setempat. “Kalau soal bayaran sih, tak seberapa. Daripada hidup menganggur dan tak bermanfaat, lebih baik saya siap menjadi satpam di komplek bangunan tua ini,” kata pria kelahiran Indramayu, 2 Juli 1944 itu.

Dimyati berharap, pihak pemerintah ada kepedulian untuk melestarikan sejumlah bangunan tua bersejarah yang masih tersisa di sepanjang Jalan Cimanuk Indramayu, Jalan Veteran, dan sejumlah bangunan bersejarah lainnya yang ada di Kota Mangga Indramayu.

“Saya merasa khawatir, jangan-jangan anak cucu kita kelak tidak lagi mengenal sejarah daerahnya sendiri. Ini bisa berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia tercinta ini,” tuturnya. (Satim)***


Wednesday, November 25, 2009

Musim Panen di Pinggir Water Park Bojongsari Indramayu

PANEN DI PINGGIR WATER PARK Ny. Sani’ah (55), tengah memanen padi di pinggir Water Park, obyek wisata air di Bojongsari yang tengah menjadi perhatian serius Pemerintah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Namun tahun depan 2010, Sani’ah, warga Desa Panyindangan Wetan, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu itu mengaku, dia kemungkinan tak bisa memanen padi lagi di lokasi itu. Pasalnya, kawasan tersebut tengah digarap menjadi area pelengkap obyek wisata Water Park Bojongsari, Indramayu. (Satim)***