Sebuah gunung es terlihat mengapung di Sandy Bay di pesisir timur Kepulauan Macquarie, 1.500 kilometer di tenggara Tasmania, Australia. Foto ini disebarkan oleh Divisi Antartika Australia, pekan lalu. Kehadiran gunung es yang mengapung di perairan itu merupakan pemandangan yang langka. (Foto : AP Photo/Australian Antartic Division , Eve Merfield)***
Es Ancam Pelayaran
Bergerak dari Antartika ke Arah Selandia Baru
SYDNEY - Bongkahan es raksasa yang jumlahnya ratusan bergerak dari Antartika menuju pulau-pulau di Selandia Baru. Bongkahan es yang besarnya seperti stadion itu dikhawatirkan Pemerintah Selandia Baru mengancam pelayaran.
Hasil pemotretan satelit menunjukkan, bongkahan besar es baru saja melewati kawasan pulau Auckland dan menuju pulau utama South Island, sekitar 450 kilometer arah timur laut. ”Peringatan berlaku bagi semua kapal di kawasan itu agar waspada terhadap keberadaan bongkahan es,” kata juru bicara kelautan Selandia Baru, Ross Henderson, seperti dilaporkan AFP, Senin (23/11).
Keberadaan bongkahan es dalam kelompok besar itu disampaikan ahli gletser dari Divisi Antartika Australia. Mereka terus memantau pergerakan bongkahan-bongkahan es tersebut.
Menurut mereka, bongkahan es itu merupakan bagian dari bongkahan raksasa yang Oktober lalu terlihat di sekitar Pulau Macquarie, Australia. Saat itu, dua bongkahan besar—yang pertama selebar dua kilometer dan kedua sebesar stadion olimpiade ”sarang burung” Beijing—terpantau di sana.
Sementara itu, yang terpantau menuju Selandia Baru hari Senin lalu sudah terpecah-pecah dalam berbagai ukuran. Beberapa di antaranya memiliki lebar 200 meter.
”Semua berasal dari satu bongkahan besar, yang mungkin luasnya 30-an kilometer persegi di Antartika sana,” kata salah satu ahli gletser, Neal Young. Meningkatnya suhu global dan muka laut karena pemanasan global dituding sebagai penyebabnya.
Setelah tiga tahun
Menurut Neal Young, bongkahan es dalam jumlah besar terakhir terlihat mengapung di dekat Selandia Baru pada tahun 2006 lalu. Saat itu, hanya berjarak 25 kilometer dari garis pantai—kejadian pertama setelah tahun 1931.
Untuk kepentingan publikasi, tahun 2006, seekor domba yang diangkut helikopter dicukur bulunya di atas bongkahan es yang sedang mengapung. Selandia Baru dikenal sebagai pusat industri wol.
”Yang terlihat saat ini memiliki jalur pergerakan yang sama menuju Selandia Baru. Apakah menuju South Island, sulit mengatakannya,” kata dia.
Namun, ia yakin akan semakin sering melihat kejadian serupa bila suhu global terus meningkat. Sejumlah ahli tidak yakin akan hal ini.
Berkurangnya luasan es Antartika di Kutub Selatan telah teridentifikasi beberapa tahun terakhir. Namun, berkurangnya lapisan es di kawasan Antartika timur dalam jumlah besar, selama tiga tahun terakhir, dinilai para ahli sebagai ”kejutan”.
Tidak seperti lapisan es di Antartika barat, yang selama ini dikenal rentan dan tidak stabil, lapisan es di Antartika timur dikenal sangat stabil. Namun, sejumlah ahli belum meyakini fenomena itu terkait erat dengan perubahan iklim.
Prediksi kerugian
Di tengah pro-kontra lelehan es di kutub sebagai dampak pemanasan global, sebuah studi diluncurkan WWF di Swiss, Senin lalu. Banjir besar diperkirakan akan melanda kota-kota pelabuhan utama di dunia dan menimbulkan kerugian hingga 28 triliun dollar AS pada tahun 2050.
Kenaikan muka laut akan mencapai setengah meter bila suhu global naik 0,5 hingga 2 derajat Celsius pada kurun waktu sekarang sampai 2050. Pada saat itulah kerugian triliunan dollar AS ditimbulkan dari 136 kota pelabuhan besar di dunia.(AFP/BBC/GSA)***
Source : Kompas, Rabu, 25 November 2009 | 03:11 WIB
Hasil pemotretan satelit menunjukkan, bongkahan besar es baru saja melewati kawasan pulau Auckland dan menuju pulau utama South Island, sekitar 450 kilometer arah timur laut. ”Peringatan berlaku bagi semua kapal di kawasan itu agar waspada terhadap keberadaan bongkahan es,” kata juru bicara kelautan Selandia Baru, Ross Henderson, seperti dilaporkan AFP, Senin (23/11).
Keberadaan bongkahan es dalam kelompok besar itu disampaikan ahli gletser dari Divisi Antartika Australia. Mereka terus memantau pergerakan bongkahan-bongkahan es tersebut.
Menurut mereka, bongkahan es itu merupakan bagian dari bongkahan raksasa yang Oktober lalu terlihat di sekitar Pulau Macquarie, Australia. Saat itu, dua bongkahan besar—yang pertama selebar dua kilometer dan kedua sebesar stadion olimpiade ”sarang burung” Beijing—terpantau di sana.
Sementara itu, yang terpantau menuju Selandia Baru hari Senin lalu sudah terpecah-pecah dalam berbagai ukuran. Beberapa di antaranya memiliki lebar 200 meter.
”Semua berasal dari satu bongkahan besar, yang mungkin luasnya 30-an kilometer persegi di Antartika sana,” kata salah satu ahli gletser, Neal Young. Meningkatnya suhu global dan muka laut karena pemanasan global dituding sebagai penyebabnya.
Setelah tiga tahun
Menurut Neal Young, bongkahan es dalam jumlah besar terakhir terlihat mengapung di dekat Selandia Baru pada tahun 2006 lalu. Saat itu, hanya berjarak 25 kilometer dari garis pantai—kejadian pertama setelah tahun 1931.
Untuk kepentingan publikasi, tahun 2006, seekor domba yang diangkut helikopter dicukur bulunya di atas bongkahan es yang sedang mengapung. Selandia Baru dikenal sebagai pusat industri wol.
”Yang terlihat saat ini memiliki jalur pergerakan yang sama menuju Selandia Baru. Apakah menuju South Island, sulit mengatakannya,” kata dia.
Namun, ia yakin akan semakin sering melihat kejadian serupa bila suhu global terus meningkat. Sejumlah ahli tidak yakin akan hal ini.
Berkurangnya luasan es Antartika di Kutub Selatan telah teridentifikasi beberapa tahun terakhir. Namun, berkurangnya lapisan es di kawasan Antartika timur dalam jumlah besar, selama tiga tahun terakhir, dinilai para ahli sebagai ”kejutan”.
Tidak seperti lapisan es di Antartika barat, yang selama ini dikenal rentan dan tidak stabil, lapisan es di Antartika timur dikenal sangat stabil. Namun, sejumlah ahli belum meyakini fenomena itu terkait erat dengan perubahan iklim.
Prediksi kerugian
Di tengah pro-kontra lelehan es di kutub sebagai dampak pemanasan global, sebuah studi diluncurkan WWF di Swiss, Senin lalu. Banjir besar diperkirakan akan melanda kota-kota pelabuhan utama di dunia dan menimbulkan kerugian hingga 28 triliun dollar AS pada tahun 2050.
Kenaikan muka laut akan mencapai setengah meter bila suhu global naik 0,5 hingga 2 derajat Celsius pada kurun waktu sekarang sampai 2050. Pada saat itulah kerugian triliunan dollar AS ditimbulkan dari 136 kota pelabuhan besar di dunia.(AFP/BBC/GSA)***
Source : Kompas, Rabu, 25 November 2009 | 03:11 WIB
No comments:
Post a Comment