Saturday, November 21, 2009

Menggugah Kepercayaan Diri Berbahasa Daerah Yang Baik

PENGIKISAN "BASA CERBON - DERMAYU"

Oleh : Saptaguna

Cinta cinta cinta karbitan Cintane wong lanang si hidung belang Cintane gampang ilang Kaya CD bajakan Awas awas awas awas kebablasan Luruh lanang sing jelas Sing due fasilitas Aja sampe kebias Ning barang akas Wong ganteng pirang-pirang Wong kasep pating tlektek Tapi cinta sejati Sewu siji sing nduweni Aja sok coba-coba Dolanan cinta Manis manten pertama Pait wis kadaluarsa Inilah syair lagu tarling dangdut yang digarap Mama Bowo dan dinyanyikan oleh Rini Cholista. Dalam lirik lagu tersebut sergapan bahasa Indonesia ke dalam bahasa daerah (basa Cerbon-Dermayu) merangsek demikian kuat. Kata-kata cinta karbitan, hidung belang, atau cinta sejati merupakan kata-kata dalam bahasa Indonesia, bukan bahasa daerah.

Di luar lagu itu, cukup banyak kosakata bahasa Indonesia yang meranjingi syair atau lirik tarling dangdut, seperti pemuda idaman, cinta, rindu, dan kasih sayang. Beberapa judul lagu tarling dangdut bahkan langsung menggunakan bahasa Indonesia, seperti "Musibah Cinta", "Cinta Materi", "Putus Tali Cinta", "Tanpa Surat Biru", "Tulisan Merah", dan "Kisah Nyata".
Tak hanya itu, dalam lirik lagu "Aja Coba-coba" tidak hanya unsur bahasa nasional yang masuk, tetapi juga unsur bahasa asing, seperti fasilitas dan CD.

Gengsi bahasa Bila diperhatikan, ada beberapa hal yang menyebabkan para pencipta lagu lebih memilih menggunakan lema, pilihan kata, ungkapan, atau istilah dalam bahasa Indonesia dibandingkan dengan basa Cerbon-Dermayu.
Pertama, bahasa Indonesia dianggap lebih bergengsi. Kata cinta, misalnya, kerap menghiasi lirik-lirik lagu tarling dangdut. Padahal, dalam khazanah basa Cerbon-Dermayu ada kata demen atau tresna.

Akan tetapi, dua kata berbahasa daerah tersebut dianggap kurang mewakili "kepercayaan diri" berbahasa.
Coba perhatikan bait lagu tarling dangdut di bawah ini: Wong lanang ancur atine Nalika cinta dikhianati Harapan mung tinggal lamunan Kisah cinta tinggal cerita Pada bait tersebut ada kata ancur, cinta, dikhianati, harapan, kisah dan cerita.

Padahal, kata ancur dapat diterjemahkan dengan kata ajur, dikhianati menjadi disulayani, harapan jadi kang diarep-arep, kisah menjadi lakon.
Kedua, penggunaan bahasa Indonesia (terpaksa) dilakukan karena basa Cerbon-Dermayu dianggap kurang tepat, kurang nyambung, dan kurang memasyarakat.

Para pencipta lagu lebih menyukai kata pemuda daripada wong nom atau lebih memilih kata rindu daripada kapilayu.
Ketiga, demi kepentingan lirik dan rima, bahasa Indonesia dirasa lebih bisa diterima. Contoh: Sing tek puja-puja Due ati murka Kecewa kulakuh kecewa Dalam basa Cerbon-Dermayu, kata kecewa sesungguhnya dapat diganti dengan kata getun atau keduhung. Namun, jika digunakan, kata ini dirasa kurang pas dengan persamaan bunyi pada baris lagu sebelumnya.

Keempat, karena musik adalah bagian dari industri, mau tidak mau lirik dan nada mengikuti selera pasar. Tidak mengherankan, demi keuntungan, seni tarling lalu dikawinkan dengan dangdut. Maka, lahirlah tarling dangdut walau ada beberapa tokoh tarling yang tidak sepaham dengan istilah tarling dangdut. Mereka lebih cocok mengistilahkannya dengan dangdut Cerbonan atau dangdut Dermayonan. Sebab, tidak ada lagi unsur-unsur tarling di dalamnya kecuali bahasa.

Selanjutnya, lahirlah tarling dengan rasa ska, tarling pop, tarling rock, tarling disko, dan lain-lain.
Pola ini juga memengaruhi lirik lagu yang lebih gaul dan mutakhir. Maka, muncul ungkapan cinta karbitan, hidung belang, CD bajakan, dan sebagainya. Padahal, kata-kata itu dapat diterjemahkan dengan istilah gemenyar atau tukmis (batuk klimis). Pasar laris Idealnya karya cipta lagu tarling dangdut dan lagu lain memenuhi tiga kriteria, yakni liriknya puitis, musiknya manis, dan ketika dipasarkan albumnya laris.

Apakah ketiga kriteria itu dapat diwujudkan? Memang butuh kegigihan dan ketekunan. Namun, setidaknya beberapa lagu yang pernah diciptakan oleh penggiat tarling membuktikan bahwa hal tersebut tidak mustahil. Bahkan beberapa lagu di antaranya menjadi legenda. Simak saja lagu "Warung Pojok" (Abdul Ajib), "Berag Tua" (Sunarto Marta Atmaja).

Demikian juga dengan beberapa lagu yang diciptakan Haji Udin Zen, Hajah Dariah, Poin, Acing Pribadi, dan lain-lain.
Sebuah lagu yang diciptakan Mamat Surahmat dan dinyanyikan Dewi Kirana, menurut hemat penulis, memiliki lirik lumayan puitis, musik manis, dan sepertinya juga laris di pasaran. Meski tidak semua baitnya menggunakan basa Cerbon-Dermayu, dua bait berikut ini tampak berusaha menggunakan keaslian bahasa ibunya: Wong lanang lara atine Melaku ning tengahe wengi Grimis kang melu nangisi Uripe wis krasa mati Njerite sajeroning ati Banyu mata beli bisa mili Larane disimpen ning dada Nglakoni sabar tumarima Resepsionis di hotel Paris Para pencipta lagu tarling dangdut ada baiknya merujuk pada kebijakan komite bahasa dalam pengembangan kosakata. Pertama, carilah sedapat mungkin kata, ungkapan, atau istilah dalam basa Cerbon-Dermayu.

Apabila kata tersebut sulit ditemukan, coba cara kedua, yakni mencari kosakata daerah lain yang cenderung memiliki kultur bahasa yang serumpun, seperti daerah Brebes, Tegal, dan beberapa daerah di Jawa Tengah. Namun, apabila dengan kedua cara tersebut belum juga dapat ditemukan,
baru gunakan bahasa Indonesia, tentu saja dengan mempertimbangkan kaidah-kaidah bahasa serapan yang ada.

Terakhir, ada baiknya kita simak pengalaman Remy Sylado di Hotel Fiat, Rue de Douai, Paris, tahun 2003. Dia bertanya kepada resepsionis dengan bahasa Inggris yang terbata-bata. Sang resepsionis yang mengenakan setelan jas dan dasi yang sangat Perancis itu lalu menjawab, "Vous etes a Paris, donc essayez de parler en Francais, s'il vous plait" (Anda berada di Paris, maka saya akan merasa sangat dihormati jika Anda dapat bercakap dalam bahasa Perancis).


Seperti halnya sang resepsionis itu, saya juga ingin berkata kepada seluruh pencipta lagu tarling dangdut, "Sampeyan siweg damel tembang tarling, kranten punika langkung sae menawi ngangge basa Cerbon utawi
basa Dermayu."
SAPTAGUNA,
Penulis Buku Tarling:
Migrasi Bunyi dari Gamelan ke Gitar-Seruling
Source : Kompas, Sabtu, 21 November 2009 | 11:13 WIB

No comments:

Post a Comment