KESEJAHTERAAN
Mereka Berharap Keadilan Bantuan Kemiskinan
Perlahan, Sami'in (40) menuruni sebuah pohon di pinggir jalan Desa Srengseng, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu. Ranting dan dahan kering yang dia patahkan dari pohon itu dipunguti dan dikumpulkan untuk bahan bakar tungku di rumahnya.
"Istri saya jualan gorengan. Kalau pakai gas, tidak akan menutup modalnya. Soalnya, harga gorengan di kampung cuma Rp 250 per buah, tidak bisa Rp 500 per buah seperti di kota," ujar Sami'in, Minggu (1/11).
Meski tidak cukup menutupi kekurangan hidup sehari-hari, hasil dari berdagang gorengan merupakan penghasilan tambahan untuk uang jajan kedua anaknya. Maklum saja, sebagai tukang becak, penghasilan Sami'in hanya Rp 20.000-Rp 30.000 per hari. Itu belum dikurangi biaya sewa becak dan ongkos pergi-pulang Krangkeng-Kota Cirebon, Rp 8.000 per hari.
Saat musim hujan dia bekerja menjadi buruh tani. Dari lahan garapan 300-400 ton dengan sistem maro (bagi hasil), penghasilannya bisa mencapai Rp 3,5 juta. Namun, itu harus dikurangi biaya tanam per musim Rp 2 juta.
Profesi ganda menjadi buruh tani sekaligus kuli harian atau tukang becak digeluti hampir seluruh buruh tani di Indramayu, seperti Rasmidi dan Rakiman, warga Desa Kalianyar, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu. Tak hanya itu, sejumlah buruh tani yang punya lahan menjual tanah-tanah di sawahnya Rp 20.000 per gerobak.
Penghasilan mereka sangat pas-pasan. Saban hari biaya hidup keluarga kecil di desa untuk membeli lauk-pauk, jajan, dan sekolah anak berkisar Rp 20.000. "Makanya, istri saya pergi jadi tenaga kerja wanita di luar negeri. Uang yang dia kirim setiap 4-6 bulan sekali jadi modal tanam," ujar Rasmidi.
Tidak utuh
Pemerintah memang punya program bantuan untuk orang miskin desa, tetapi sering kali bantuan itu tidak sampai atau tidak utuh. Bantuan benih atau obat-obatan pembasmi hama, misalnya, sering kali yang menerima justru petani mampu. Rumus yang sama berlaku pada program bantuan langsung tunai. Jatah yang seharusnya diterima keluarga miskin Rp 100.000, tetapi kenyataannya hanya Rp 30.000-Rp 50.000 per bulan per keluarga.
Sudah ada program bantuan modal pertanian dari Pemerintah Kabupaten Indramayu, ujar Rakiman, tetapi yang menerima juga bukan petani kecil atau buruh tani seperti dirinya. Bahkan, jatah beras untuk rakyat miskin (raskin) yang menjadi hak mereka pun dikurangi. Setiap keluarga miskin seharusnya berhak memperoleh 15 kg raskin, tetapi mereka hanya menerima 4-5 kg per bulan.
"Kami menyebutnya bukan raskin, tetapi rasta, yaitu beras untuk dibagi rata. Orang yang jaya di desa juga menerima raskin. Lagi-lagi, orang miskin yang dirugikan. Jadi, kami hanya ingin bantuan untuk orang miskin sampai tepat sasaran," ujar Rakiman.
Keluhan Rakiman dan Sami'in sepertinya menjadi potret Kecamatan Krangkeng yang merupakan salah satu kecamatan dengan jumlah keluarga miskin terbanyak di Indramayu, yaitu 7.227 keluarga. Selama ini upaya pemerintah memberantas kemiskinan di pedesaan belum mereka rasakan secara langsung. Adanya oknum yang punya kekuasaan dan kekuatan menjadi penghalang bagi mereka mendapatkan keadilan bantuan tersebut. (TIMBUKTU HARTHANA)***
Source : Kompas, Senin, 2 November 2009 | 13:26 WIB
No comments:
Post a Comment