Mal, salah satu tempat favorit remaja menghabiskan waktu. (Foto : Kompas/Wisnu Widiantoro)***
Pelajar Kok Malas Belajar?
Di abad yang kian maju, pelajar Indonesia bukannya menunjukkan kualitasnya dalam kemampuan kognitif, psikomotorik, dan afektif, tapi sebagian malah menunjukkan kemalasannya belajar.
Berdasarkan pengamatan dan penggalian informasi yang kami lakukan, sebagian pelajar menjadikan sekolah sekadar formalitas atau ajang ngeceng, cari gebetan, dan alasan lain.
Bila hal ini dibiarkan, kita bisa gagal menjadi bangsa yang mandiri karena kemalasan penerusnya. Amit-amit....
Banyak alasan yang membuat pelajar malas belajar. Ada yang datang dari lingkup sekolah, ada juga yang dari luar sekolah. Dari lingkup sekolah misalnya karena gurunya killer alias galak. Ada juga yang bilang karena pelajarannya makin sulit, malas baca buku pelajaran yang makin tebal, atau bosan.
Pengaruh luar sekolah seperti main game atau nongkrong di mal, angkringan, warnet, kafe, dan tempat gaul lain.
Ada pula faktor penyebab yang datang dari keluarga, misalnya ortu yang kurang harmonis, kondisi ekonomi keluarga yang kekurangan, dan pikiran yang diisi rasa pesimistis.
Kepala Sekolah SMA BOPKRI 2 Yogyakarta Sri Rahayuningsih mengatakan, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab pelajar malas belajar. Faktor internal berasal dari pribadi si anak dan faktor dari ortu. Selain itu ada juga faktor eksternal dari lingkungan, seperti teman sekolah, televisi, internet, telepon genggam (HP), dan game.
Dampak kemalasan ini, kata Ibu Sri, mengakibatkan penurunan prestasi siswa, yang juga merugikan ortu. Selain itu, hal ini juga bisa menurunkan citra sekolah.
Menurut Ibu Sri, ini terjadi, antara lain, karena kurangnya guru memberikan motivasi kepada siswa, ditambah sarana pembelajaran yang kurang memadai. Oleh karena itulah, diperlukan kerja sama antara guru, wali kelas, dan ortu untuk mencari akar permasalahannya.
Kehebatan otak
Dengan malas belajar, tanpa sadar kita telah menyia-nyiakan kehebatan otak. Sebenarnya otak itu satu-satunya organ yang berkembang secara dinamis dan otomatis dapat mempelajari dirinya sendiri.
Otak adalah organ yang bila dirawat, dijaga, dipelihara, dan diasah dengan teratur dapat bertahan lebih dari 100 tahun. Otak tak seperti organ tubuh lain yang makin tua makin rusak, tapi justru sebaliknya.
Jadi, sayang kan kalau otak bukannya diasah untuk belajar, tapi malah buat mencari akal biar bisa nyontek hiks, hiks....
Padahal, justru sekarang ini kita dituntut terus maju dan mampu bersaing sehat dengan bangsa lain. Malu kan kalau, misalnya, kita terus-terusan dicap sebagai bangsa bermental ”tempe”.
Jadi, daripada cuma marah dan sakit hati, lebih baik kita belajar dan berusaha memajukan Indonesia. Sebagai dasar semangat, kita harus yakin bisa memberantas kemalasan agar Indonesia jadi negara yang hebat. Kan asyik kita bisa tinggal di negeri yang hebat!
Ign Rachmadjie Primantoro, guru Bahasa Indonesia SMA BOPKRI 1, mengatakan, ironis jika pelajar yang otomatis tanggung jawabnya adalah belajar justru tidak menjalankan tugas dan tanggung jawabnya itu, tapi memilih bolos atau malas belajar.
Dampaknya, akan tercipta pelajar yang tidak peduli pada kemajuan bangsa dan sosok yang tak bertanggung jawab. ”Selain itu, Indonesia akan selalu kalah dalam bersaing di bidang ilmu dan teknologi,” kata Pak Rachmadjie.
Solusinya, pelajar harus menyadari tugas dan tanggung jawabnya sebagai generasi yang akan menentukan nasib bangsa. Di sini dibutuhkan pelajar yang berkualitas unggul dan kompetitif.
Kepala Kantor Sains Center Taman Pintar Yogyakarta Drs Edy Heri Suasana menambahkan, sebagian orangtua beranggapan, tugas mencerdaskan anak ada pada sekolah. Akibatnya, tanggung jawab orangtua terhadap pendidikan anak pun terlepas.
”Padahal, pendidikan itu menjadi tanggung jawab bersama antara orangtua murid, sekolah, dan masyarakat,” katanya.
Ortu berperan mengontrol pendidikan anak-anaknya dengan banyak cara, misalnya memberikan dukungan agar anak mereka punya semangat belajar.
Kurangnya perhatian ortu dalam mendidik anak menyebabkan anak yang malas belajar, tidak terkontrol. ”Padahal, tantangan yang dihadapi murid sekarang lebih besar ketimbang zaman dulu,” kata Pak Edy.
Jalan keluarnya, lanjutnya, pertama, kembalikan fungsi keluarga untuk membangun pendidikan di rumah. Di sini ortu dan keluarga berperan penting untuk mencerdaskan anak-anak mereka, baik untuk kecerdasan spiritual, mental, maupun sosial.
Kedua, semua pihak, termasuk masyarakat dan pemerintah, harus memberikan pendidikan kepada semua anak usia sekolah. Pihak swasta dan pemerintah perlu membangun sains center dan pusat kajian ilmu pengetahuan untuk mendukung pembelajaran di sekolah. ***
TIM SMA BOPKRI 2 Yogyakarta: Amanda Kurnia Sari, Mega Sintia, Nadya Ayu Floresta Sari, Zenita Rizandi, Meriah Magdalena N, Monica Febrina, Ida Yuni Lestari, dan Novita Parintis Manopo
Source : Kompas, Jumat, 13 November 2009 | 03:45 WIB
No comments:
Post a Comment