Kiamat
Oleh : Jaya Suprana
Artikel ini bukan promosi film 2012. Tanpa dipromosikan pun, film itu sudah luar biasa laris.
Bahkan, penonton sampai sudi bersusah payah antre berkepanjangan demi memperoleh tanda masuk untuk menonton film tentang kiamat yang tersurat dan tersirat pada nubuat kebudayaan Maya. Film yang dirilis sejak 13 November 2009 ke seluruh dunia itu langsung merebut kedudukan tertinggi dengan perolehan 65 juta dollar AS, hanya dalam waktu dua hari.
Kritik
Sebenarnya para kritikus film menilai film kolosal tentang mahabencana pengiamat Planet Bumi itu dengan nilai tidak terlalu positif, bahkan cenderung menganggap makna film sekadar hiburan hampa-makna yang tidak perlu dianggap serius. Bahkan, ada yang tega bilang, hanya orang dungu yang senang menonton film kiamat itu.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Malang pun mengeluarkan fatwa, film 2012 menyesatkan sebab mengambil alih hak Yang Mahakuasa untuk menentukan saat kiamat.
Namun, publik tampaknya sama sekali tidak peduli atas apa pun yang dihujatkan pada film 2012 itu. Terbukti di seluruh dunia, termasuk Indonesia, mereka berduyun-duyun ingin menyaksikan film tentang kiamat, yang tidak bisa memang digarap dengan teknik grafis komputer yang monumental dan spektakuler seperti film-film disaster terdahulu karya Roland Emmerich yang berasal dari Jerman itu.
Saya pribadi sempat berjumpa dengan sutradara yang enam tahun lebih muda ketimbang saya semasa studi di Jerman. Pada masa itu, Roland Emmerich memang sudah dianggap sebagai salah seorang calon bintang di dunia perfilman Jerman, tetapi lebih berada di jalur seni murni, seperti Fassbinder atau Wenders, ketimbang komersial apalagi di jalur Hollywood.
Setelah menghamburkan dana ayahnya untuk film komersial perdana The Noah’s Principle, sebagai film termahal yang pernah dibuat seorang mahasiswa Jerman, Emmerich langsung hijrah ke Hollywood untuk mulai menggebrak pasar perfilman dunia dengan Universal Soldier dan Stargate yang ternyata disukai penggemar film kuasi-fiksi-ilmiah Hollywood.
Setelah itu, Emmerich tidak mengomersialkan film bersuasana malapetaka seperti Godzilla, Independence Day, dan The Day after Tomorrow, yang menjadi citra diri sutradara Jerman yang tampaknya gemar mencipta suasana mahaprahara malapetaka armagedonal.
Seperti semua film malapetaka, pada hakikatnya isi film 2012 sekadar permainan imajinasi sang penggagas kisah dan sutradara yang sulit masuk akal sehat yang wajar-wajar belaka.
Kiamat
Dalam sejarah kebudayaan umat manusia, kiamat sudah sering diramalkan pada suatu titik-saat tertentu dan akan memusnahkan Planet Bumi. Juga sudah sering terbukti, ramalan itu sama sekali tidak terjadi.
Secara paradoksal, di satu sisi tidak ada manusia yang waras-pikir menghendaki kiamat terjadi. Namun, di sisi lain ada semacam naluri primordial atau yang disebut Jung sebagai gejala archetype mengendap di lubuk nurani manusia yang yakin kiamat pasti akan terjadi dan di masa hidup dirinya sendiri. Yang jelas, kiamat merupakan salah satu produk yang potensial dimanfaatkan para pengkhotbah agar jemaah menaati ajaran yang dikhotbahkan.
Dari aspek tujuan, menakuti- nakuti orang agar takut berbuat jahat dan aib jelas positif, bahkan konstruktif. Namun, celakanya, sempat pula terjadi para penganut kiamatisme begitu ketakutan kiamat akan benar-benar terjadi, maka sebelumnya ramai-ramai bersama bunuh diri.
Mengenai kiamat benar-benar akan terjadi, sulit dibantah. Namun, apakah harus pada musim dingin 2012? Belum lagi harus dirinci musim dingin di mana sebab masa musim dingin di Australia berbeda dengan di AS.
Secara imaniah maupun logika tidak bisa dimungkiri, mungkin saja kiamat akan benar-benar terjadi. Misalnya, apabila ada meteor yang ukurannya cukup memadai, mendadak menabrak Planet Bumi tanpa terbendung oleh lapisan-lapisan sfere yang memperisai bola dunia ini. Atau bisa saja seperti dikatakan Al Gore, kiamat akan terjadi bertahap, lambat tetapi pasti akibat sikap dan perilaku manusia yang potensial mengiamatkan marcapada ini. Namun, masalah yang tidak pernah jelas adalah kapan kiamat itu benar-benar akan terjadi. Sebab, meski sudah berulang kali dijadwalkan, terbukti selalu meleset. Terbukti kini saya masih bisa menulis naskah yang sedang Anda baca ini!
Tampaknya kiamatisme sudah menjadi bagian integral naluriAngst makhluk hidup jenis Homo sapiens dalam suasana harap-harap cemas yang lebih cenderung mengharap tidak terjadi kecuali oleh kaum fatalis yang sedemikian benci manusia, hingga ingin menghukum bahkan membasmi habis manusia padahal dirinya sendiri juga manusia.
Jahanam seperti Hitler sebenarnya sudah menghadirkan kiamat dalam skala terbatas bagi kaum Yahudi. Sementara Roland Emmerich menyadari dan berhasil memanfaatkan naluri kiamatisme untuk menjual produk film-film mahamalapetaka.
Maka, meski dicemooh sampai dibilang hanya orang dungu yang senang menonton 2012, tidak ada yang peduli terbukti. Semua berbondong-bondong antre untuk menonton film dungu itu! Biar dungu asal asyik! Langsung 2012 nangkring di jenjang teratas film terlaris di dunia, termasuk di Indonesia, masa kini meski—atau justru akibat—sudah dilarang ditonton oleh MUI.
Seperti halnya dulu Inul, malah laris manis setelah goyangnya diharamkan. Terlepas suka tak suka, sebenarnya tetap ada hikmah bisa dipetik dari film kiamat itu, yakni mensyukuri betapa indah dunia ini apabila tidak kiamat. ***
Jaya Suprana,
Budayawan
Source : Kompas, Sabtu, 21 November 2009 | 03:56 WIB
No comments:
Post a Comment