Setelah sempat terputus karena bentrokan antara massa dan petugas berkaitan dengan rencana pembongkaran makam Mbah Priuk, lalu lintas di Jalan Jampea, di depan RS Koja, Rabu (14/4) malam, mulai dibuka untuk kendaraan. (Kompas/Priyombodo)***
KERUSUHAN PRIOK
Mereka Berdampingan di RSUD Koja
Di jalanan, ribuan warga melempari aparat Satuan Polisi Pamong Praja dan polisi dengan apa saja. Sesekali mengejar petugas, kemudian merampas peralatan mereka.
Aparat juga melawan. Mereka bergiliran melemparkan batu ke arah warga. Sesekali menembakkan meriam air atau gas air mata ke kerumunan warga. Kejar-kejaran tak terhindarkan.
Perang kota ini hanya berlangsung di jalan di wilayah Koja, Jakarta Utara, Rabu (14/4). Perang tak terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja yang menjadi tempat perawatan korban luka. Kedua pihak dirawat di satu ruang, Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Koja. Rumah sakit ini juga menjadi tempat berlindung bagi mereka yang lelah berperang di jalan.
Di RSUD Koja tidak ada permusuhan. Semua yang berada di tempat ini hanya mereka yang memerlukan pertolongan. Pihak rumah sakit mengambil sikap tegas. ”Kami harap tenang, sabar. Jangan ganggu kami memberi pengobatan. Semua warga akan kami tolong,” tutur Wakil Direktur RSUD Koja Caroline ketika menenangkan warga.
Selama bentrok berdarah itu, kepanikan terpusat di Ruang IGD RSUD Koja. Sanak keluarga menunggu di depan pintu masuk ruangan itu.
Hampir semua korban dibawa tim medis dengan ambulans ke ruangan ini. Suasana di IGD RSUD Koja hiruk-pikuk.
Sucipto nyaris tidak bergerak saat tubuhnya dibawa keluar dari IGD untuk dirujuk ke RS Cipto Mangunkusumo. Mata kirinya tertutup perban yang basah dengan darah. ”Matanya luka,” kata Direktur RSUD Koja Togi Asman.
Selama penantian para korban luka, mereka yang bertikai tak saling bentrok di rumah sakit. Kedua pihak sama-sama bisa menahan diri.
Panas di jalan
Kondisi di arena bentrok sangat panas. Puncak bentrok berlangsung pada sore hari sekitar pukul 16.00. Saat itu massa membakar puluhan kendaraan dinas Satpol PP dan polisi, termasuk dua backhoe dan satu kendaraan meriam air milik Polda Metro Jaya.
Awalnya mereka memecahkan kaca-kaca mobil, lalu menjungkirkan kendaraan, dan menjarah isinya. Seusai menjarah, mereka membakar.
Hanya beberapa menit kemudian, kompleks gudang Vepak Terminal Jakarta, yang terletak di sudut Jalan Dobo, Koja, Jakarta International Terminal Container (JICT), bak di
kelilingi api yang berasal dari deretan kendaraan yang dibakar.
Pemicu
Bentrokan dipicu rencana Pemerintah Provinsi DKI menggusur sebagian lokasi makam Mbah Priuk yang dikeramatkan. Warga, terutama mereka yang mengatasnamakan ahli waris tanah tersebut, berusaha mempertahankan Mbah Priuk.
Kuasa hukum ahli waris Makam Mbah Priuk, Zulhendrihasan, mengatakan, tanah ini awalnya makam Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad. Saudagar Arab itu meninggal pada tahun 1756 karena kapalnya terkena badai di laut utara Jakarta.
Saat Habib Hasan dimakamkan, batu nisannya adalah dayung patah dan ”periuk” nasi milik Habib Hasan. Di makam itu juga ditanam bunga tanjung. Zulhendrihasan meyakini hal inilah awal dari penyebutan nama Tanjung Priok.
Sebelum tahun 1997, lokasi itu merupakan Tempat Pemakaman Umum (TPU) Dobo yang diisi oleh 28.500 unit makam. Luas TPU dan kawasan sekitarnya mencapai 145,2 hektar dan berada di Jalan Dobo, Jakarta Utara. Para ahli waris Habib Hasan mengklaim tanah itu sebagai milik mereka berdasarkan hak Eigendom Verponding No 4341 dan No 1780.
Sementara pihak PT Pelindo II mengklaim tanah itu berdasarkan sertifikat Hak Pengelolaan Nomor 1/Koja Utara, yang diterbitkan Kantor Pertanahan Jakarta Utara pada 21 Januari 1987. Dengan sertifikat itu, PT Pelindo II berniat memperluas terminal bongkar muat peti kemas sesuai rencana induk pelabuhan.
Mendengar hal itu, pihak ahli waris melakukan protes dan memeriksa status kepemilikan tanah ke Kantor Pertanahan Jakarta Utara. Kantor Pertanahan Jakarta Utara mengeluarkan surat No 182/09.05/HTPT yang menyatakan, status tertulis tanah di Jalan Dobo itu atas nama Gouvernement Van Nederlandch Indie dan telah diterbitkan sertifikat hak pengelolaan No 1/Koja Utara atas nama Perum Pelabuhan II.
Pada periode 1995-1997, 28.500 kerangka dipindahkan ke TPU Budidarma, Semper, Jakarta Utara. Pada 21 Agustus 1997, kerangka Habib Hasan juga dipindah ke TPU Budidarma.
Namun, pada September 1999, ahli waris kembali membangun makam Mbah Priuk di lokasi lama dan sebuah pendopo tanpa izin Pelindo II dan tanpa izin mendirikan bangunan (IMB). Makam itu sering dikunjungi orang untuk berdoa dan berziarah.
Pada 2001, Habib Muhammad bin Achmad sebagai ahli waris Habib Hasan mengajukan gugatan atas tanah tersebut ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara dengan nomor perkara 245/Pdt.G/2001/PN.Jkt.Ut melawan PT Pelindo II. Namun, PN Jakarta Utara menolak gugatan itu. Setelah itu, pihak ahli waris tidak mengajukan banding sehingga putusan pengadilan memiliki kekuatan hukum tetap dan hak atas tanah itu menjadi milik PT Pelindo II.
Pada 2010, PT Pelindo II meminta bantuan hukum dari Pemprov DKI untuk membongkar bangunan pendopo dan karena tidak memiliki IMB dan kawasan itu akan dijadikan perluasan terminal peti kemas. Makam akan diperluas dan dipercantik sehingga tetap dapat dikunjungi untuk ziarah warga. (WIN/BRO/NDY/ECA/CAL/JOS/AGS)***
Source : Kompas, Kamis, 15 April 2010 | 03:01 WIB
No comments:
Post a Comment