GERHANA MATAHARI TOTAL
Memahami Fenomena Alam Itu
Oleh Yuni ikawati
Pada hari Minggu (11/7) mendatang penduduk di kawasan Pasifik Barat dan Amerika Selatan akan menyaksikan gerhana matahari total. Sayangnya, fenomena langit itu tak dapat dilihat di wilayah Indonesia.
Penduduk di wilayah Nusantara ini baru akan menikmati GMT pada 9 Maret 2016. Kejadian alam itu terakhir bisa disaksikan di Indonesia pada 24 Oktober 1995.
Di Pasifik Barat atau sebelah timur Australia dan kepulauan Polinesia, gerhana matahari total (GMT) terjadi pada saat matahari terbit. Sedangkan di kawasan Amerika Selatan, yaitu sekitar Cile dan Argentina, GMT terjadi saat matahari tenggelam.
”Fenomena alam ini hanya akan berlangsung selama beberapa menit,” kata pakar astronomi dari Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) Thomas Djamaluddin.
Langka di suatu tempat
Peristiwa alam itu memang tergolong langka muncul di satu tempat. Bagi penduduk Indonesia sendiri GMT pernah terjadi pada 15 tahun lalu. Ketika itu GMT hanya berlangsung dua menit. Fenomena itu pun hanya dapat disaksikan penduduk pulau kecil di ujung utara Indonesia, yaitu Pulau Sangihe di Sulawesi Utara.
GMT 1995 merupakan GMT yang terakhir yang melintas Indonesia pada abad ke-20 ini. GMT berikutnya akan kembali melintas Indonesia pada 9 Maret 2016.
Menurut penghitungan astronomi, GMT pada 6 tahun mendatang itu akan melintasi sebagian besar wilayah Indonesia, yaitu Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Halmahera. ”Dibandingkan dengan GMT 1993, gerhana mendatang akan dua kali lebih lama,” ujar Thomas.
Bagaimana gerhana itu dapat terjadi?
Bumi dan Bulan senantiasa memiliki bayangan karena mendapat cahaya matahari. Bayangan yang muncul dapat berupa bayangan inti (umbra) yang gelap total dan bayangan sekunder (penumbra) yang redup. Pada saat bayangan Bulan mengenai Bumi maka terjadilah gerhana matahari.
Wilayah yang terkena bayangan inti mengalami GMT atau gerhana cincin.
Ketika terjadi GMT, kata Thomas, orang akan melihat matahari tampak gelap total, sedangkan pada saat gerhana cincin hanya bagian tengah matahari yang tampak gelap, karena sisi luar matahari masih tampak. Daerah yang terkena bayangan sekunder hanya akan mengalami gerhana sebagian.
Berselang dua pekan
Gerhana matahari atau bulan terjadi bila Matahari, Bumi, dan Bulan berada dalam satu garis.
”Bila pada saat purnama matahari, Bumi, dan Bulan segaris atau hampir segaris maka pada bulan mati dua pekan sebelum atau sesudahnya, ketiganya akan segaris atau hampir segaris lagi. Karena itu, tidak mengherankan bila gerhana bulan dan matahari terjadi berurutan berselang dua pekan,” kata Thomas.
Ia memberikan contoh, sesudah terjadi gerhana bulan sebagian 15 April 1995, terjadi gerhana matahari cincin pada 29 April 1995 yang melintasi Amerika Selatan.
Menjelang GMT 24 Oktober 1995 yang terjadi bukan penggelapan Bulan (gerhana) melainkan hanya peredupan karena Bulan hanya memasuki bayangan Bumi sekunder (penumbra).
Berbagai kepercayaan
Gerhana matahari maupun gerhana Bulan mempunyai makna tersendiri bagi kehidupan manusia. Pada masa lalu orang menakuti kejadian alam ini sehingga muncul berbagai tradisi atau kepercayaan.
Ada masyarakat yang memercayainya sebagai peristiwa Bulan atau Matahari dimakan raksasa hingga orang harus memukul bunyi-bunyian untuk mengusirnya. Sebagian masyarakat juga mempercayai bahwa gerhana berpengaruh buruk hingga wanita hamil perlu bersembunyi.
Sementara itu, masyarakat Arab dahulu percaya bahwa gerhana itu berkaitan dengan kematian seseorang. Namun, bagi umat Islam kemudian, peristiwa gerhana merupakan cara mencocokkan penghitungan waktu bagi para ahli hisab.
Gerhana matahari merupakan ijtimak (segarisnya Bulan dan Matahari) yang teramati (observable new moon) yang amat penting dalam penghitungan kalender Islam. Dalam keadaan biasa, ijtimak tidak teramati. Satu-satunya tanda telah terjadi ijtimak adalah teramatinya hilal (bulan sabit pertama) pada saat maghrib. Itulah awal bulan dalam kalender Islam.
Menghadapi GMT, masyarakat tidak perlu terlalu takut untuk mengamatinya bila tahu cara menikmatinya yang aman. Pada dasarnya, radiasi cahaya matahari pada saat GMT dan di luar GMT sama saja. Tidak ada radiasi berbahaya yang muncul pada saat GMT.
Saat yang paling berbahaya hanyalah bila terlalu asyik melihat GMT dan tanpa sadar matahari telah muncul, walau masih sedikit. Pupil mata yang membesar pada saat kegelapan GMT dan kuatnya intensitas matahari bisa menyebabkan cahaya yang menembus mata terlalu berlebihan. ”Hal inilah yang bisa menyebabkan kebutaan,” kata Thomas. ***
Sumber : Kompas, Kamis, 8 Juli 2010 | 04:27 WIB
No comments:
Post a Comment