90 Persen Benteng di Indonesia Rusak
Direktur Jenderal Sejarah dan Purbakala Kementerian Budaya dan Pariwisata, Aurora Frida Tambunan, mengunjungi pameran "Benteng-Benteng: Dulu, Kini, dan Esok" di Benteng Fort Rotterdam, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (12/1/2011). (KOMPAS/ASWIN RIZAL HARAHAP)***
TERKAIT:
- Visit Makassar Targetkan 5.000 Wisatawan
- Dubes Perancis Janji Promosikan Aceh
- Clipper Odyssey Singgah di Banda Aceh
- Obyek Wisata Kaliurang Mulai Pulih
- Menikmati Bali di Cikarang
MAKASSAR - Sebanyak 90 persen dari 442 benteng di Indonesia yang diinventarisasi Kementerian Budaya dan Pariwisata selama tiga tahun terakhir, musnah, rusak, dan beralih fungsi. Tim dari Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala kini tengah mengkaji pemanfaatan benteng-benteng tersebut.
Hasil rekomendasi akan kami berikan pada setiap kepala daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota paling lambat pertengahan tahun ini.
-- Aurora Tambunan
Direktur Peninggalan Purbakala pada Kementerian Budaya dan Pariwisata, Junus Satrio Atmodjo, di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (12/1/2011), mengatakan benteng-benteng berupa pilbox atau bunker peninggalan Perang Dunia II yang ada di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi, umumnya musnah karena telah menjadi perkebunan.
Adapun sekitar 50 persen dari 37 benteng peninggalan Perang Diponegoro (1825-1830) di Pulau Jawa rusak dan terbengkalai. Sementara sisanya yang masih berkondisi baik justru dimanfaatkan warga untuk sarang walet, seperti Benteng Pendem dan Willem I di Kecamatan Ambarawa, Jawa Tengah. Ada pula sejumlah benteng yang kini difungsikan untuk rumah tahanan dan markas militer.
Menurut Direktur Jenderal Sejarah dan Purbakala, Aurora Frida Tambunan, pihaknya tengah merumuskan langkah yang paling tepat untuk pemanfaatan benteng-benteng tersebut.
"Hasil rekomendasi akan kami berikan pada setiap kepala daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota paling lambat pertengahan tahun ini," tutur Aurora, seusai membuka pameran bertajuk "Benteng-Benteng: Dulu, Kini, dan Esok" di Benteng Fort Rotterdam, Makassar.
Rekomendasi itu diharapkan menjadi pedoman para pemangku kebijakan di setiap wilayah dalam membenahi kondisi benteng. Ia berharap pelestarian itu nantinya dilakukan dengan mengedepankan pemanfaatan potensi benteng. Metode tersebut akan membuat benteng memiliki nilai ekonomis yang dapat digunakan untuk membiayai pelestarian.
Beberapa benteng yang kondisinya baik dan bernilai ekonomis, antara lain Benteng Vredeburg (Yogyakarta), Vastenburg (Solo), Fort Van Der Capellen (Batusangkar), Marlborough (Bengkulu), dan Fort Rotterdam (Makassar).
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, misalnya, baru saja menyelesaikan revitalisasi tahap I Benteng Fort Rotterdam tahun lalu. Biaya sebesar Rp 10 miliar itu digunakan untuk menata tampilan fisik benteng dan merobohkan gedung Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang berlokasi di sebelah selatan benteng.
Menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sulsel, Syuaib Mallombasi, revitalisasi tahap II akan dilanjutkan tahun ini dengan merobohkan gedung Radio Republik Indonesia yang berlokasi di sebelah utara benteng. Pemprov Sulsel juga akan membangun kanal selebar 3 meter untuk wisata keliling benteng menggunakan kano.
"Bangunan di belakang pun sebagian akan kami pugar agar tampilan benteng dapat dinikmati dari segala penjuru," ujar Syuaib.
Selain Fort Rotterdam, revitalisasi juga akan dilakukan terhadap Benteng Somba Opu. Namun, proses pelestarian yang melibatkan investor baru akan dilakukan setelah penetapan zonasi oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Sulsel rampung pada 15 Januari nanti.
Inventarisasi terhadap keberadaan benteng akan terus dilanjutkan tim Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala. Berdasarkan catatan Pemerintah Kolonial Belanda terdapat sekitar 600 benteng di Tanah Air. (Aswin Rizal Harahap)***
Source : Kompas.com, Rabu, 12 Januari 2011 | 16:47 WIB
No comments:
Post a Comment