1.100 Sekolah RSBI Harus Diaudit BPK
shutterstock
Ilustrasi: Orang tua murid dan masyarakat selama ini telah memberikan dana yang sangat besar pada sekolah-sekolah RSBI/SBI antara lain untuk membiayai honor guru, pembangunan gedung, pengadaan AC ruangan, komputer seta peralatan sekolah lainnya tanpa laporan yang jelas.
TERKAIT:
- BPK Harus Audit "Raibnya" Rp 5,7 Miliar
- Korupsi BOS Diserahkan ke KPK dan Pemkot
- ICW Desak KPK Ambil Alih Korupsi BOS
- Rp 4,5 Miliar "Bablas" di SDN RSBI 12
- 7 Sekolah Rugikan Negara Rp 5,7 Miliar
JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI harus mengaudit dana pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota dan masyarakat yang dikelola oleh sekolah berstatus RSBI/SBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional/Sekolah Berstandar Internasional). Audit dilakukan untuk mencium dan mengungkap penyelewengan serupa, seperti di SDN RSBI Rawamangun 12 Pagi, Jakarta Timur.
Sekolah selalu berdalih, pengelolaan dana tersebut bukan urusan orang tua murid. Orang tua murid cukup berpartisipasi membayar iuran sekolah.
-- Febri Hendri
Sebagaimana diketahui, BPK Perwakilan Jakarta menemukan indikasi kerugian negara/daerah sebesar Rp 4,5 miliar dalam pengelolaan dana BOS, BOP, Block Grant RSBI dan dana yang berasal dari masyarakat tahun 2007-2009 di SDN RSBI Rawamangun 12 Pagi tersebut. Penyelewengan terjadi dalam berbagai bentuk, salah satunya penggunaan dana yang berasal masyarakat untuk kegiatan sekolah meski kegiatan tersebut telah didanai oleh dana BOS, BOP dan Block Grant RSBI.
Peneliti senior Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri, di Jakarta, Kamis (23/12/2010), mengatakan, sekolah-sekolah berstatus RSBI/SBI memang mengelola dana yang sangat besar. Hal itu terjadi karena selain mendapat dana bantuan besar tiap tahun dari pemerintah pusat dan daerah, sekolah-sekolah tersebut juga diizinkan memungut dana dari masyarakat.
"Kami menaksir sebuah sekolah RSBI/SBI SD, SMP, SMA atau SMK rata-rata mengelola dana publik sebesar Rp 5 miliar setiap tahunnya," ujar Febri, usai mendatangi kantor BPK RI dan ditemui Sekjen BPK dan pejabat eselon 1 BPK RI.
Sementara itu, saat ini di Indonesia sedikitnya terdapat 1.100 sekolah berstatus RSBI/SBI. Untuk itu, pelaksanaan audit selama ini juga didasarkan pada laporan orang tua murid dan masyarakat ke ICW dan KAKP.
"Mereka mengeluhkan pengelolaan dana sekolah yang tidak transparan. Mereka sudah berusaha bertanya dan mencari informasi tentang pengelolaan dana publik tersebut pada pihak sekolah dan birokrasi pendidikan, akan tetapi usaha ini tidak berhasil karena pihak sekolah dan birokrasi pendidikan daerah seringkali menolaknya," ucap Febri.
"Mereka (sekolah) selalu berdalih, pengelolaan dana tersebut bukan urusan orang tua murid. Orang tua murid cukup berpartisipasi membayar iuran sekolah," tambahnya.
Febri mengatakan, orang tua murid dan masyarakat selama ini telah memberikan dana yang sangat besar pada sekolah-sekolah RSBI/SBI. Dana tersebut digunakan antara lain untuk membiayai honor guru, pembangunan gedung, pengadaan AC ruangan, komputer seta peralatan sekolah lainnya.
"Tetapi orang tua murid heran, karena meski dipungut dana untuk pengadaan barang itu setiap tahun, barang-barang tersebut seringkali tidak terealisasi. Pihak sekolah juga tidak memberikan penjelasan," papar Febri.
Saat ini, BPK Perwakilan Jakarta telah merekomendasi pada BPK RI untuk melakukan audit investigatif atas temuan penyelewengan dana BOS, BOP, Block Grant RBI dan Komite Sekolah senilai Rp 5,7 miliar di 7 sekolah di Jakarta, salah satunya di SDN RSBI Rawamangun 12 Pagi itu. Audit investigatif diharapkan dapat menemukan bukti-bukti yang lebih kuat adanya tipikor (tindak pidana korupsi) dalam pengelolaan dana-dana tersebut.
"Selain itu, penegak hukum akan membutuhkan audit investigatif ini untuk melengkapi penyidikan mereka dan menetapkan tersangka," kata Febri. (Latief)***
Source : Kompas.com, Kamis, 23 Desember 2010 | 20:01 WIB
No comments:
Post a Comment