Selasa, 30 Juni 2009

EKSPEDISI SUSUR SUNGAI CIMANUK INDRAMAYU 2009 (3)

Membangun
Sungai Cimanuk

Yang Berwawasan Lingkungan

Ekspedisi Susur Sungai Cimanuk Indramayu 2009, merupakan program lanjutan dari Ekspedisi Jejak Sejarah Indramayu Tahun 2009/2010. Program ini merupakan agenda tahunan Biro Tabloid ToeNTAS News Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Tabloid ToeNTAS News yang ke-11 di tahun 2009 ini. Program ini pun bisa disambungkan dengan peringatan Hari Jadi Indramayu yang diperingati setiap tahun. Kami juga berterima kasih atas partisipasi semua pihak demi suksesnya misi kami ini.

Maksud dan Tujuan

Ekspedisi Susur Sungai Cimanuk Indramayu 2009, tentu saja mempunyai maksud dan tujuan. Ini mengingat, Sungai Cimanuk memiliki sejarah yang sangat panjang dalam menghadirkan kemakmuran bagi penduduk Kabupaten Indramayu hingga saat ini. Bahkan dalam Buku Sejarah Indramayu 1977 diterangkan, bahwa Sungai Cimanuk yang berada di Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat memiliki nilai sejarah yang tak ternilai, karena mengandung mitos, sejarah, dan legenda sejak dulu kala ketika Wiralodra sebelum datang ke lembah Sungai Cimanuk, kemudian ia menerima wangsit agar mencari lembah Sungai Cimanuk di bagian Utara Pulau Jawa. Lalu Pangeran Aria Wiralodra, yang konon, merupakan gelar ksatria dari Bagelen itu sesuai perintah dalam wangsitnya agar membuka pedukuhan di area alas dan semak-belukar di lembah Sungai Cimanuk.

Dalam wangsit itu, konon, memberikan sinyal tentang harapan kemakmuran yang disuguhkan dari Sungai Cimanuk itu. Kemudian yang terjadi kini, pedukuhan yang dibangun Pangeran Aria Wiralodra yang semula bernama Dermayu, dalam perkembangannya kini, daerah itu berkembang pesat hingga kemudian bernama Kabupaten Indramayu, yang kini berpenduduk sekitar 1,5 juta jiwa.

Maksud :

  1. Untuk mengetahui lebih dekat tentang kondisi Sungai Cimanuk di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat pada saat ini yang akan disajikan kepada pembaca.
  2. Ingin mengetahui potensi-potensi apa saja yang terkandung dalam Sungai Cimanuk berikut kondisi bantaran yang berada di sekitarnya.
  3. Memotret langsung bagaimana kondisi masyarakat yang berada di sekitar Sungai Cimanuk.
  4. Seberapa besar implementasi perhatian masyarakat dalam menjaga lingkungan Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk dari hulu hingga hilir.
  5. Memotret seberapa besar perhatian pemerintah terhadap kelestarian lingkungan Cimanuk, dan pembangunan apa saja yang telah, dan akan dikerjakan pemerintah, baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang seputar Sungai Cimanuk.

Tujuan :

  1. Untuk membangun kesadaran bersama dalam sikap nasionalisme dan optimisme dalam mengarungi kehidupan di jaman sekarang sambil menjaga lingkungan.
  2. Diharapkan, agar muncul kesadaran bersama dalam menghargai, melestarikan lingkungan, dan potensi-potensi yang terkandung di dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk dari hulu hingga hilir.
  3. Mendorong pihak-pihak yang berwenang untuk lebih serius dalam mengawasi, mengevaluasi, dan menjabarkannya dalam program-program pembangunan berkelanjutan seputar Sungai Cimanuk berikut anak sungainya, namun tetap mempertahankan wawasan lingkungan, dan terciptanya ekowisata di sepanjang DAS Cimanuk Indramayu.
  4. Membangun kesadaran bersama untuk terciptanya DAS Cimanuk yang asri, bernilai ekonomi, serta bermartabat untuk masa kini dan masa depan.
  5. Diharapkan, agar pemerintah pusat maupun daerah lebih serius lagi memerhatikan persoalan-persoalan yang dihadapi Sungai Cimanuk Indramayu saat ini.

TIM EKSPEDISI SUSUR

SUNGAI CIMANUK

INDRAMAYU

Tabloid ToeNTAS News

Cimanuk Pagirikan Yang Butuh Sentuhan

INDRAMAYU – Kondisi Sungai Cimanuk Indramayu di wilayah Desa Pabean Udik, Paoman, Pagirikan, dan Babadan, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat tampaknya masih butuh sentuhan pembangunan. Daerah aliran sungai (DAS) Cimanuk tersebut telah sekian lama mati karena sebuah jalan yang melintasi wilayah tersebut. Seperti tampak dalam gambar yang diambil Minggu (14/6), kondisi DAS Cimanuk Pabean Udik, Pagirikan, Paoman, dan Babadan butuh sentuhan pembangunan yang berkelanjutan. Kabarnya, Juli 2009 ini, lokasi tersebut akan direhabilitasi, dan aliran Sungai Cimanuknya dihidupkan kembali. (Satim/Joko K)

Sabtu, 27 Juni 2009

Awas ! Tunjangan Guru Salah Sasaran

KESEJAHTERAAN GURU

Tunjangan Rp 9,14 Triliun Berpotensi Salah Sasaran

Sabtu, 27 Juni 2009 | 03:56 WIB

Jakarta, Kompas - Tunjangan profesi guru pegawai negeri sipil daerah yang dianggarkan Rp 9,14 triliun berpotensi salah sasaran. Itu dimungkinkan karena maraknya pemekaran wilayah yang berdampak pada kekacauan administrasi, termasuk data guru penerima tunjangan pada setiap daerahnya.

Dirjen Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan Mardiasmo mengungkapkan hal itu saat berbicara dalam ”Diskusi 10 Tahun Desentralisasi, Mencari Format Peran Provinsi” di Jakarta, Kamis (25/6).

Menurut Mardiasmo, tunjangan profesi guru PNSD akan didistribusikan mulai tahun 2010. Namun, pada saat suatu daerah dimekarkan, data guru di setiap daerah belum secara otomatis dipisahkan. Akibatnya, muncul masalah pada saat pemerintah pusat akan mendistribusikan tunjangan profesi guru.

Masalah itu muncul karena distribusi tunjangan guru dilakukan dari Depkeu langsung ke pemerintah daerah. Ketika daerah itu dipecah, guru di daerah baru ada kemungkinan tidak akan menerima tunjangan yang menjadi haknya.

”Pada tahun 2010, Ditjen Perimbangan Keuangan mendapat tugas baru, yakni mendistribusikan dana tunjangan profesi guru Rp 9,14 triliun. Ini hanya untuk guru yang bersertifikat. Dana ini cukup besar, tetapi bagi kami sangat sulit untuk membagikannya ke daerah,” ujar Mardiasmo.

Sebelumnya, guru sudah mendapatkan tunjangan fungsional. Tunjangan ini dimaksudkan agar guru dengan pengalaman nol tahun bisa memperoleh penghasilan minimal Rp 2 juta per bulan. Dana ini ditransfer sesuai dengan nama dan alamat guru sehingga sangat detail. Namun, jika daerahnya memecahkan diri, itu akan menjadi masalah.

”Ini menunjukkan bahwa pemekaran daerah juga menyulitkan dari sisi administrasi. Untuk mencegah masalah itu perlu peran gubernur dalam mengawasi daerah yang berniat memecahkan diri,” ujarnya.

Dengan demikian, sudah ada tiga jenis tunjangan untuk guru, baik yang mengajar di sekolah negeri maupun swasta. Ketiga tunjangan itu adalah, pertama, tunjangan fungsional yang diberikan secara otomatis kepada seluruh guru di Indonesia yang berjumlah 2,7 juta orang senilai Rp 200.00 per orang per bulan dengan total dana yang tersedia Rp 4 triliun.

Kedua, tunjangan yang diberikan untuk guru yang mengajar di daerah terpencil, daerah perbatasan, daerah bencana alam dan daerah konflik yang jumlahnya sekitar 40.000 guru. Besar tunjangannya adalah satu kali gaji tiap bulan. Tunjangan ketiga adalah tunjangan profesi yang diberikan kepada guru-guru yang telah lulus uji sertifikasi.

Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati menegaskan, tunjangan yang diberikan baik kepada guru PNS dan swasta menunjukkan komitmen pemerintah dalam meningkatkan anggaran pendidikan. ”APBN itu tidak hanya menanggung guru PNS, tetapi juga swasta,” ujarnya. (OIN)***

Korban-Korban Lahan Pertanian : Petani pun Terancam Miskin

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Alat berat mulai membuka jalur untuk proyek pembuatan jalan tol Semarang-Solo di wilayah Kecamatan Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, yang berbukit-bukit, Rabu (13/5). Proyek jalan tol sepanjang 76 kilometer ini merupakan tahap pertama, yang sebagian mengambil lahan pertanian di wilayah Semarang-Ungaran.

Lahan Pertanian Pun Menjadi Korban

Jumat, 26 Juni 2009 | 03:54 WIB

Petani di Desa Dempet, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Suryadi, pekan lalu, mengeluh, saat ini penghasilannya paling tinggi Rp 3,5 juta. Sebagai petani, ia merasakan biaya pengolahan padinya naik 300 persen dibandingkan tiga tahun lalu. Setiap seperempat hektar lahan kini memerlukan biaya pengolahan Rp 2,5 juta.

Winarto Herusansono

Apabila harga gabah hanya Rp 1.800 per kilogram, praktis rugi. Hasil penjualan padi kurang dari Rp 2,5 juta atau tepatnya penghasilan saya hanya Rp 2,16 juta. Produksi padi dari lahan seperempat hektar itu hanya 1,2 ton,” kata Suryadi. Kalau harga gabah membaik, mencapai Rp 2.300/kg, dirinya pun untung.

Untuk menghidupi keluarganya, Suryadi menambah penghasilan dengan menjadi tukang becak di lokasi wisata religi Makam Sunan Kalijaga, Kadilangu, Demak. Dari mengayuh becak itu, ia memperoleh penghasilan rata-rata Rp 10.000 per hari, dan tiap akhir pekan melonjak menjadi Rp 25.000 per hari.

Suryadi mengaku, dia adalah satu dari puluhan petani yang harus merelakan sawahnya menciut, tergerus proyek jalan lingkar selatan Kota Demak sejak 2003. Semula luas lahannya 1 hektar, tetapi sebagian besar terkena proyek dan kini tinggal seperempat hektar saja.

Nasib petani tekun seperti Suryadi yang gagal mempertahankan lahannya, menurut anggota DPRD Jateng, Masruhan Samsurie, kian banyak dialami petani yang memiliki sawah di sepanjang tepi jalan di provinsi tersebut. Derita petani itu muncul seiring kian gencarnya konversi lahan menjadi nonpertanian, seperti untuk industri, perumahan, jalan tol, dan kawasan lain yang tidak terkait dengan pertanian.

”Petani yang beralih pekerjaan juga banyak. Mereka tidak hanya kehilangan sawahnya akibat pembangunan, tetapi lahan mereka juga menyusut karena sebagian besar terkena proyek jalan lingkar atau jalan tol,” kata Masruhan. Ia pernah menerima keluhan petani, seperti Suryadi.

Tanpa adanya perlindungan terhadap lahan pertanian, Masruhan menduga, sektor ini memberi sumbangan pengangguran yang besar di Jateng. Saat ini pengangguran mencapai 1,2 juta orang dan penduduk yang miskin 3,1 juta keluarga.

Anggota DPRD Jateng yang lain, Kamal Fauzi, menuturkan, Badan Pusat Statistik (BPS) Jateng menunjukkan, tak kurang dari 2.500 hektar lahan pertanian di provinsi itu beralih fungsi setiap tahun. Percepatan alih fungsi sawah cukup tinggi terjadi di Kabupaten Sukoharjo, Karanganyar, Demak, Boyolali, Grobogan, dan Pekalongan.

Namun, Kepala Dinas Pertanian dan Hortikultura Jateng Aris Budiono membantah, angka alih fungsi lahan sawah di Jateng hingga 2.500 hektar per tahun, seperti data BPS. ”Dinas pertanian mencatat rata-rata lahan yang beralih fungsi 600-750 hektar per tahun. Jumlah ini cukup besar untuk ukuran di Jawa, terlebih peralihan fungsi itu tidak bisa serta-merta diikuti dengan menciptakan lahan sawah baru,” katanya.

Aris mengakui, mempertahankan lahan sawah memang tidak mudah, terutama lahan sawah irigasi teknis. Dalam tiga tahun terakhir saja tercatat 10.000 hektar lahan sawah beralih fungsi ke nonpertanian. Setelah mengalami penyusutan, luas lahan sawah di Jateng pada 2008 sekitar 980.468 hektar.

Aris mengatakan, dengan lahan seluas itu, produksi padi masih tinggi. Pada 2008 produksi padi mencapai 9,136 juta ton atau naik 6,03 persen dari tahun sebelumnya, yang sebesar 8,6 juta ton. ”Dengan produksi sebesar itu, Jateng masih tercatat sebagai nomor tiga penyumbang pangan nasional. Untuk itu, upaya mempertahankan lahan sawah harus sudah dimulai,” kata dia lagi.

Untuk mempertahankan lahan sawah, kata Aris, dinas pertanian sejak 2000 melaksanakan program insentif kepada petani yang mengolah lahan produktif di daerah irigasi teknis dan setengah teknis. Program itu diberikan langsung ke petani.

Program insentif yang berjalan meliputi pemberian bantuan benih nonhibrida, bantuan benih hibrida unggul, pemberian bantuan teknologi pascapanen, serta bantuan alat dan mesin pertanian. Pemberian benih nonhibrida atau benih hibrida itu untuk petani padi, petani jagung, atau petani kedelai.

Tahun 2009 bantuan benih hibrida mencakup 69.966 hektar dengan bantuan sebanyak 104,5 ton tersebar di 15 kabupaten sentra padi. Jagung diberikan pada areal seluas 70.000 hektar, dengan total benih 1.550 ton, mencakup 15 kabupaten, serta kedelai untuk lahan seluas 20.000 hektar di 19 kabupaten, dengan jumlah benih 800 ton.

Insentif lain, seperti kata Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jateng Doddy Imron Cholid, adalah pemberian sertifikasi massal secara gratis kepada pemilik atau petani yang mengolah lahan irigasi teknis dan setengah teknis.

Sawah irigasi teknis adalah sawah yang langsung memperoleh jaminan air dari sungai terdekat, dengan kemampuan panen bisa tiga kali setahun. Adapun sawah irigasi setengah teknis mampu dua kali panen padi dan sekali panen palawija.

Pemberian sertifikat massal adalah agar petani bersedia mempertahankan fungsi lahannya sebagai sawah. Namun, upaya ini juga tidak mudah karena ada kendala nonteknis, yakni anggapan mengurus sertifikat sawah membutuhkan biaya mahal, lama, dan berbelit-belit.

Tidak kalah penting ialah sangat susah mengubah keyakinan masyarakat desa, khususnya petani, kalau sawah bersertifikat itu tidak bisa dijualbelikan. Padahal, jual-beli sawah boleh asal tidak untuk alih fungsi nonpertanian.

”Sertifikasi massal itu dibantu pemetaan data potensi lahan sawah sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Jateng,” kata Doddy.

Anggota DPRD Jateng, Khafid Sirotudin, menambahkan, rencana tata ruang itu harus pula didukung dengan Perda Pertanian Abadi yang rancangannya disiapkan sejak 2005. Raperda itu seharusnya bisa dibahas kembali dan diharapkan diperdakan sebelum habis masa bakti anggota DPRD periode 2004-2009.

Apabila mampu mempercepat pengesahan Perda Pertanian Abadi, Jateng akan menjadi provinsi pertama yang memiliki perda tentang pertanian abadi.

Source : Kompas, Jumat, 26 Juni 2009

Jumat, 26 Juni 2009

Lintasan Sejarah Kelistrikan di Kabupaten Indramayu

Sejarah Singkat Kelistrikan Di Kabupaten Indramayu

Dari Minyak Jarak Hingga “Byar Pet”

INDRAMAYU – Ki Tarpi (81), memang sudah kerempeng dan tubuhnya semakin lemah termakan usia. Namun lelaki tua itu masih ingat betul betapa sengsaranya ketika belum ada lampu listrik. “Kalau mau agak terang, saya menggulung kain nilon bekas sebagai sumbunya, pakai kaleng bekas atau seng yang dibentuk mirip botol, disulur dengan api baru menyala, dan terasa agak terang jika malam hari. Hidungku ini sampai banyak asapnya dan kotor,” kenang Ki Tarpi (81), warga Desa Panyindangan Wetan, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat.

Menurutnya, saat itu minyak tanah belum ada. Yang paling sengsara malah pada jaman penjajahan Jepang di Indramayu sekitar tahun 1943. “Kalau malam gelap gulita. Rakyat dicekam ketakutan menyalakan lampu di malam hari. Pakaian pun terbuat dari karung goni karena kejamnya tentara Jepang kepada rakyat Indramayu pada saat itu,” ujarnya.

Kondisi “kegelapan” yang diderita masyarakat Indramayu diamini Karwan (76), mantan pejuang Angkatan’45 yang pernah bergabung dengan Barisan Tentara Rakyat dalam melawan keganasan invasi pasukan beladiri Jepang. “Saat itu belum ada listrik. Sekarang jaman sudah maju, dan listrik telah menjangkau ke pelosok pedesaan,” ungkap warga yang sekampung dengan Ki Tarpi itu.

Ironisnya, jejak kelistrikan masa lalu nyaris sirna. Tihang-tihang listrik yang terbuat dari kayu besi ketika itu, namun kini sudah pada lenyap. Pihak Perusahaan Listrik Negara (PLN), tampaknya belum memiliki koleksi tihang listrik kayu, meski foto-fotonya masih tersimpan hingga kini.

Yang ada sekarang, beberapa batang tihang listrik yang terbuat dari besi sisa peninggalan penjajahan Jepang dan Belanda pada tahun 1940-an. Itu pun kondisinya kini sangat memperihatinkan, karena sudah termakan usia. Kalau sekarang umumnya sudah berganti model dengan menggunakan tihang beton, terbuat dari adukan semen, pasir, dan sirtu dirakit bersama rangkaian besi yang di cor.

Jejak tihang listrik besi kuno itu, masih terlihat dan berdiri di seputar perkotaan Kabupaten Indramayu. Seperti di pojok Kantor Dinas pengelolaan Sumber Daya Air, Pertambangan dan Energi (dulu Dinas PU Pengairan) Kabupaten Indramayu. Sejumlah tihang besi lainnya tersebar di sejumlah ruas jalan sekitar perkotaan Kota Mangga itu, seperti di Jalan Wiralodra Indramayu, Blok Sekober, Karanganyar, Karangturi, dan wilayah Kecamatan Sindang, Indramayu, serta Balongan.

Keberadaan tihang-tihang listrik kuno, tampaknya semakin memperjelas sejarah perkembangan kelistrikan di Kabupaten Indramayu, yakni dari jaman cempor, dan kini era “byar pet” karena adanya listrik. (Satim)***

Jamu "Gendong Dermayon" Ditampilkan Dalam Acara Perpisahan Murid TK SEJAHTERA Panyindangan Wetan Tahun Ajaran 2008/2009











Perpisahan TK Sejahtera

Memperagakan Tarian

“Jamu Gendong” Dermayon

INDRAMAYU – Era globalisasi telah menantang semua lini untuk selektif dalam mengapresiasikan perkembangan jaman sekarang ini. Oleh karena itu, para orangtua diharapkan berpartisipasi dalam mengambil nilai-nilai positif dari perkembangan jaman saat ini. Termasuk di dalamnya, adalah terbangun nilai-nilai positif dalam mendidik anak sejak dini.

“Dan kita sebagai pendidik, harus mampu mengapresiasikan pengetahuan untuk peserta didik pada anak usia dini di sekolah kami ini,” kata Juju Juariyah, Kepala Sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) “Sejahtera” Desa Panyindangan Wetan, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat, Kamis (25/6) di kantornya.

Juju, begitu panggilan akrabnya, mengatakan, pihaknya tak mudah untuk mengajak dan menyadarkan masyarakat agar anak-anak usia dini sekolah di TK Sejahtera. Konon, sebagian masyarakat masih beranggapan bahwa pendidikan di TK itu belum terlalu penting. Namun ia harus tabah untuk mengajak masyarakat agar anak di bawah umur lima tahun untuk sekolah di TK.

“Alasan lainnya, karena orangtuanya sibuk di sawah mencari nafkah, tak punya uang untuk membiayai pendidikan TK dan lain-lain. Namun kami tetap berjuang untuk mendidik anak usia dini demi meningkatkan kualitas pendidikan pada anak sebelum usia sekolah dasar,” ujarnya, seusai menggelar acara perpisahan murid-murid TK Sejahtera Desa Panyindangan Wetan Tahun Ajaran 2008/2009.

Kamis (25/6) siang itu, rupanya merupakan hari-hari yang amat bersejarah bagi para siswa TK Sejahtera bersama para orangtuanya yang selalu mengantar, dan mendampingi anak-anaknya setiap hari di sekolah itu. Betapa tidak, mengingat hari Kamis itu merupakan hari terakhir murid-murid TK Sejahtera Desa Panyindangan Wetan menamatkan pendidikannya, karena ada yang selama dua tahun menimba ilmu di sekolahan tersebut, sebelum memasuki sekolah dasar (SD).

Keceriahan tampak pada raut muka anak-anak yang kebetulan mengenakan pakaian kebaya adat Indramayu bagi yang perempuan. Sedangkan yang laki-laki mengenakan kaos oblong putih dan bercelana hitam panjang.

Aksi yang ditampilkannya di atas panggung setelah berfoto bersama, yakni tarian tradisional yang diputar melalui kaset. Lalu mereka menari berlenggak-lenggok. Tiga kali peragaan yang ditampilkan mereka di atas panggung, yang disambut tepuk tangan penonton dan para orangtua mereka menyaksikan kelucuan-kelucuan anak-anaknya yang memperagakan tarian tukang jamu gendong Dermayon, dan tarian balet tradisional. Meski aksi panggung anak-anak TK Sejahtera bergabung dengan panggung acara perpisahan murid-murid Kelas VI SDN Panyindangan Wetan I, namun, komentar sejumlah oranmgtua murid di sana, anak-anak itu terlihat lucu. (Satim) ***

Minggu, 21 Juni 2009

“Dandim Cup” Cabang Karate

Mencetak Generasi Yang Optimis

dan Berprestasi

INDRAMAYU – Ratusan remaja putra-putri yang berkostum karate warna putih-putih memadati Gelanggang Olahrga (GOR) Dharma Ayu Indramayu, Minggu (21/6) pagi. Sejumlah aparat berambut cepak pun turut memadati arena olahraga itu. Tanpa kecuali, ratusan pemuda yang tergabung dalam Ormas Pemuda FKPPI dan Pemuda Panca Marga (PPM) datang dari berbagai wilayah kecamatan se-Kabupaten Indramayu turut menyemarakan suasana acara pembukaan Pertandingan Karate “Dandim Cup” yang digelar di GOR Dharma Ayu Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat, hari Minggu itu.

Pertandingan karate “Dandim Cup” tingkat Kabupaten Indramayu tersebut berlangsung hingga Minggu (21/6) malam. Bupati Indramayu H. Irianto MS Syafiuddin yang diwakili Plt. Sekretaris Daerah (Sekda) H. Supendi mengatakan, dengan dilaksanakannya Kejuaraan Karate Dandim Cup, semoga mampu menjadikan generasi muda Indramayu yang sehat, berprestasi, dan mandiri.

“Kesuksesan dari pertandingan karate Dandim Cup ini, semoga turut menyukseskan Indramayu yang Religius, Maju, Mandiri, dan Sejahtera (Remaja),” katanya.

Sedangkan Komandan Distrik Militer (Dandim) 0616 Indramayu, Letkol Arh Hindro Martono seusai acara pembukaan mengungkapkan, pihaknya sengaja menggelar acara Pertandingan Karate Dandim Cup dalam rangka mencari bibit-bibit atlet karate yang berprestasi untuk membawa nama harum Kabupaten Indramayu.

“Selain target prestasi olahraga di cabang karate, juga wahana untuk membangun sikap sportif, optimis pada generasi muda, dan mampu mengangkat nama baik Kabupaten Indramayu,” tuturnya.

Acara Dandim Cup di cabang karate itu dihadiri unsur kepolisian, dan sejumlah tentara dari berbagai angkatan yang ada di wilayah Kabupaten Indramayu. (Satim/Joko K)***

Ekspedisi Susur Sungai Cimanuk Indramayu Juni 2009

Kondisi Bantaran Sungai Cimanuk yang terletak di Desa Terusan,
Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu. Gambar diambil Sabtu (20/6). Difoto dari atas Jembatan Terusan, kondisi bantarannya
terlihat agak rapih, tapi sebetulnya diduga sudah rusak.
(Foto : Satim)

Bantaran Cimanuk Perlu Ditata

INDRAMAYU – Bantaran Sungai Cimanuk Indramayu, Provinsi Jawa Barat tampaknya perlu ditata agar terlihat nyaman dan asri, sehingga keberadaan bantaran yang berawal dari sedimentasi lumpur (waled dan pasir) multi fungsi dalam menunjang kehidupan masyarakat. Baik sebagai area untuk memberikan nilai tambah ekonomi bagi warga sekitar, juga mampu menghasilkan pendapatan bagi kas daerah setempat karena dikelola profesional untuk dijadikan obyek wisata dan kegiatan pendidikan lingkungan dan lain-lain.

Sejarah mencatat, bahwa Pangeran Wiralodra sebagaimana yang ditulis dalam Buku Sejarah Indramayu diceritakan, sebagai pendiri pertama “pedukuhan” Dermayu sebelum seramai sekarang, Pangeran Wiralodra yang pertama dicari justru Sungai Cimanuk yang terletak di bagian utara Jawa Barat sesuai petunjuk dalam wangsitnya.

Konon, berawal dari Sungai Cimanuk itulah yang kelak akan memberikan kesuburan dan kemakmuran bagi anak dan cucunya. Dikaitkan dengan kehidupan sekarang, kisah itu terkesan ada benarnya juga. Ini terbukti, dari berabad-abad silam hingga kini, mayoritas penduduk di wilayah Kabupaten Indramayu menggantungkan hidup dari air yang dialirkan dari Sungai Cimanuk. Baik untuk kebutuhan pertanian, maupun kebutuhan hidup sehari-hari, meski dialirkan melalui pipa-pipa Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) “Tirta Darma Ayu” Indramayu.

Bagaimana kalau Sungai Cimanuk rusak, tercemar limbah berbahaya, atau tanggul-tanggulnya pada rusak ?

Tampaknya sulit untuk membayangkan apa yang bakal terjadi di kemudian hari. Para pemerhati lingkungan setempat sering mengatakan, bahwa Sungai Cimanuk harus dijaga dan dipelihara dari berbagai hal yang mengancam keselamatan lingkungan. Semua pihak tampaknya perlu didorong untuk tumbuh rasa kesadaran dalam menjaga warisan tak ternilai peninggalan pendiri daerah di Pantai Utara yang sekarang bernama Kabupaten Indramayu ini.

“Kesadaran semua pihak dalam menjaga kelestarian lingkungan, termasuk kelestarian lingkungan di sepanjang daerah aliran Sungai Cimanuk itu sangat penting,” kata Ir. Nur Cahya, Pemuda Pelopor Lingkungan di Kabupaten Indramayu, Sabtu (20/6).

Untuk membangun kesadaran dalam menjaga lingkungan, ia belum lama ini telah menggerakan berbagai komponen masyarakat untuk melakukan penanaman mangrove di beberapa kawasan sepanjang pantai Indramayu.

“Gerakan itu belum seberapa, dan kadang harap maklum karena anggaran penghijauan untuk Kabupaten Indramayu masih minim. Sehingga perlu dibarengi dengan kesadaran semua pihak demi keselamatan kehidupan di bumi,” ujarnya.

Oleh karena itu, ia mengharapkan agar pemerintah pusat lebih serius lagi memerhatikan keselamatan lingkungan di wilayah kabupaten Indramayu. Bantaran Kali Cimanuk pun, ungkap Nur Cahya, perlu dibenahi dan ditata ulang demi kelestarian lingkungan.

Mamat Herman, petugas Pengelolaan Sumber Daya Air, Pertambangan dan Energi (DPSDA Tamben) Kabupaten Indramayu mengatakan, pihaknya hingga kini masih belum lengkap untuk melakukan normalisasi, dan perkembangan alih fungsi lahan milik dinasnya tersebut.

“Kami juga masih mendata terus. Namun kewenangan yang lebih maksimal ada di tangan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk Cisanggarung yang berkantor cabang di Cirebon. Namun tingkat koordinasi, dan pengawasan memang melibatkan pihak dinas kami,” tutur Mamat, Kamis (18/6), di kantornya. (Satim)***

Sabtu, 20 Juni 2009

Perjalanan Hidup Warga Miskin di Indramayu

JUALAN BALON – Adi (10), siswa Kelas IV SDN Karangmalang, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat tengah melintas di Jalan Wiralodra Indramayu sambil berjualan balon dan mainan anak-anak untuk membiayai hidupnya. (Foto : Satim)

Kisah Perjalanan Adi

Seusai Sekolah Jualan Balon

INDRAMAYU – Berjalan kaki dengan menempuh perjalanan belasan kilometer, tampaknya sudah menjadi langganan dalam perjalanan hidup Adi (10), murid kelas IV Sekolah Dasar Negeri Karangmalang, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Mengapa ?

Setiap hari sehabis sekolah, Adi terpaksa harus berjualan balon gas keliling kota dan perkampungan di wilayah Kabupaten Indramayu. Hidup dengan cara seperti itu sudah ia lalui sejak kecil bersama kedua orangtuanya, sebut saja Pak Ridwan (56) dan Ny. Daningkem (51), yang sekarang ngontrak di rumah penduduk di sekitar Pasar Baru Indramayu yang mengajaknya berjualan balon dan mainan anak-anak berkeliling kampung dan perkotaan.

“Ya, beginilah nasib saya selama ini. Untuk mempertahankan hidup terpaksa harus berjualan balon dan mainan anak-anak,” kata Adi sambil berjalana kaki melintasi Jalan Wiralodra Indramayu, Sabtu (20/6).

Menurutnya, ia terpaksa harus berjualan balon dan mainan anak-anak keliling karena desakan ekonomi. Kalau tidak dagang seperti itu, Adi mengaku akan kesulitan untuk membiayai hidupnya maupun jajan di sekolah.

“Hanya dengan cara seperti inilah, saya bisa sekolah dan jajan alakadarnya,” ujar anak yang mengaku kelahiran Cirebon, lalu diajak kedua orangtuanya mencari nafkah di Kota Mangga Indramayu dengan berdagang balon dan mainan anak-anak. (Satim/Joko K)***

Ekspedisi Susur Sungai Cimanuk Indramayu, Juni 2009


Waduk Bojongsari Dikeruk

INDRAMAYU – Kondisi Waduk Bojongsari Indramayu saat ini kondisinya diduga rusak parah karena tingginya sedimentasi yang menyebabkan pendangkalan di sepanjang kolam air raksasa milik Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat itu.

Waduk Bojongsari yang dibangun pada 2002 dengan biaya belasan miliar rupiah itu, belum pernah dikuras sehingga endapan lumpurnya memicu pendangkalan dimana-mana. Sabtu (20/6), setelah air Sungai Cimanuk di stop masuk ke Waduk Bojongsari, sepanjang bibir bawah kolam lomba dayung itu terlihat dangkal. Untuk melakukan pengurasan dan pengerukannya, konon, diperkirakan tak akan selesai sebulan. Apalagi, alat berat jenis becho yang digunakan untuk mengeruk lumpur di sana kurang memadai.

Pengerukan waduk itu terlihat dilakukan sejak Rabu (17/6), Kamis (18/6), kecuali Jumat (19/6) terlihat tidak ada aktivitas pengerukan, dan Sabtu (20/6) pengerukan dilanjutkan kembali hingga sore. “Kalau ada biayanya, pengerukan dilakukan sampai seluruh Waduk Bojongsari normal kembali,” kata Harry, pelaksana pengerukan dan pegawai Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air, Pertambangan dan Energi (DPSDA Tamben) Kabupaten Indramayu, Sabtu (20/6) di lokasi pengerukan Waduk Bojongsari Indramayu.

Menurut Harry, anggaran untuk mengeruk Waduk Bojongsari itu sangat minim, sehingga membuatnya pusing. Tapi Harry tak mau mengatakan, sebetulnnya berapa sih anggarannya ? “Ya, pokoknya minim,” jawabnya.

Dikatakan, sampai saat ini, pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Indramayu belum mengalokasikan anggaran untuk pemerataan tanah lumpur yang diangkut dari kolam raksasa tersebut.

“Biaya operasional yang kami pakai untuk pengerukan Waduk Bojongsari ini dari anggaran rutin dinas kami,” katanya.
Dalam catatan Tim Ekspedisi Susur Sungai Cimanuk Indramayu 2009, Waduk Bojongsari itu dulunya Sungai Cimanuk yang mengalirkan air hingga menembus jantung kota Indramayu. Sungai itu lalu ditambak puluhan tahun silam, ini sebelum Pemerintah Kabupaten Indramayu memutuskan untuk membuat Waduk Bojongsari karena desakan sebagai tuan rumah Porda IX pada 2003 silam. Waduk itu lalu dibangun pada 2002 dengan kebutuhan jangka pendek sebagai arena lomba dayung Porda IX Tahun 2003 tingkat Provinsi Jawa Barat (Jabar). Konon, uang untuk membangun sarana lomba dayung tadi dikucurkan dari pihak Provinsi Jabar. (Satim)***



Angkutan Roda Tiga Dinas Bina Marga Kabupaten Indramayu

RODA TIGA BINA MARGA- Kendaraan bermotor roda tiga kini mulai merambah beberapa perkantoran di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Seperti tampak dalam gambar yang diambil Sabtu (6/6), berjejer sepeda motor yang diformat roda tiga di Work Shop Dinas Bina Marga (dulu Dinas PU Bina Marga) Kabupaten Indramayu. Kabarnya, kendaraan roda tiga itu akan dioperasikan untuk mengangkut material seperti pasir, sirtu, batu, dan aspal untuk pemeliharaan rutin jalan raya di Kabupaten Indramayu. (Foto : Satim)***

Membangun Kualitas SDM dari SDN Panyindangan Wetan III

Anas Ma’ruf, SPd, Kepala Sekolah SDN Panyindangan Wetan III. (Foto : Satim).


Kepala Sekolah, Anas Ma’ruf tengah menggelar rapat dengan para orangtua murid SDN Panyindangan Wetan III. Pembahasan seputar acara pelepasan Kelas VI yang akan melanjutkan sekolah ke tingkat Sekolah Menengah Pertama. (Foto : Satim)

Beberapa murid tampak dalam pintu gerbang SDN Panyindangan Wetan III. Sekolah ini menerapkan pendidikan gratis. (Foto : Satim)



Murid-murid SDN Panyindangan Wetan III terlihat ceria seusai mengikuti pelajaran, dan mereka hendak pulang. (Foto : Satim)



SDN Panyindangan Wetan III

Pentingnya Membangun WC

Demi Menunjang Kualitas Pendidikan

INDRAMAYU – Tantangan dunia pendidikan dewasa ini tidak ringan. Semua lembaga yang berkiprah dalam mendidik orang-orang dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM)-nya, tampaknya

harus mampu bersaing meningkatkan kualitas pendidikannya. Kalau tidak mampu membaca tantangan itu, cepat atau lambat lembaga pendidikan formal maupun informal akan tersingkir, karena kalah oleh lembaga-lembaga pendidikan yang dinilai lebih berkualitas.

Demikian rangkuman pendapat yang pernah terlontar dalam konfirmasi pendidikan dengan tema “Indramayu Maju karena Pendidikannya Berkualitas, Maju, dan Mandiri” antara ToeNTAS News dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu yang diwakili Kasi Kurikulum Pendidikan Dasar, Drs. Masdik, MM di kantornya, belum lama ini.

Masdik melontarkan gagasan, bahwa peningkatan kualitas pendidikan, maka pembenahannya harus dimulai dari pendidikan dasarnya, seperti pendidikan anak usia dini (PAUD), dan pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan yang setara dengannya. Artinya, semua sarana dan prasarananya harus memadai, sehingga kualitas pendidikan yang diharapkan masyarakat setidaknya bisa terpenuhi.

Masdik menyadari, tidaklah mudah untuk memenuhi persyaratan itu, karena dibutuhkan kesiapan anggaran pendidikan yang besar dan memadai untuk memacu pendidikan dasar yang berkualitas.

“Saat ini, kita akhirnya harus maklum, karena anggaran pendidikan yang dialokasikan pemerintah belum tentu mampu untuk mencukupi tuntutan seperti itu. Sehingga, pemerintah saat ini baru melakukannya secara bertahap dalam membenahi jejang pendidikan dasar,” katanya.

Ada benarnya juga apa yang dikatakan Masdik itu. Karena Kepala Sekolah SDN Panyindangan Wetan III, Anas Ma’ruf SPd selama ini mengeluhkan kekurangan sarana dan prasarana yang ada di sekolahnya. Meski sekolah yang dipimpinnya sudah direhab pada tahun 2006 lalu, namun hingga kini belum memiliki ruang perpustakaan dan WC yang bersih, sehat, dan nyaman.

Karena pemerintah belum mengalokasikan dana untuk pembangunan sarana sekolahnya itu, akhirnya untuk sementara ini muncul gagasan untuk mengumpulkan para orangtua murid dalam sebuah pertemuan menjelang pelepasan murid-murid Kelas VI tahun ajaran 2008/2009, belum lama ini.

Kendati kesimpulan rapat tadi para orangtua murid menyetujui untuk bersama-sama membangun WC, namun Anas masih harus memikirkan pembangunan beberapa sarana lainnya, seperti ruang perpustakaan, dan dua lokal perumahan guru yang saat ini nyaris ambruk. Sarana itu, kata Anas, turut menunjang kualitas pendidikan di sekolahnya.

Menurut Anas, pentingnya membangun WC yang bersih dan sehat, sebagai sarana sentral dan disyaratkan dalam penilaian lomba Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Sedangkan ruang perpustakaan diperlukan untuk mencetak murid-muridnya agar lebih mudah mengakses berbagai ilmu pengetahuan di sekolahnya.

Sementara harapan direhab atau dibangunnya dua lokal perumahan guru, karena sangat dibutuhkan pihak sekolah, serta bagi sebagian guru yang mengajar di SDN Panyindangan Wetan III, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu itu. Ini mengingat, selama ini dua lokal perumahan guru itu dihuni guru setempat, amat bermanfaat untuk menjaga keamanan, kebersihan, dan berbagai kepentingan lainnya di luar jam sekolah, misalnya akses dan komunikasi dengan para tamu dinas di luar jam dinas, maupun kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler lainnya.

Namun demikian, Anas merasa bersyukur, karena SDN Panyindangan Wetan III dari tahun 2008-2009 meraih ranking III dari 26 SD Negeri se-wilayah Kecamatan Sindang hasil penilaian Tim Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) Kecamatan Sindang dan Kabupaten Indramayu.

“Di masa mendatang, sekolah kami ini semoga meraih prestasi yang lebih baik lagi,” harapnya. (Satim)***

SDN Panyindangan Wetan III Berprestasi

INDRAMAYU – Meski berada di kampung, SD Negeri Panyindangan Wetan III, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu masih berprestasi. SDN Panyindangan Wetan III meraih juara IV lomba Tata Upacara Bendera (TUB) tingkat Kecamatan Sindang, Ranking III hasil loma UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) dari 26 SD Negeri se-wilayah Kecamatan Sindang, serta aktif dalam program kedisiplinan siswa melalui pelatihan dan pembekalan Polisi Cilik Dermayu (PCD) yang dilaksanakan oleh pihak Polres Indramayu.

Demikian dikatakan Anas Ma’ruf SPd, Kepala Sekolah SDN Panyindangan Wetan III ketika menggelar rapat dengan para orangtua murid Kelas VI di sekolahnya, belum lama ini.

Dalam kesempatan itu, Anas pun mengungkapkan, selain prestasi tadi, SDN Panyindangan Wetan III telah melahirkan murid-murid Kelas VI berprestasi yang dinilainya mampu mengangkat citra sekolah yang dipimpinnya. Dua siswa berprestasi diantaranya, berhasil diterima di SMP Negeri Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) SMP Negeri 2 Sindang, dan SMP Negeri Unggulan Sindang.

Kedua siswa yang berhasil mengangkat nama baik SDN Panyindangan Wetan III itu, yakni Ruswanto Adi Pradana berhasil diterima di RSBI SMP Negeri 2 Sindang setelah melalui jalan panjang seleksi penyaringan bakat dan kemampuan siswa, baik tertulis maupun praktek yang diselenggarakan RSBI SMPN 2 Sindang itu selama empat hari penuh sampai sore pertengahan Maret 2009 lalu. Kemudian Ninik Cloudini berhasil diterima di SMP Negeri Unggulan Sindang.

“Karena memasuki sekolah RSBI SMP Negeri 2 Sindang dan SMP Negeri Unggulan Sindang tersebut tidak mudah. Para calon siswanya harus benar-benar berprestasi, seperti dan cakap, serta mampu menyelesaikan seluruh rangkaian tes yang dilakukan sekolah SMP tersebut. Jadi kami benar-benar merasa bangga atas keberhasilan kedua siswa kami, yakni Ruswanto Adi Pradana dan Ninik Cloudini itu,” ungkap Anasdi hadapan para orangtua siswa Kelas VI.

Selain itu, Yayat, guru Kelas VI mengatakan, dalam Ujian Akhir Semester Bertaraf Nasional (UASBN) untuk tiga mata pelajaran, yakni Bahasa Indonesia, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) meraih klasifikasi A, B, dan B untuk SDN Panyindangan Wetan III dalam Tahun Ajaran 2008/2009. (Satim)***