Kamis, 27 Mei 2010

Prajnavira Mahasthavira : Satu Bumi, Sebuah Harapan

Satu Bumi, Sebuah Harapan

Oleh Prajnavira Mahasthavira

Merupakan suatu kebanggaan bagi umat Buddha di seluruh dunia bahwa hari Tri Suci Waisak sudah diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai hari raya internasional.

Tahun ini, Thailand menjadi tuan rumah peringatan hari suci Waisak, yang juga dipakai sebagai momentum untuk mendukung perdamaian dunia.

Purnama Tri Suci Waisak pada tahun 2010 memiliki cahaya rembulan luar biasa, sebuah sinar cemerlang yang mengajak kita semua untuk introspeksi dan mengendalikan diri. Tiga kisah luhur pada purnama ini tidaklah membawa manfaat bagi kemajuan spiritual bila kita hanya menghafal dan tidak aktif mengamalkannya. Bagaikan sebuah penemuan ilmiah yang hanya disimpan di rak buku atau di laboratorium sehingga tidak pernah membawa kemajuan kualitas pada kehidupan khalayak.

Kelahiran seorang Bodhisattva mencerminkan harapan, cita-cita luhur untuk hari esok yang lebih cerah. Ia adalah pangeran yang akan mewariskan takhta kerajaan Sakya. Suatu kebahagiaan yang mungkin hanya dirinya yang mampu menikmati secara leluasa. Apakah ia akan menjadi Raja atau Abdi Kebenaran?

Tiga kekuatan

Siapa yang tidak ingin hidup penuh kemewahan dan kenikmatan? Namun, Pangeran Siddharta memilih jalan kebahagiaan bukan hanya untuk diri sendiri, melainkan bagi orang banyak. Inilah kekuatan pertama Purnama Waisak kelahiran suci.

Kekuatan kedua Purnama Waisak diawali dengan intro- speksi mendalam. Sebuah perenungan yang bertumpu pada aspek keseimbangan. Dunia yang damai dan tenteram adalah dunia yang memiliki keseimbangan ekosistem. Kondisi inilah yang mendukung berlangsungnya kehidupan yang sehat dan baik.

Seperti layaknya pertapa, Siddharta menjauhi kemewahan berlebihan, praktik penyiksaan diri yang hampir membawa maut, ataupun hal-hal yang merenggut harapan luhur.

Kenyataan menunjukkan, dari awal milenium berlangsung kerapuhan keseimbangan ini. Bencana alam terjadi di berbagai permukaan Bumi dan memengaruhi setiap aspek kehidupan.

Memang sudah saatnya kita introspeksi secara serius. Walaupun kita menyadari akan hukum Anitya atau ketidakkekalan, tetapi perilaku manusia juga ikut memiliki andil besar dalam percepatan kerusakan alam.

Aktivitas manusia yang tidak memikirkan keseimbangan (peperangan, penggunaan bahan kimia yang berlebihan, limbah industri) turut berperan mengurangi kualitas kehidupan seluruh anggota kehidupan di Bumi. Dilatarbelakangi oleh keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin, segala bentuk bencana telah menghantui ketenteraman Bumi. Penerangan sempurna purnama kedua Waisak mengajak kita semua bertanggung jawab dan memulai pola keseimbangan.

Pada penghujung kehidupan Hyang Buddha, ia berpesan pada siswa-siswi-Nya agar giat berlatih melenyapkan penderitaan. Sebuah pesan sederhana, tetapi penuh kekuatan luar biasa. Apa pun bentuknya, aspek yang sama di dalam kehidupan dan di tengah perbedaan adalah penderitaan. Apa pun keyakinan, suku bangsa, dan latar belakang budaya, semua manusia berupaya sejak dulu untuk terbebas dari penderitaan, termasuk menggunakan materi sebagai jalan keluarnya. Namun, semuanya sia-sia karena sang materi pun tidaklah kekal. Materi bahkan bisa menambah keserakahan, menimbulkan kebencian bila yang dikehendaki tidak tercapai dan penuh kegelapan batin saat menghalalkan segala cara. Purnama Waisak ketiga memperingati pelayanan luar biasa seorang guru besar yang mampu mengatasi semua belenggu itu.

Hari-hari penting

Mei 2010, bangsa Indonesia memperingati tiga hari penting di sekitar Waisak, yaitu Hari Kebangkitan Nasional, Hari Peringatan Reformasi, dan Hari Antitembakau. Ketiganya diharapkan mampu menggelorakan semangat Waisak di tengah kehidupan untuk berintrospeksi, mengubah diri menuju kebaikan, dan pengendalian diri.

Hari Kebangkitan Nasional yang dilatarbelakangi jiwa persatuan melawan penjajah dapatlah kita ambil hikmahnya untuk melawan penderitaan, sebuah perjuangan yang sesungguhnya melawan penjajah yang alot. Memiliki tempat berteduh di Bumi bukan berarti kita boleh bertindak semaunya. Semangat reformasi yang mencintai lingkungan bisa dimulai dengan pandangan bahwa kita semua punya tanggung jawab yang sama untuk menjaga kelestariannya.

Hari Antitembakau merupakan cermin pengendalian diri. Perubahan hanya mungkin terjadi bila ada faktor introspeksi dan mawas diri.

Waisak memperbarui komitmen mendukung hari esok yang penuh damai. Marilah merangkul perbedaan untuk mengerti makna luhur persamaan kita yang paling mendasar. Hidup di Bumi dengan menggapai harapan melenyapkan penderitaan.

Saya berdoa bagi masyarakat dunia yang majemuk agar mampu saling belajar satu sama lain setiap hari melalui pertukaran kekuatan dan keluhuran budi pekerti, untuk membawa kedamaian dan hidup harmonis bagi semua makhluk.

Selamat Waisak 2010/2554. Semoga semua makhluk hidup berbahagia. Salam Bodhicitta.

Prajnavira Mahasthavira,

Sekretaris Jenderal World Buddhist Sangha Council (WBSC);

Pimpinan Wihara Mahavira Graha Pusat.

Source : Kompas, Kamis, 27 Mei 2010 | 04:55 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar