Sunday, August 8, 2010

OBITUARI : Penantian Terakhir Mimi Rasinah

OBITUARI

Penantian Terakhir Mimi Rasinah

Tiga jam sebelum pentas untuk terakhir kalinya di Bentara Budaya Jakarta, Rabu (4/8), tak banyak keluhan yang disampaikan Mimi Rasinah (80). Dia hanya berujar perutnya sedikit mulas. Selebihnya, rasa lapar dan suhu badan yang hangat tidak digubrisnya. Semua demi dedikasi pada tari topeng Indramayu.

Berkali-kali menantu, cucu, kerabat, dan tamu yang datang menengok, memintanya untuk makan. Namun, semua usulan itu ditolak Rasinah. Alasannya, dia tak bisa makan jika belum selesai menari. ”Nanti saja. Habis nari,” ujar Mimi Rasinah dengan suara yang pelan, sekitar dua jam sebelum pentas.

Menurut Rani, istri salah satu cucunya, Mimi Rasinah selalu menolak jika diminta makan dulu sebelum tampil. Padahal, dia terakhir makan pukul 14.00 dan pentasnya baru dimulai pukul 21.00. Rani mengaku khawatir, tetapi neneknya tetap menolak dan hanya mau minum air putih.

Menahan rasa lapar bukan hal baru bagi Rasinah karena dia sudah terbiasa melakukannya sejak muda. Dia pernah bercerita, untuk menari topeng pada saat hajatan, durasinya bisa mencapai enam sampai delapan jam. Selama itu pula penari tidak boleh berhenti atau istirahat makan.

Rasa lapar dan lelah, kata Rani, sepertinya terhapus karena kali ini Mimi Rasinah bisa pergi bersama keluarga untuk pentas di luar kota. ”Selama di mobil Mimi tidak kelihatan capek. Dia malah terlihat senang dan bercanda terus dengan kami. Soalnya, kami perginya ramai-ramai,” tambah Rani.

Perjalanan panjang

Rasinah bersama rombongannya menempuh perjalanan selama 9 jam dari Desa Pekandangan, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, dan tiba di BBJ pukul 17.00. Biasanya, perjalanan Indramayu-Jakarta hanya butuh empat jam, tetapi kali ini dua kali lipat karena ada kemacetan di Indramayu, Subang, dan Jakarta.

Seperti itulah Mimi Rasinah, ujar Wangi Indriya, penari topeng Indramayu dari Sanggar Mulya Bakti. Rasinah punya dedikasi dan tanggung jawab tinggi pada profesinya. Selain sosoknya sederhana, maestro tari itu dikenal gigih, berpendirian, dan tak pernah mengeluh.

Hal itu diperlihatkan Rasinah sebelum pentas terakhirnya. Meski harus menunggu lama, dia tetap menanti kehadiran salah seorang cucunya yang akan menggendong dan mengantarnya ke toilet. Dia tak memaksa orang lain untuk melakukan tugas itu. Maklum, karena penyakit strokenya, mobilitas Rasinah serba terbatas.

”Yang saya kagumi, dia tidak pernah mengeluh meski sebenarnya dia capek. Biarpun sakit, saat mau pentas, dia tetap akan pentas. Orang lain tidak perlu tahu kalau dia sakit. Dia bukan seniman yang cengeng,” tambah Wangi, yang mengaku terkejut ketika mendengar kabar berpulangnya Rasinah, Sabtu (7/8).

Rasinah juga tidak mengeluh kepada keluarganya. ”Dua hari Mimi di rumah, istirahat, tidak menunjukkan sakit atau mengeluh. Tiba-tiba tadi siang (Sabtu) kondisinya lemah, tak bisa bergerak, hingga akhirnya kami bawa ke rumah sakit,” kata Aerli, cucu Rasinah.

Menurut Aerli, tekanan darah Rasinah turun drastis sehingga mengembuskan napas terakhir di Unit Gawat Darurat RSUD Indramayu.

Kepergian maestro tari topeng ini memang membuat dunia seni berduka. Endo Suanda, seniman tari yang datang melayat, mengakui sangat kehilangan sosok Rasinah. Di matanya, Rasinah adalah salah satu sosok yang menghidupkan dunia tari topeng Indramayu.

Diakui Endo, kelebihan Rasinah sangat langka. Ia tidak menari dengan fisik dan pikiran, tetapi jiwa dan hati. Rasinah adalah nenek yang terlihat lemah dan rapuh, tetapi saat menari ia menjadi sosok penuh karisma, kuat, dan berangasan. ”Ketika Rasinah menari, saya seperti kena setrum,” katanya.

Bergurau

Berbicara dengan Mimi Rasinah harus dengan suara sedikit lebih kencang dan jelas karena pendengarannya sudah tak bagus lagi. Tetapi, hal itu tak membuatnya malas berkomunikasi dengan orang lain. Dia masih tetap senang bergurau, termasuk saat ditanya apa jampi-jampi rahasianya bisa menari dengan apik.

”Mau bayar berapa?” ujar Mimi Rasinah sambil kemudian tertawa nakal.

Di sanggar dan di rumahnya, Rasinah juga sosok nenek yang gemar bergurau. Anak dan cucunya suka sekali menggodanya. Siapa saja yang mengobrol dengan Rasinah pasti merasa senang karena senyum ramahnya selalu menghiasi bibirnya yang sudah kusut oleh umur. Tak banyak yang tahu bahwa di balik senyumnya, dia menyimpan rasa sakit yang mendalam karena stroke yang menyerangnya lima tahun lalu.

Sebelum manggung di BBJ, Rasinah sempat berujar senang diberikan kesempatan pentas lagi. Dia bermimpi, tari topeng Indramayu tetap memikat penonton dan tak pernah lekang oleh waktu. Itulah impian Mimi Rasinah pada menit-menit penantian terakhirnya di belakang panggung…. (THT/NIT)***

Source : Kompas, Minggu, 8 Agustus 2010 | 03:10 WIB

No comments:

Post a Comment