Saturday, January 23, 2010

Peradaban Islam di Uzbekistan

TEMPAT SUCI KAUM MUSLIM - Di sebuah tempat terpencil di perbukitan Jizzax, Uzbekistan, terdapat tempat suci bagi kaum Muslim. Di tempat inilah panglima perang Nabi Muhammad SAW, Said ibnu Abu Vaggos, pernah tinggal lama dan meninggalkan bagian jarinya yang terpotong. Air dan ikan di danau alam ini dianggap sebagai air dan ikan suci/keramat sehingga tetap terpelihara meski telah berusia lebih dari 10 abad. (Foto: Kompas/Rakaryan Sukarjaputra)***

SEJARAH

Menyusuri Peradaban Islam di Uzbekistan

Oleh Rakaryan Sukarjaputra

Uzbekistan, bagi umumnya warga Indonesia, bisa dipastikan adalah nama yang asing. Padahal, sejarah menunjukkan justru para ulama dari negara inilah yang menjadi motor penyebaran agama Islam di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, melalui para wali yang kita kenal hingga saat ini. Di kalangan warga Uzbekistan, nama Indonesia bahkan cukup populer.

Bagi mereka yang pernah membaca atau mendengar sebuah hadis, nama Imam Bukhari (810-870) pastilah bukan nama yang asing. Beliau dianggap sebagai salah satu penyampai hadis yang diakui kesahihannya. Beliau adalah putra Bukhara, salah satu provinsi di wilayah barat Uzbekistan.

Ibnu Sina (980-1037), yang dikenal sebagai filsuf dan ahli medis modern pada zamannya, juga kelahiran Afsyahnah, dekat Bukhara, Uzbekistan. Karyanya yang sangat terkenal, yaitu Qanun fi Thib, menjadi rujukan di bidang kedokteran selama beberapa abad, termasuk di Indonesia. Dunia Barat mengenal dia dengan nama Avicenna.

Sejarah para wali sembilan penyebar agama Islam di Indonesia juga tidak bisa dilepaskan dari Uzbekistan karena beberapa di antara para wali itu memiliki kaitan langsung dengan negara di Asia Tengah tersebut.

Sisa-sisa peninggalan peradaban Islam masih banyak tegak berdiri di negara yang pernah menjadi bagian dari Uni Soviet itu meski pernah diabaikan, bahkan dibiarkan rusak oleh penguasa Soviet dulu. Ornamen-ornamen Islam yang banyak dipengaruhi Persia (Iran), dengan warna-warna biru yang menonjol, tersebar di banyak tempat, menunjukkan kekhasan arsitektur pada masa abad ke-11 hingga ke-17 Masehi. Wajarlah bila badan dunia PBB untuk perlindungan kekayaan budaya, UNESCO, menobatkan Samarkand sebagai salah satu kota warisan sejarah dunia, sejajar dengan Istanbul di Turki.

Dalam kehidupan sehari-hari, nilai-nilai keislaman juga tertanam dalam kehidupan rakyat Uzbekistan. Ketika bertemu dengan seseorang, baik yang telah dikenal maupun yang belum dikenalnya, warga Uzbek biasa menyapa dengan salam ”assalamualaikum”, sambil menaruh telapak tangan kanannya di dada sebelah kiri. Lebih jauh dari itu, penghormatan mereka yang tinggi terhadap para tamu dan keakraban yang mereka tunjukkan dengan tulus adalah pengamalan nyata ajaran Islam dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Peradaban Islam

Sebagai negara berpenduduk mayoritas pemeluk Islam, yaitu sekitar 85 persen dari populasi Uzbek yang mencapai 27,5 juta jiwa, nilai-nilai keislaman pernah mendapatkan tekanan sangat berat ketika wilayah itu berada di bawah kekuasaan Soviet. Akan tetapi, tekanan yang berat justru membuat nilai-nilai keislaman itu tertanam dalam pada warga Uzbekistan. Maka, begitu Uzbekistan mendeklarasikan kemerdekaannya pada 31 Agustus 1991, berbagai peninggalan peradaban Islam langsung dibenahi kembali dan hingga kini menjadi sumber daya tarik utama bagi kunjungan wisatawan ke negara itu.

Peradaban Islam masuk ke wilayah yang saat ini disebut Uzbekistan pada sekitar abad kedelapan lalu. Ketika itu pasukan kekhalifahan Arab dari Persia menguasai Mawarannahr (lahan yang berada di antara sungai), yaitu wilayah di antara Sungai Amudarya dan Sungai Syrdarya. Masuknya pasukan kekhalifahan Arab itu membawa ajaran Islam, yang langsung bisa diterima rakyat setempat.

Akan tetapi, jauh sebelum itu, beberapa abad sebelum Masehi, beberapa suku nomad dari Iran telah lebih dahulu tiba di wilayah yang sekarang bernama Uzbekistan itu. Mereka membangun kota-kota dan jaringan irigasi untuk menjadikan lahan padang rumput di wilayah itu lahan pertanian produktif. Kota Bukhara dan Samarkand pun mulai muncul sebagai pusat pemerintahan dan kebudayaan.

Dalam perjalanan menuju India, pada 327 sebelum Masehi, Raja Alexander yang Agung pun sempat singgah di wilayah Uzbekistan, khususnya di wilayah yang dahulu bernama negara-negara Soghdian dan Bactrian. Akan tetapi, perlawanan rakyat kemudian membuat pasukan Alexander Agung harus mundur dan wilayah yang kini bernama Uzbekistan kemudian dikuasai oleh kekaisaran-kekaisaran Persia, yaitu Parthian dan Sassanid.

Masuknya Islam melahirkan sejumlah filsuf cemerlang, seperti Abu Nasr Farabi, Imam al-Bukhari, Narshaki, Nadjimmiddin Kubro, Abu Ali ibnu Sina, serta para penyair seperti Rudaki, Yusuf khas Khadjib, Ahmad Yassavi, dan Abu Bakr-al-Khorezmi. Gerakan baru Islam pun berkembang pesat karena keistimewaan yang dimilikinya, antara lain kebebasan berpikir atau dikenal sebagai Mutaziliya, Ismailiya, dan Sufisme.

Kota-kota Bukhara, Samarkand, Merv, Urgench, dan Kiva sangat terkenal di kalangan negara-negara Muslim. Karya-karya seni, arsitektur, dan proyek-proyek konstruksi berkembang cepat menandakan kejayaan kekhalifahan Islam.

Pada awal abad ke-11, atas arahan Mamun Khorezm-Shakh, sebuah pusat riset baru didirikan di Khorezm, di mana para ilmuwan orientalis bekerja. Pusat riset ini belakangan didedikasikan untuk Khorezm-Shakh dan menjadi akademi pertama di Asia Tengah.

Kebudayaan dan ilmu pengetahuan dari wilayah yang kemudian diberi nama Mawarannahr pun terkenal ke seluruh dunia. Akan tetapi, pertumbuhan cepat Mawarannahr itu terhenti pada awal abad ke-13 akibat invasi Mongol ke wilayah itu. Pemimpin Mongol, Genghis Khan, menghancurkan seluruh kota, jaringan infrastruktur irigasi, dan sumber-sumber pustaka budaya dari periode abad kedua dan ketiga Masehi. Perjuangan untuk membebaskan diri dari pendudukan asing dilakukan selama setengah abad pada abad ke-14. Salah satu tokoh penting dalam perjuangan itu adalah Amir Temur, yang setahap demi setahap bisa membebaskan wilayah Mawarannahr dan Khorasan dari penguasa Mongol. Pada akhir abad ke-14, sebuah negara baru yang kuat dengan wilayah luas pun terbentuk.

Amir Temur menekankan betul pentingnya kekuatan politik, ekonomi, dan pertumbuhan budaya. Prinsip-prinsip pengelolaan sebuah negara dia gambarkan dalam dokumen yang dikenal sebagai The Code of Temur. Setelah ditinggalkan Amir Temur, para keluarga penerus Temur memberikan perhatian besar terhadap pemajuan kesenian, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Oleh karena itulah Amir Temur menjadi sosok sangat penting dalam sejarah rakyat Uzbekistan, yang sekaligus meneruskan lagi kejayaan Islam di wilayah yang dikuasainya.

Pemerintah Uzbekistan membangun sejumlah patung Amir Temur di hampir semua kota besar di Uzbekistan. Di ibu kota Tashkent, misalnya, patung Amir Temur antara lain terdapat di sebuah lapangan di pusat kota, berdampingan dengan sebuah museum khusus Amir Temur di seberang lapangan tersebut.

Arsitektur yang khas

Uzbekistan saat ini memiliki sejumlah peninggalan masjid dan madrasah maupun pemakaman yang memiliki ciri arsitektur Islam yang khas. Selain bentuknya yang hampir seragam, berbagai bangunan yang didirikan dengan bahan baku utama batu bata merah itu juga kaya dengan ornamen Islam, baik dalam bentuk tulisan-tulisan arab maupun pola-pola garis dan bentuk.

Bangunan peninggalan peradaban Islam itu bentuknya berbeda sekali dengan bentuk-bentuk bangunan peninggalan peradaban Islam yang ada di Turki. Melihat arsitektur bangunan tersebut, dengan pola-pola tembok pintu gerbang yang dibangun tinggi, dengan menara di kedua sisinya yang tak kurang dari 20 meter, kita akan terpukau akan kehebatan para arsitek dan ahli bangunan pada abad ke-11-17 tersebut.

Lebih dari itu, di Uzbekistan, khususnya Tashkent, kita bisa melihat sebuah Al Quran asli peninggalan khalifah Usman bin Affan pada abad ketujuh. Al Quran yang di sisinya masih terlihat bekas-bekas darah itu menjadi koleksi sangat berharga sekaligus bukti kuatnya peradaban Islam di negara itu pada masa lalu.

Sangat pantas bila Uzbekistan kini memanfaatkan berbagai peninggalan peradaban Islam tersebut sebagai daya tarik utama bagi wisatawan ke negara itu. Wisata ziarah ke makam para tokoh besar Islam yang ada di Uzbekistan bisa semakin meningkatkan kadar ketakwaan, sekaligus semakin memberikan pemahaman mendalam mengenai ajaran-ajaran Islam dan kebesaran Islam.

Kemerdekaan dari Soviet telah membangkitkan kembali nilai-nilai keislaman di negara itu. Seperti halnya di Indonesia, nilai-nilai Islam tersebut tampil dalam wujud Uzbekistan yang lebih terbuka, ramah, dan menghormati para tamunya, persaudaraan yang kuat di antara warganya, serta terus berupaya berdemokrasi untuk membangun sebuah negara yang kuat dan meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyatnya.***

Source : Kompas, Sabtu, 23 Januari 2010 | 04:53 WIB

No comments:

Post a Comment