JAKARTA - Telah terjadi tarik-menarik kepentingan dalam pengelolaan Candi Prambanan dan Candi Sewu, yang merupakan salah satu kompleks Warisan Budaya Dunia di Jawa Tengah—ditetapkan pada tahun 1991.
Di satu sisi, kawasan candi harus dijaga dari kerusakan akibat ulah manusia. Di sisi lain, candi harus memberikan manfaat bagi masyarakat, antara lain dengan dijadikan sebagai obyek wisata.
Demikian benang merah yang terungkap pada diskusi Pelestarian Candi, Jumat (15/1) di Bentara Budaya Jakarta (BBJ). Diskusi tersebut merupakan salah satu acara pada Pameran Candi Prambanan dan Candi Sewu, yang berlangsung hingga 24 Januari 2010. Diskusi dipandu Dahono Fitrianto, wartawan Kompas, dengan narasumber Kepala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Yogyakarta Herni Pramastuti dan Tri Hatmadji dari BP3 Jawa Tengah.
Herni mengatakan, pengunjung dalam jumlah besar ke Candi Prambanan mungkin meningkatkan pendapatan, tetapi dampaknya pun relatif besar. Alas kaki pengunjung dalam jumlah besar saat menaiki candi menyebabkan batu-batu tangga dan selasar bangunan candi aus.
”Bungkusan makanan dan minuman yang dibawa pengunjung, akan menjadi polutan sampah. Ini mempercepat tumbuhnya jasad renik pada bangunan candi. Asap kendaraan pengunjung yang memadati halaman parkir sekitar candi juga menyebabkan polusi asap dan hujan asap yang akan mempercepat kerusakan bangunan candi,” kata Herni.
Tri Hatmadji mengatakan, kompleks Candi Sewu di kawasan Prambanan merupakan unsur penting yang turut memperkaya Prambanan sebagai kawasan yang padat akan peninggalan budaya dan masing-masing memiliki karakteristik dalam aspek arsitektur ataupun latar belakang historisnya.
”Candi Sewu bersama dengan candi-candi lainnya di sekitar Prambanan juga rusak. Hingga saat ini kerusakannya masih dalam proses perbaikan. Pendanaannya melibatkan sumber dana baik dalam negeri maupun UNESCO,” katanya.
Herni mengakui, masyarakat Indonesia dan dunia pada umumnya serta masyarakat sekitar Candi Prambanan khususnya berkepentingan dalam pemanfaatan Candi Prambanan. Berbagai kepentingan untuk pemanfaatan benda cagar budaya ini dapat dikelompokkan, yaitu agama, pendidikan, ilmu pengetahuan, sosial, kebudayaan, dan pariwisata.
Menurut dia, untuk mengatasi dampak negatif pemanfaatan Candi Prambanan, partisipasi masyarakat dalam pelestarian perlu ditingkatkan. Pada era globalisasi ini, partisipasi masyarakat dalam upaya pengelolaan Candi Prambanan sangat diperlukan agar upaya tersebut dapat berjalan efektif dan efisien.
”Masyarakat berhak ikut merencanakan pengelolaan Candi Prambanan karena peninggalan-peninggalan itu milik masyarakat, warisan leluhur. Agar bermanfaat langsung bagi masyarakat, upaya pelaksanaan pelestarian dan pengawasannya perlu dilakukan masyarakat sendiri. Pemerintah dalam pengelolaan pelestarian Candi Prambanan hanya jadi fasilitator,” katanya.
Mantan Direktur Peninggalan Purbakala Suroso, saat memberikan tanggapan, mengatakan, dalam upaya pelestarian tak cukup hanya candi yang jadi perhatian, tetapi juga pelestarian lingkungannya. (NAL)***
Source : Kompas, Sabtu, 16 Januari 2010 | 03:13 WIB
Teguh prijanto @ Sabtu, 16 Januari 2010 | 11:40 WIB
kesadaran budaya warga indonesia masih kurang,hanya ingin berfoto ria mereka rela menaiki stupa2 candi.
No comments:
Post a Comment