Wednesday, February 10, 2010

HARI PERS : Media Bersuara, Elite Tak Mau Mendengar

HARI PERS

Media Bersuara, Elite Tak Mau Mendengar

JAKARTA - Masyarakat menilai, media masih mampu menjadi alat untuk menyuarakan kepentingan masyarakat. Namun, suara masyarakat yang disampaikan media itu kurang didengar oleh pemerintah ataupun elite politik.

Masyarakat juga menilai bahwa kebebasan pers pada masa kini jauh lebih baik dibandingkan dengan masa sebelumnya. Informasi apa pun yang dibutuhkan masyarakat sudah diberikan media massa. Bahkan, untuk informasi yang tabu dibicarakan pada masa lalu, saat ini sudah bisa didapatkan oleh masyarakat.

Demikian, antara lain, dikemukakan sejumlah kalangan masyarakat yang ditemui Kompas di Jakarta, Selasa (9/2). Mereka ditanya komentarnya seputar peranan media massa dalam menyuarakan kepentingannya terkait Hari Pers.

”Media sudah menyuarakan aspirasi dan kepentingan masyarakat, tetapi pemerintah dan elite politiknya tidak mau mendengar. Jika pemerintah memang mau memperbaiki nasib rakyatnya, elite harus mau mendengar keluhan rakyat,” kata Wigiyatno (33), petugas satuan pengamanan di salah satu perkantoran di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat.

Menurut dia, media massa memiliki peran penting dalam menyampaikan aspirasi masyarakat kepada pemerintah dan elite politik. ”Ada media massa saja pemerintah dan elite sudah kayak begitu, suka seenaknya sendiri. Apa jadinya kalau tidak ada pers?” ujarnya, menambahkan.

Jika pemerintah mau mendengar rakyat dan memperbaiki negara, kata Pendi, warga Kelurahan Kenari, yang sehari-hari bekerja sebagai penjual nasi soto di dekat rumahnya, demonstrasi tidak mungkin terjadi. Kenaikan harga beras yang mencekik masyarakat tentu tidak akan terjadi jika pemerintah segera merespons persoalan rakyat.

Pendi menambahkan, melalui media massa, baik televisi maupun koran, masyarakat bisa memperoleh informasi tentang sejumlah peristiwa dan persoalan sosial kemasyarakatan lainnya. Bahkan dengan sajian informasi di media massa, masyarakat bisa menilai langsung wakil mereka di Dewan Perwakilan Rakyat.

”Kayak nonton lawak kalau lihat para politisi beradu argumen soal (Bank) Century,” ujar Pendi yang suka melihat tayangan sidang Panitia Khusus DPR tentang Hak Angket Bank Century melalui televisi.

Lebih baik

Manik (45), seorang petugas keamanan, mengatakan, kebebasan media massa dalam menyajikan informasi lebih baik dibandingkan dengan pada masa Orde Baru. ”Sekarang, semua hal bisa diketahui oleh masyarakat, misalnya kasus Bank Century, masyarakat jadi mengetahui bagaimana perjalanan penyelesaian kasus itu. Bagi saya, berita Bank Century karena menyangkut uang rakyat,” kata Manik.

Manik berharap media massa tetap menyerukan keadilan, kesejahteraan masyarakat. ”Berita- berita yang disampaikan kepada publik juga harus merupakan fakta yang benar. Janganlah masyarakat ini dibohongi terus-menerus,” ungkapnya.

Aris (35), seorang sopir taksi, mengatakan, media massa harus jeli dalam melihat suatu peristiwa. ”Media harus pintar memilih informasi apa saja yang akan diberikan kepada masyarakat,” kata Aris.

Ichsan (30), seorang pegawai swasta, mengungkapkan, media massa memang sudah terbuka, tetapi jenis informasi yang diberikan kepada masyarakat belum variatif. Menurut Ichsan, berita- berita yang disajikan sebagian besar terkait dengan kasus korupsi dan kriminalitas.

”Memang berita-berita jenis itulah yang diminati masyarakat sehingga media massa juga pasti menyajikan berita tersebut karena pasti ditonton oleh masyarakat. Jarang sekali media massa memberikan informasi mengenai bagaimana memulai usaha kecil-menengah. Padahal, berita seperti itu juga pasti dibutuhkan oleh masyarakat,” tutur Ichsan.

Hal senada disampaikan Heppi Nurfianto, seorang pegawai swasta. Dia mengungkapkan, media massa memiliki kecenderungan untuk memihak kepentingan publik. ”Sebuah fenomena sosial yang terjadi dan diberitakan, kemudian bisa memengaruhi kebijakan publik. Contohnya, kasus Prita dan Bibit-Chandra di KPK,” katanya.

Penilaian atas pentingnya peran pers sebagai pembawa aspirasi rakyat itu berbeda dengan survei Litbang Kompas yang menyebutkan, sebagian besar pembaca berita koran, penonton televisi, dan pengakses internet menilai sebagian besar orientasi pemberitaan media massa untuk kepentingan komersial mengalahkan kepentingan masyarakat (Kompas, 8/2).

Namun, Wigiyatno mengaku belum melihat adanya kemungkinan informasi yang disajikan media massa disusupi oleh kepentingan elite ataupun pemilik media massa. Ia menilai, informasi yang disajikan media massa masih berimbang.

”Masyarakat sudah pintar. Jadi, walaupun pemerintah atau elite membela mati-matian tentang suatu hal, masyarakat sudah bisa menilai,” ujarnya. (MZW/SIE)***

Source : Kompas, Rabu, 10 Februari 2010 | 02:47 WIB

Ada 5 Komentar Untuk Artikel Ini. Posting komentar Anda

bondan nusantara @ Rabu, 10 Februari 2010 | 10:20 WIB
Para elit INGATLAH! Suara rakyat adalah suara Tuhan!!!!

Mia @ Rabu, 10 Februari 2010 | 10:19 WIB
Benar,pers sudah membuka lebar2 banyak permasalahan bangsa ini. Para elit aja yg pura2 buta,tunggu aja sampe Allah benar2 menutup mata kalian. Saran bwt pers,tolong expose rakyat yg miskin dan daerah2 tertinggal. Buat tayangan2 atau artikel untuk meningkatkan kemandirian rakyat,dg bekerjasama dg Pak Ciputra,misalnya. Sudah lebih dr setengah abad negara ini merdeka,tp Indonesia msh stagnant jd negara berkembang,pdhl SDAnya melimpah. Semoga Indonesia segera keluar dr ketidakadilan ini.Amin

Res Fobia @ Rabu, 10 Februari 2010 | 08:54 WIB
Diperlukan semacam gugus kendali mutu dan evaluasi kinerja pejabat publik berbasis informasi dan pengetahuan yang sebelumnya telah dipandu pers.

da silva @ Rabu, 10 Februari 2010 | 08:12 WIB
tdk usah heran krn sebagian elite/pejabat kita sdh bermuka badak alias tdk memiliki "rasa malu". Tuhan pun mereka berani kibuli apalagi kita, rakyat biasa.

rakyat @ Rabu, 10 Februari 2010 | 07:25 WIB
MEDIA menyuarakn rakyat tdk didengar penjabat,politikus (suaranya mengedepankan etika,budaya yg baik,budipekerti) TIDAK menyuarakan yg mengedepankan UANG sih

No comments:

Post a Comment