Sekitar 30 purnawirawan dan sanak saudara purnawirawan berkeluh kesah di Monumen Panglima Besar Djendral Soedirman, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (4/2). Mereka menolak rencana penggusuran tujuh rumah di kawasan Perak, Surabaya, oleh TNI Angkatan Laut karena dinilai tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku. (Foto:Kompas/Aswin Rizal Harahap)***
RUMAH NEGARA TNI
Purnawirawan Mengadu ke "Soedirman"
Oleh Aswin Rizal Harahap
Kami tidak rela rumah kami digusur,” teriak Letnan Kolonel (Purn) Muhammad Suharto Hasan (66) begitu tiba di Monumen Panglima Besar Djendral Soedirman, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (4/2) tepat pukul 12.00. Teriakan itu ditirukan berulang kali oleh sekitar 30 purnawirawan dan keluarganya yang menolak rencana penggusuran tujuh rumah di kawasan Perak oleh TNI Angkatan Laut.
Setelah menghormat kepada patung jenderal pertama di Indonesia itu, para purnawirawan menyanyikan lagu Padamu Negeri. Mereka kemudian kembali berteriak lantang, ”Hidup purnawirawan! Hidup keluarga yang ditinggalkan purnawirawan! Tolak penggusuran rumah negara!”
Setelah puas mengungkapkan unek-unek, kegiatan di monumen yang berada persis di seberang rumah dinas Panglima Armada Republik Indonesia Kawasan Timur ini dilanjutkan dengan mengheningkan cipta. Beberapa istri dan anak purnawirawan sempat menitikkan air mata. ”Saya sedih jika mengingat pengorbanan ayah saya dahulu,” ujar Horas Kusuma, putra almarhum Kapten (Purn) Haris Kusuma.
Seusai memanjatkan doa, peserta unjuk rasa kembali memberikan hormat kepada Monumen Djendral Soedirman sebelum akhirnya kembali ke rumah masing-masing.
Keputusan purnawirawan memilih berkeluh kesah di Monumen Panglima Besar Djendral Soedirman bukan tanpa alasan. Mereka terinspirasi oleh bunyi salah satu kata mutiara Sang Panglima Besar yang tertera di dinding monumen.
”Pertahankan rumah dan pekarangan kita sekalian....” Begitu bunyi kata mutiara yang diakui Koordinator Forum Komunikasi Penghuni Rumah Negara TNI Muhammad Suharto Hasan membakar semangat purnawirawan untuk mempertahankan tempat tinggal mereka.
”Apalagi keinginan kami untuk membeli rumah negara nonstrategis dengan cara mencicil didukung aturan yang berlaku,” ungkapnya.
Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2005, rumah negara dibagi menjadi tiga golongan. Golongan I dan II tidak dapat dialihfungsikan dalam bentuk apa pun. Adapun untuk rumah negara golongan III, yang biasanya tidak terikat langsung dengan instansi, dapat dialihkan haknya kepada penghuni.
Perubahan status kepemilikan rumah negara golongan III itu bahkan ditegaskan oleh Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2008 tentang Tata Cara, Penetapan Status, Pengalihan Status, dan Pengalihan Hak Atas Rumah Negara. ”Selama ini kami membayar semua biaya renovasi, Pajak Bumi dan Bangunan, listrik, air, dan telepon,” kata purnawirawan TNI Angkatan Darat, Budhijanto.
Unjuk rasa purnawirawan di Surabaya diawali dengan upaya menyampaikan aspirasi kepada DPRD Jawa Timur. Peserta yang tiba pukul 09.00 terpaksa diterima oleh Komisi C DPRD karena Komisi A DPRD Jatim sedang kunjungan kerja ke Jakarta. Dalam diskusi selama sekitar 30 menit itu, purnawirawan meminta bantuan dan perlindungan kepada wakil rakyat.
Acara dilanjutkan ke tujuh rumah di kawasan Perak yang akan digusur oleh TNI AL. Sesampai di lokasi, peserta unjuk rasa memberikan dukungan moril kepada pemilik rumah yang terancam dieksekusi. Aksi solidaritas ini bahkan mendapat simpati warga sekitar yang turut mendukung upaya purnawirawan mempertahankan tempat tinggal mereka.
”Semestinya TNI AL menghormati imbauan Kepala Pengadilan Negeri Surabaya agar menunda eksekusi selama proses hukum berlangsung. Kami siap mempertahankan tempat tinggal kami dengan cara apa pun karena negara ini adalah negara hukum,” ujar Peter Manuputty, salah satu warga yang rumahnya akan digusur. (Aswin Rizal Harahap/Kompas)***
Source : Kompas, Jumat, 5 Februari 2010 | 04:21 WIB
Ada 2 Komentar Untuk Artikel Ini. Posting komentar Anda
rakyat @ Jumat, 5 Februari 2010 | 15:30 WIB
rumah dinas milik negara, kodok ijo ongkang-ongkang(joyoboyo) menjadi kebiasaan dan udah selesai jamannya(sekarang jaman reformasi) samakan dengan rakyat lain
bondan @ Jumat, 5 Februari 2010 | 13:52 WIB
Inspirasinya datang dari film Nagabonar II. Berteriak mengadu pada patung pak Dirman!!!
No comments:
Post a Comment