Perdagangan Manusia
Jabar Rangkul Empat Daerah
BANDUNG - Maraknya perdagangan manusia (human trafficking) yang dialami perempuan asal Jawa Barat mendorong pemerintah daerah menjalin kerja sama dalam pencegahan dan penanganan perdagangan manusia dengan empat daerah tujuan. Empat daerah itu adalah Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, dan Sumatera Utara.
Wakil Ketua Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan Orang Jabar Netty Heryawan, Senin (9/11) di Bandung, mengatakan, kesepakatan awal mengenai hal itu telah dibuat dengan Kepulauan Riau. Daerah itu menjadi perhatian utama karena mencakup wilayah Batam yang menjadi tujuan utama korban perdagangan manusia asal Jabar.
Ketiga daerah lain juga penting untuk mendukung pengurangan korban perdagangan manusia asal Jabar. Kota Tarakan di Kaltim menjadi salah satu daerah tujuan korban asal Jabar, sedangkan Pinang di Sumut serta Entikong di Kalbar merupakan daerah transit bagi pengiriman korban menuju Malaysia.
"Kerja sama itu meliputi banyak hal, termasuk pelaporan adanya korban, penanganan dengan penyediaan rumah singgah di kepolisian masing-masing, hingga proses pemulangan," kata Netty yang juga istri Gubernur Jabar Ahmad Heryawan.
Kesepakatan yang dibuat dengan Kepulauan Riau telah membuahkan hasil, yakni pemulangan 10 korban pada Minggu lalu. Ke-10 korban kini menjalani pemeriksaan kesehatan fisik di Rumah Sakit Sartika Asih Bandung.
Gunung es
Pery Soeparman, Asisten Sekretariat Daerah Provinsi Jabar Bidang Kesejahteraan Sosial, menambahkan, kerja sama dengan tiga daerah lain dilakukan paling lambat Desember 2009. Sejumlah kesepakatan dengan Kepulauan Riau juga akan terus diperbaiki. Pery mengakui, kasus perdagangan manusia di Jabar merupakan fenomena gunung es. Ia memperkirakan masih ada ratusan korban asal Jabar yang tersebar di dalam dan luar negeri. Dalam 10 hari terakhir saja Pemerintah Provinsi Jabar telah memulangkan 22 korban, yakni 14 orang dari Kepulauan Riau dan Batam serta 8 dari Tarakan, Kaltim.
"Modus yang dialami korban serupa, yakni penipuan dengan iming-iming gaji besar. Mereka dijanjikan bekerja di tempat hiburan sebagai penyanyi atau bekerja di salon," katanya.
Kondisi ini, menurut Netty, selain dipicu kemiskinan, juga diakibatkan rendahnya kesadaran masyarakat Jabar atas hak-hak perempuan. Faktor kultural sebagian masyarakat yang ingin menikmati kekayaan material secara instan juga turut berperan meningkatkan jumlah korban.
"Kami mendorong upaya preventif dan promotif dengan melibatkan berbagai pihak, seperti dinas pendidikan dan dinas tenaga kerja, untuk memberi pengertian kepada masyarakat tentang hal itu," ujarnya. (REK/GRE)***
Source : Kompas, Selasa, 10 November 2009 | 14:56 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar