30 Persen Sarjana Menganggur
Tanamkan Niat Wirausaha sejak Usia Dini
BANDUNG - Setiap tahun Kota Bandung menghasilkan sekitar 25.000 sarjana, tetapi 7.500 orang atau 30 persennya tidak terserap dunia kerja. Mereka kemudian menjadi pekerja sektor informal, seperti tukang ojek, buruh bangunan, dan penjaga toko.
"Penyebab tingginya angka sarjana yang tak terserap dunia kerja karena semangat berwirausaha mereka masih rendah. Karena itu, kewirausahaan harus dimasukkan dalam kurikulum sekolah, tak hanya pada perguruan tinggi, tetapi sejak taman kanak-kanak," kata anggota Dewan Pembina Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Jawa Barat Iwan Gunawan, Senin (9/11) di Bandung.
"Program itu perlu diaplikasikan pemerintah. Selain itu, pusat inkubasi bisnis juga harus lebih gencar dibangun," ujar Iwan. Sangat tinggi
President Universitas Ciputra Entrepreneurship Center Antonius Tanan mengatakan, angka sarjana dari Bandung yang tidak terserap dunia kerja itu sudah sangat tinggi. Dunia kerja tidak dapat menyerap semua sarjana baru.
Oleh karena itu, semangat kewirausahaan sangat penting ditanamkan kepada generasi muda. Antonius tidak dapat menyebutkan jumlah sarjana di Bandung yang bekerja di sektor informal. Meski demikian, satu dari tiga tukang ojek di Jakarta adalah sarjana dapat menjadi gambaran.
Menurut dia, penyediaan lapangan kerja yang tidak memadai juga menyebabkan tenaga ilegal di luar negeri membeludak. Di Washington DC, Amerika Serikat, terdapat sekitar 5.000 tenaga kerja Indonesia dan lebih dari 80 persen di antaranya ilegal.
"Saya pikir kurang dari 10 persen orangtua yang menginginkan anaknya jadi pengusaha. Malah sebagian besar mahasiswa mau jadi pegawai negeri," katanya.
TKI berkurang
Sementara itu, jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Jabar yang dikirim ke luar negeri cenderung menurun sejak pertengahan tahun 2009. Penurunan itu disebabkan pengiriman TKI yang semakin sulit akibat banyak masalah ketenagakerjaan di negara tujuan.
Pengelola PT Maju Mapan Sejahtera Group, Sudarmono, mengatakan, sebelum Juli 2009 ia mengirimkan lebih kurang 15 TKI per bulan. Mereka dipekerjakan, antara lain, di Malaysia, Singapura, Hongkong, Taiwan, Kuwait, dan Arab Saudi.
Kini perusahaan tersebut nyaris tidak mengirimkan TKI. Pengiriman TKI paling sulit adalah ke Malaysia dan Timur Tengah. Proses pengiriman pekerja kian ketat karena beragam kasus, terutama penganiayaan TKI oleh majikannya.
Menurut Sudarmono, sudah banyak perusahaan jasa TKI di Jabar yang tutup karena sulit menyalurkan tenaga kerja. "Balai latihan kerja yang dulu ramai, kini sepi. Pengajuan paspor pun sudah sulit. Kalau agen penyalur nekat, izin bisa dicabut," katanya.
Manajer Operasional PT Assana Cita Mitra Bangsa Dewa Sanjaya mengatakan, ia kini hanya mengirimkan maksimal 10 TKI per bulan. Padahal, dulu jumlahnya mencapai 100 orang bila sedang ramai. Beberapa negara tujuan mereka ialah Hongkong, Malaysia, dan Taiwan.
"Sekarang tuntutan negara-negara tujuan terhadap keahlian TKI semakin tinggi. Jadi, pengiriman pun lebih sulit," katanya. Dewa mengungkapkan, dulu di tempat pelatihannya terdapat sekitar 400 orang dalam satu waktu tertentu, tetapi kini hanya sekitar 70 orang. (bay)***
Source : Kompas, Selasa, 10 November 2009 | 14:06 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar