FORUM
Batik Trusmi, Potret Kebudayaan Leluhur
Oleh : LUTFIYAH HANDAYANI
Kain batik yang masih basah melambai di pekarangan sebuah rumah di Desa Trusmi, sentra batik Cirebon. Batik dengan warna khas motif kompenian dan lembutan (jenis motif batik trusmi) pada kain itu terlihat sangat indah.
Terdapat perbedaan khas antara motif batik trusmi dan batik lain, misalnya dermayonan atau garut. Ragam motif batik trusmi tidak terlepas dari sejarah pembuatannya sebagai akses dari fenomena sosial yang terjadi waktu itu. Misalnya percampuran kepercayaan, seni, dan budaya yang dibawa etnis dan bangsa pada masa lampau. Seperti kita ketahui, sebelum abad ke-20 Cirebon merupakan pelabuhan yang ramai dikunjungi pedagang China ataupun Timur Tengah.
Motif batik trusmi yang merupakan akses dari proses asimilasi budaya, kepercayaan, dan etnik adalah motif paksinaga liman dan motif singa barong, yang merupakan dua kereta kerajaan Cirebon: Kasepuhan dan Kanoman. Replika bentuk binatang khayal berupa singa barong dan peksi nagaliman merupakan wujud perpaduan budaya China, Arab, dan Hindu.
Dua corak batik trusmi menjadi ikon batik nasional, yaitu motif keratonan dan motif pesisiran. Motif keratonan biasanya menggunakan bentuk yang diambil dari lingkungan keraton, seperti Taman Arum Sunyaragi, Kereta Singa Barong, Naga Seba, ayam alas, dan wadas. Warna yang digunakan pada batik ini cenderung gelap, seperti coklat dan hitam.
Motif keraton terbagi dalam dua jenis. Pertama, yang biasa dipergunakan punggawa atau abdi dalem. Jenis motif batik untuk punggawa kuat dan besar. Kedua, yang biasa dipergunakan ningrat. Ragam hiasnya halus dan kecil. Warna-warna batik keraton asli Cirebon umumnya sogan, hitam, biru tua, dan kuning.
Adapun motif pesisiran biasanya memiliki ciri gambar lebih bebas, melambangkan kehidupan masyarakat pesisir yang egaliter, seperti gambar aktivitas masyarakat di pedesaan atau gambar flora dan fauna yang memikat, seperti dedaunan, pohon, dan binatang laut. Warna pada motif pesisiran cenderung terang, seperti merah muda, biru laut, dan hijau pupus.
Batik, sebagai kekayaan budaya nusantara, memiliki ragam dan motif beragam. Berkat transformasi budaya, kegiatan membatik hingga kini masih lestari. Batik trusmi merupakan satu dari ragam motif batik nusantara yang memiliki karakter kuat.
Makna di balik motif
Seni membatik pada zamannya digunakan Ki Buyut Trusmi sebagai media menyebarkan ajaran agama Islam. Penciptaan terhadap motif batik trusmi memiliki latar historis yang kuat. Motif yang dibuat sebagai simbol dari apa yang dikehendaki atau menceritakan latar sosial tertentu. Misalnya, jenis motif pusar bumi, yang menggambarkan sebuah lubang di puncak Gunung Jati, tempat pemuka agama Islam bermusyawarah, atau batik ayam alas gunung yang menjadi perlambang penyiaran dan penyebaran agama Islam dari bukit Gunung Jati.
Batik taman arum sunyaragi melambangkan sebuah taman yang harum, tempat para raja bersemadi untuk mendekatkan diri kepada Yang Maha Pencipta. Kebudayaan China yang mengilhami motif batik trusmi disebut dengan batik piring dan piring selampad. Ini berasal dari susunan piring porselen china yang dipakai sebagai hiasan dinding Astana Gunung Jati dan keraton.
Motif bergaya China ini merupakan pengaruh akumulasi selera juragan-juragan batik keturunan China waktu itu. Batik keluaran juragan China ini umumnya berwarna merah, biru, hijau, dan putih. Itu menjadi warna khas batik pesisir.
Besarnya pengaruh budaya dan kepercayaan pada motif batik, di antaranya ada yang terasa begitu kental dengan kepercayaan berbau "mistik". Sebut saja nama batik kapal keruk, yang menurut kepercayaan, sangat baik dipakai mereka yang ingin menambah dan menggali ilmu.
Lain halnya dengan batik kapal kandas, yang konon sebaiknya dipakai oleh orang yang sudah matang dan dewasa dalam segalanya dan tangguh menghadapi liku-liku kehidupan dalam menggapai maksud tujuan.
Kini, batik bergulat melawan arus globalisasi, bersaing dengan keinginan pasar untuk mempertahankan keberadaannya. Transformasi yang terjadi pada batik trusmi secara mikro merupakan tantangan melestarikan sumber daya manusia, dalam arti orang yang memiliki keterampilan mendesain motif yang menjadi ciri khas batik trusmi. Di lain pihak, perajin batik juga harus memikirkan modifikasi sebagai upaya transformasi sosial untuk menjaga nuansa kekinian dari motif yang dimiliki.
Simbolisasi kebudayaan
Latar sosial-historis yang mengakar pada setiap motif batik trusmi menjadi sebuah komoditas kebudayaan yang strategis bagi Indonesia. Sebab, hanya negara dengan keanekaragaman bangsa yang memiliki banyak simbol, yang secara khas dan original dapat dibuat di tempat asalnya.
Simbol yang menjadi motif pada batik trusmi merupakan wujud kreativitas dari sistem nilai ataupun sistem gagasan yang terdapat pada kebudayaan Cirebon. Dalam segala hal, baik yang berasal dari unsur cipta, rasa, maupun karsa, manusia selalu mengungkapkannya secara simbolis. Misalnya, seseorang memberikan sekuntum mawar merah untuk menyatakan cinta.
Kita dapat mendefinisikan simbol sebagai penyatuan dari bentuk, nilai, makna, kesadaran, atau ketidaksadaran. Dengan demikian, penyatuan ini merupakan nilai tambah terhadap kehidupan manusia sehingga dalam perjalanan kehidupannya, hal itu menjadi lebih bermakna.
Tanpa mengurangi nilai kebudayaan pada motif batik trusmi, kini pengusaha batik kerap melakukan inovasi. Batik cirebon lebih cenderung memenuhi atau mengikuti selera konsumen dari berbagai daerah (lebih kepada pemenuhan komoditas perdagangan dan komersial) sehingga warna-warna batik cirebonan pesisiran lebih atraktif dengan menggunakan banyak warna.
Produksi batik cirebonan pada masa sekarang terdiri dari batik tulis, batik cap maupun kombinasi tulis dan cap. Pada tahun 1990-2000 ada sejumlah masyarakat perajin batik cirebonan yang memproduksi kain bermotif batik cirebon dengan teknik sablon tangan. Namun, belakangan ini teknik sablon tangan hampir punah karena kalah segalanya oleh teknik sablon mesin yang dimiliki perusahaan-perusahaan yang lebih besar.
Motif batik trusmi kini diminati pasar sebagai benda ekonomis yang memiliki nilai budaya sehingga batik trusmi sebagai simbol kebudayaan menjadi sebuah simbol ekonomi masyarakat tertentu. Dalam lima tahun terakhir terdapat perkembangan yang signifikan terhadap geliat batik trusmi. Ini terbukti dengan semakin padatnya ruang pameran batik yang berada di sepanjang jalan utama Desa Trusmi-Panembahan.
Dengan geliat tersebut, semoga kita dapat melestarikan keberadaan batik, bukan hanya sebagai komoditas ekonomi, melainkan juga sebagai kebudayaan warisan leluhur yang membanggakan.
LUTFIYAH HANDAYANI,
Pegiat Lingkar Studi Sastra, Dewan Kesenian Cirebon
Source : Kompas, Jumat, 2 Oktober 2009 | 15:07 WIB
ada gambarnya ga mba,, batik trusminya??
ReplyDeletehampir mirip ga motifnya sama batik mega mendung??
sulhan
ReplyDeletemba, buku profil batik trusmi udah ada belum ya...??(moh_sulkhan@yahoo.com)