Kamis, 29 Oktober 2009

Pemuda Indonesia, Generasi Apolitis Yang Optimistis

Andi Mallarangeng. (Foto : AIC)***

KEPEMUDAAN

Mennegpora: Optimisme Pemuda Modal Penting

Menyambut Hari Sumpah Pemuda, harian Kompas memublikasikan hasil jajak pendapat ”Pemuda Indonesia, Generasi Apolitis yang Optimistis”, Senin lalu. Berkaitan dengan itu pula, Kompas mewawancarai Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng, Selasa (27/10).

Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (Mennegpora) yang baru dilantik pekan lalu itu adalah doktor ilmu politik sekaligus menjabat salah satu Ketua Dewan Pengurus Pusat Partai Demokrat. Ia memandang optimisme kalangan muda sebagai modal penting bagi pertumbuhan bangsa. Sementara sikap apolitis pemuda menjadi tantangan yang akan dijawab partai politik dengan berbenah diri.

Hasil survei menunjukkan mayoritas responden optimistis dengan masa depan ekonomi, tetapi minat berpolitik lebih rendah dibandingkan generasi yang lebih tua. Bagaimana pendapat Anda?

Sangat bagus bahwa anak muda optimistis dengan hidupnya. Optimisme itu memberikan semangat dan energi untuk berkreasi dan berproduksi. Mereka yakin bahwa negara ini sedang tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan dirinya. Negara akan berhasil kalau pemudanya punya mimpi besar dan keyakinan meraih mimpi itu dengan kerja keras.

Tentang sikap apolitis, politik hanyalah salah satu dimensi kehidupan masyarakat. Tidak semua orang harus jadi politisi, harus ada yang jadi pengusaha, ilmuwan, budayawan, dan lain-lain. Kesalahan kita justru ketika masa Orde Baru, politik harus jadi panglima.

Di sisi lain, situasi partai politik di Indonesia sekarang memang belum memuaskan walaupun sudah banyak kemajuan dalam demokratisasi dan konsolidasi sistem politik. Saya melihat itu sebagai orang yang menggeluti politik dalam praktik dan ilmu.

Memang masih butuh waktu untuk partai politik berbenah, termasuk dalam rekruitmen politik, menghasilkan orang-orang yang unggul yang bisa berpartisipasi dalam kepemimpinan.

Di Partai Demokrat, misalnya, banyak yang bagus, tetapi masih sangat muda, jam terbang kurang. Kira-kira lima tahun lagi mereka akan muncul sebagai politisi muda yang profesional, cerdas. Anak muda bisa mendapat inspirasi dari mereka dan akan tumbuh ketertarikan kalangan muda.

Akan dibawa ke mana pembinaan kepemudaan dengan UU Kepemudaan yang baru disahkan?

UU ini mendefinisikan kriteria pemuda berada pada rentang usia 16-30 tahun. Dengan begitu, sudah jelas nggak mungkin lagi ada pengurus organisasi kepemudaan (OKP) yang anaknya juga sudah jadi pengurus OKP. Digariskan pula bahwa pemberdayaan pemuda harus difasilitasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Ada jaminan negara untuk memberi ruang bagi pemuda berkiprah. Negara memfasilitasi, tetapi subyeknya tetap pemuda, biarlah mereka sendiri yang mendefinisikan perannya.

Program 100 hari pemerintah dalam bidang kepemudaan?

Dalam 100 hari pertama akan saya mulai revitalisasi OKP, Pramuka, dan OSIS (organisasi siswa intra sekolah). Elite pengurus dari organisasi kepemudaan, seperti Komite Nasional Pemuda Indonesia, yang terpecah belah kerap menjadi ganjalan dalam pembinaan kepemudaan, walaupun tidak semua pemuda tertarik masuk OKP dan banyak pula pemuda bisa berkiprah tanpa perlu masuk OKP.

Kepramukaan yang selama ini tak pernah disentuh oleh kementerian juga penting direvitalisasi, diolah jadi seksi bagi anak muda. Di Pramuka itulah karakter kemandirian, sportivitas, nasionalisme, kepekaan sosial dapat ditumbuhkan. Sekarang perusahaan dan kalangan profesional bikin outbound, itu semua esensinya ada di Pramuka.

Saya juga sudah bicara dengan Mendiknas bagaimana kegiatan OSIS bisa dikembangkan bersama. (NUR HIDAYATI)***

Source : Kompas, Kamis, 29 Oktober 2009 | 03:41 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar