Sabtu, 03 Oktober 2009

Terjadi Salah Kaprah Soal Batik

Belajar Membatik

Siswa SD Kalibanteng Kidul 02-04 mengikuti workshop batik di Kampung Batik Bubakan, Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (2/10). Workshop tersebut diselenggarakan berkaitan dengan diresmikannya batik Indonesia sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO. (Foto : Kompas/Bahana Patria Gupta)***

Terjadi Salah Kaprah soal Batik

Label Batik Harus Tegas Diterapkan

JAKARTA - Banyak orang Indonesia yang masih salah kaprah soal batik. Masyarakat yang mulai menggemari batik justru menganggap kain bercorak batik sebagai batik. Padahal, kain bercorak batik bukan termasuk batik yang ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya tak benda.

”Saya menganggap batik cap atau batik printing itu bukan seni. Namun, itu terserah setiap orang. Yang penting, pengakuan dari UNESCO kepada batik Indonesia harus mencambuk kita supaya memelihara dan menyelamatkan budaya Indonesia,” kata Iwan Tirta, perancang busana dan seniman batik terkemuka.

Ia mengatakan hal itu dalam acara pameran dan dialog batik dengan tema ”Batik: Kreativitas Budaya dan Teknologi Indonesia”, yang digelar Kantor Kementerian Negara Riset dan Teknologi di Jakarta, Jumat (2/10).

Menurut Iwan, dalam pengembangan batik juga perlu melibatkan ilmuwan. Kepakaran mereka itu untuk terus mengembangkan batik Indonesia dari sisi antropologi budaya.

Komaruddin Kudiya, Ketua Harian Yayasan Batik Jawa Barat, mengatakan, dengan pengukuhan batik oleh UNESCO, penting mengedukasi masyarakat agar bisa membedakan batik dengan tekstil bermotif batik. ”Kita memang tidak bisa melarang produsen tekstil membuat kain bercorak batik,” kata Komaruddin.

Meski demikian, untuk melindungi konsumen mestinya ada semacam sertifikasi atau label yang menyatakan bahwa sesuatu kain tersebut batik. Saat ini sudah diberlakukan label Batik Mark Indonesia (BMI) untuk memberikan jaminan kualitas produk batik yang dibeli konsumen. Nomor BMI di kain batik itu diberikan setelah melalui uji kelayakan Balai Besar Batik dan Kerajinan di Yogyakarta. Namun, ketentuan ini tak berjalan ketat.

Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman mengatakan, pendataan motif dan ciri khas batik di setiap daerah harus dilakukan secara serius.

Di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, pemerintah kabupaten menjadikan membatik sebagai mata pelajaran muatan lokal atau dan ekstrakurikuler untuk 31 SD, 2 SMP, dan 2 SMA.

Ketua Umum Yayasan Batik Jawa Barat Sendy Dede Yusuf mengatakan, Kabupaten Indramayu, Cirebon, Kuningan. dan Majalengka sudah menetapkan Hari Batik setiap 15 Agustus. (ELN/BRO/RWN/IRE/WER/CHE/HEN/EKI)***

Source : Kompas, Sabtu, 3 Oktober 2009 | 03:53 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar