KESENIAN TRADISIONAL
“Reog Dermayu” Masih Lestari
Berkat Kegigihan Senimannya
INDRAMAYU – Kesenian “Reog Dermayu” alias Bleknong, tampaknya agak berbeda dengan Reog Ponorogo yang sangat populer hingga manca negara. Reog Dermayu masih tetap dikenal dan dikenang, khususnya di wilayah Provinsi Jawa Barat. Maklum, Reog Dermayu jarang naik pentas di arena-arena nasional maupun internasional. Namun jangan lupa, Reog Dermayu mengandung keunikan tersendiri bagi warga penikmatnya, terutama kalangan anak-anak di wilayah Kabupaten Indramayu.
Di setiap lebaran, baik Idul Fitri maupun Idul Adha, yang dinanti-nanti kalangan anak-anak adanya Reog Dermayu yang berkeliling (mider) dengan atraksinya seperti penampilan burung Garuda (Bloak), Buta Ijo, dan penampilan beragam wayang orang dengan kedok Gatot Kaca, Arwana, Arimbi dan lain-lain dengan tariannya masing-masing. Iringan musiknya sederhana, berupa reog, terompet, tembang (sinden), kecrek, dan sekarang diiringi pula dengan piano kecil sebagai pelengkap musiknya sambil dibawa dengan sepeda onthel berkeliling perkampungan dan perkotaan. Sementara personil lainnya sambil membawa ceting (bakul kecil) mendatangi rumah-rumah warga sambil meminta sadaqah sebagai imbalan pentas kelilingnya menghibur warga setempat.
Meski tak ada jaminan dari pemerintah untuk kelestarian Reog Dermayu itu, namun sejumlah senimannya tetap ingin mempertahankan keberadaan kesenian yang merupakan peninggalan sejarah masa lalu itu. Konon, keberadaan Reog Dermayu sudah ada sejak jaman Kerajaan Majapahit. Kemudian dikembangkan oleh para penyebar agama Islam pada jaman Wali Sanga dalam rangka meraih perhatian warga untuk masuk Islam. Ironisnya, sejarah Reog Dermayu tak pernah diungkap dalam Buku Sejarah Indramayu (1977) maupun sejumlah Buku Sejarah Indramayu lainnya. Sehingga amat wajar, jika sejarah Reog Dermayu terkesan masih bias. Namun Reog Dermayu bisa bertahan hingga kini, hanya karena semangat dan jiwa seni yang melekat di hati senimannya, bukan karena sumbangan dana pemeliharaan seni dari pemerintah.
“Meski pemerintah tidak peduli atau kurang perhatian sama sekali terhadap Reog Dermayu, kami ingin mempertahankan kesenian Reog Dermayu ini hingga akhir hayat. Meski jaman sudah modern, namun semoga tidak sampai menghilangkan Reog Dermayu ini,” tutur Sakur (58), seniman Reog Dermayu di Desa Panyindangan Wetan, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat, Jumat (25/9) siang.
Menurutnya, Reog Dermayu paling banter main di acara “Ngarak” (pesta adat ritual) penganten sunat, rasulan. Sementara kegiatan rutin tahunannya pada saat lebaran berkeliling ke sejumlah desa maupun kota. “Ada rejeki tambahan di luar sadaqoh warga, jika ketika pentas keliling ada yang “nanggap” (show) atas permintaan seseorang dengan ukuran durasi “babak” (setiap babak sekitar 7 menitan). Tarifnya setiap babak sekitar Rp 15-ribuan hingga Rp 20-ribuan,” ujarnya.
Dan lebaran tahun 2009 ini, sejumlah kesenian Reog Dermayu turut meramaikan suasana Idul Fitri 1430 Hijriyah. Sampai sepekan usai lebaran, Reog Dermayu masih dijumpai tengah pentas keliling di sejumlah perkampungan di wilayah Kabupaten Indramayu. Meski dari hasil pentas keliling itu jika dibagi rata dengan puluhan personilnya, mereka kadang hanya kebagian sekedar untuk menyambung hidup keluarganya yang nilainya tak seberapa. Tapi biar mengaku capek, mereka terlihat asyik menikmati hasil pentasnya itu. (Satim)*** Foto-Foto : Satim
hayo wong dermayu, kiat gah wong dermayu kih.....priwe kabare?
BalasHapus