Selasa, 15 September 2009

TRIPS Agreement : Kontroversi, Peluang, dan Tantangan

KEKAYAAN BUDAYA

TRIPS Tak Melindungi Pengetahuan Tradisional

YOGYAKARTA - Perjanjian dagang internasional Trade Related Intellectual Property Rights tidak menjamin perlindungan hukum terhadap pengetahuan ataupun teknologi tradisional. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia perlu segera melakukan perlindungan untuk menghindari pencurian terhadap kekayaan budaya bangsa itu.

Salah satu langkah ialah meningkatkan dana dan penelitian untuk mengajukan paten atas pengetahuan ataupun teknologi tradisional. Metode ini telah dilakukan Thailand dan Singapura.

”Sejak Trade Related Intellectual Property Rights (TRIPS) disepakati, kedua negara itu sangat giat meneliti,” tutur guru besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof M Hawin, dalam seminar ”TRIPS Agreement: Kontroversi, Peluang, dan Tantangan”, di UGM, Yogyakarta, Jumat (11/9).

Dari sisi kualitas ataupun kuantitas, Indonesia jauh tertinggal dari kedua negara itu. Singapura telah mempunyai 2.500 paten, sementara Indonesia 200 paten. Teknologi yang dipatenkan di Indonesia masih sederhana.

Pengajuan paten ini, kata Hawin, sangat penting di tengah lemahnya perlindungan hukum dagang internasional terhadap pengetahuan tradisional. Akibatnya, pengetahuan tersebut terancam dipatenkan dan diperdagangkan di negara asing. Masyarakat pemilik pengetahuan bisa dituntut bila menjual barang atau jasa di negara tempat pengetahuan itu dipatenkan.

”Orang Bali, misalnya, bisa dituntut bila memperdagangkan patung buatannya di Amerika, kalau ternyata teknik pembuatan patung itu sudah dipatenkan di sana,” dia mencontohkan.

Lemahnya perlindungan tecermin dalam satu pasal TRIPS Agreement yang berlaku mulai tahun 2000. Di pasal itu disebutkan, pematenan atas pengetahuan tradisional bisa dikecualikan, tidak diwajibkan. Hal ini membuka celah pencurian pengetahuan tradisional negara berkembang oleh negara maju.

Pencurian ini, kata Hawin, telah terjadi berulang kali. Hanya sebagian kecil negara berkembang yang mampu menggagalkannya, salah satunya India.

Dari bidang pertanian, guru besar Fakultas Pertanian UGM, Kasumbogo Untung, berpendapat Pemerintah Indonesia perlu mencontoh India yang telah memberikan perlindungan bagi petani dengan Farmers Rights.

Dosen Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UGM, Poppy S Winanti, mengatakan, TRIPS Agreement dibuat atas desakan sejumlah perusahaan multinasional yang merasa terancam oleh kebangkitan industri di negara berkembang. ”TRIPS bisa dibilang sebuah kemenangan perusahaan multinasional dalam membendung kompetisi perdagangan,” ujarnya. (IRE)***

Source : Kompas, Senin, 14 September 2009 | 03:18 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar