Sejumlah pengunjung menyaksikan fasilitas peluncuran pesawat ulang alik Soyuz di Kosmodrom Baikonur, Kazakhstan. Sejumlah astronot/kosmonot yang akan menuju Stasiun Ruang Angkasa Internasional (ISS) diberangkatkan oleh badan antariksa Rusia, Roskosmos, dari lokasi ini.
KOSMODROM BAIKONUR
Sisa-sisa Kedigdayaan Uni Soviet
Oleh : M Zaid Wahyudi
Terik sinar matahari masuk ke jendela pesawat Atlant-Soyus sesaat sebelum mendarat di Bandara Krajnij, Baikonur, Kazakhstan, akhir Juni lalu. Dari ketinggian terbentang tanah tandus kecoklatan. Sesekali terlihat rumput kering menghampar, gerombolan unta berlarian, dan aliran air sungai yang warnanya terlihat kontras dengan tanah kering di sekitarnya.
Pesawat pun mendarat mulus di landasan bandara yang tak terlalu rata. Tak seperti bandara lain yang biasanya dipenuhi pesawat parkir, tak terlihat pesawat lain di bandara yang khusus dikelola oleh badan antariksa Rusia, Roskosmos, itu. Terminal bandara pun sangat sederhana dengan bentuk mirip kontainer.
Karena secara administratif wilayah tersebut dimiliki Kazakhstan, para penumpang pun harus melalui area pemeriksaan imigrasi Kazakhstan. Pemeriksaan berlangsung sangat lambat. Selain itu, pengecekan peralatan elektronik yang dibawa pengunjung juga dilakukan sangat ketat.
Baikonur (transliterasi dari aksara Rusia seharusnya disebut Bajkonur) sebagai kota terdekat dengan Kosmodrom atau Pusat Antariksa Rusia Baikonur hanya berjarak sekitar 15 menit dari bandara. Sepanjang perjalanan, padang stepa gersang terbentang di kanan kiri jalan.
Mendekati pintu kota yang dikelola Rusia itu terdapat perkampungan warga Kazakhstan dengan pola perumahan mirip perkampungan di Indonesia. Kehidupan warganya yang memiliki tipikal wajah Asia Tengah itu terlihat sederhana. Kondisi berbeda terlihat di dalam Baikonur yang hampir seluruh penduduknya adalah warga Rusia dan bekerja untuk mendukung pengelolaan Kosmodrom.
Baikonur merupakan kota kecil yang jarak antargerbang kotanya hanya membutuhkan waktu beberapa menit berkendaraan untuk menempuhnya. Setiap gerbang kota dijaga oleh petugas keamanan Rusia untuk memeriksa dokumen pengunjung yang akan masuk keluar kota.
Meskipun kecil, kota ini memiliki puluhan patung dan monumen untuk menghormati tokoh-tokoh penerbangan antariksa negara itu. Walau letaknya di tengah stepa, kota ini memiliki fasilitas cukup lengkap, mulai dari pasar hingga tempat hiburan dan resor wisata. Penduduknya tinggal di apartemen-apartemen yang terlihat mirip rumah susun di Jakarta, lengkap dengan jemuran di balkonnya.
Nama Baikonur sebenarnya baru dikenal pada pertengahan 1990-an. Nama kota ini secara berurutan sejak dibangun pada awal 1955 adalah Zarya, Leninskiy, Leninsk, dan Zvezdograd. Setelah Uni Soviet runtuh, berdasarkan perjanjian antara Rusia dan Kazakhstan pada Desember 1995, nama kota ini berubah menjadi Baikonur.
Jarak dari pusat kota menuju berbagai area tempat peluncuran wahana antariksa di kosmodrom sangat jauh. Setiap area peluncuran umumnya dikhususkan untuk jenis misil atau wahana antariksa tertentu. Karena itu, kosmodrom memiliki banyak area peluncuran yang jarak antarlokasinya bisa mencapai puluhan kilometer.
Di antara area peluncuran wahana antariksa itu, tak ada permukiman penduduk sama sekali. Sepanjang mata memandang, yang terlihat hanya tanah gersang dan rumput mengering. Nyaris tak ada pepohonan tinggi kecuali tanaman yang sengaja ditanam di sekitar area peluncuran wahana. Meski berjauhan, jalanan sepanjang kosmodrom umumnya sangat mulus.
Sebagai kota yang sejak semula menjadi penunjang utama fasilitas militer, perkembangan kota ini sangat dipengaruhi oleh dinamika militer Uni Soviet dan Rusia. Di era kejayaan Uni Soviet, fasilitas kota yang memiliki perbedaan cuaca ekstrem ini sangat memadai. Namun, di awal keruntuhan Soviet, banyak infrastruktur kota yang terbengkalai. Seiring dengan mulai dioperasikannya kosmodrom untuk keperluan komersial, prasarana kota ini pun ditata kembali.
Kosmodrom
Kosmodrom Baikonur merupakan salah satu kosmodrom yang dimiliki Rusia sebagai warisan Uni Soviet. Kosmodrom ini dibangun dengan tujuan sebagai tempat peluncuran misil tercanggih Soviet saat itu yang memiliki jangkauan hingga ribuan kilometer. Untuk meluncurkan misil terbaru itu, Soviet membutuhkan lokasi peluncuran baru yang luas, jauh dari permukiman, serta memudahkan kontrol dan kendali atas berbagai wahana yang diluncurkan.
Melalui sebuah misi rahasia, dicarilah lokasi baru itu. Selain luas, syarat lain yang juga harus dimiliki lokasi kosmodrom baru itu adalah dekat dengan sumber air dengan debit yang besar. Fungsinya untuk media pendingin saat peluncuran wahana serta memiliki waktu kering yang lama sepanjang tahun.
Terpilihlah stepa luas di dekat kota kecil Tyuratam di Kazakhstan yang berada di jalur rel kereta api yang menghubungkan Moskwa di Rusia dengan Tashkent di Uzbekistan. Lokasi itu terletak di dekat Sungai Syr Darya dan memiliki waktu kering sekitar 300 hari setahun. Keberadaan jalur kereta itu di kemudian hari menjadi sangat penting untuk mengangkut segala logistik yang diperlukan guna pembangunan kosmodrom serta sarana pengangkut peralatan militer serta para pekerja kosmodrom.
Tempat peluncuran misil baru itu didesain oleh pendiri program antariksa Soviet, Sergei Pavlovich Korolev, dan mulai dibangun pada 2 Juni 1955. Bersamaan dengan pembangunannya, dibangunlah berbagai industri penunjang kosmodrom, mulai dari pabrik semen hingga industri propelan roket. Berbagai fasilitas penunjang pekerja kosmodrom pun disiapkan, termasuk fasilitas pendidikan dan kesehatan untuk keluarga pekerja kosmodrom.
Beberapa saat setelah dilakukan uji penerbangan yang pertama, lokasi kosmodrom yang dirahasiakan itu terdeteksi oleh pesawat mata-mata milik Amerika Serikat. Namun, keberadaan kosmodrom ini baru diketahui dunia secara luas pascaruntuhnya Uni Soviet, saat terjadi perebutan antara Rusia dan Kazakhstan atas kepemilikan kosmodrom tersebut. Kini wilayah Baikonur disewakan oleh Kazakhstan kepada Rusia hingga 2050.
Hanya dalam waktu dua tahun sejak pertama kali dibangun, kompleks peluncuran misil balistik pertama selesai dibangun. Satelit buatan pertama pun diluncurkan dari area ini pada 4 Oktober 1957. Selanjutnya, keberhasilan peluncuran satelit itu diikuti oleh peluncuran berbagai wahana antariksa lainnya, termasuk wahana berawak serta pembangunan berbagai landasan peluncuran lainnya yang disesuaikan dengan misil yang digunakan.
Salah satu kompleks peluncuran yang cukup dikenal adalah untuk peluncuran roket Zenit yang berada pada Situs 45 dan selesai dibangun pada 1980-an. Dari landas luncur ini diluncurkan ratusan satelit komunikasi milik sejumlah negara dengan menggunakan roket Zenit. Semula, kompleks ini memiliki dua landas luncur, tetapi salah satunya hancur akibat peluncuran yang gagal pada 1990.
Tak hanya untuk peluncuran wahana antariksa tanpa awak, dari kosmodrom ini juga diluncurkan berbagai wahana antariksa berawak milik Soviet untuk mengeksplorasi angkasa luar. Yuri Alekseyevich Gagarin, manusia pertama yang melakukan perjalanan luar angkasa mengelilingi Bumi, pun berangkat dari kosmodrom ini. Dengan menggunakan Vostok 1 pada 12 April 1961, kosmonot kebanggaan Soviet itu pun mampu kembali ke Bumi dengan selamat.
Museum
Sebagai tempat dengan tingkat keamanan dan kerahasiaan tinggi, tidak semua orang bebas mengunjungi kosmodrom. Mereka yang mendapat izin masuk pun dibatasi ruang geraknya dan hanya diperbolehkan memotret obyek-obyek tertentu.
Satu-satunya tempat yang memberikan keleluasaan bagi pengunjung adalah museum. Meskipun berada di tengah- tengah padang stepa dan jarang dikunjungi masyarakat, museum yang ada di dalam kosmodrom terawat baik dan memiliki koleksi yang sangat lengkap, mulai dari foto, aneka dokumen, miniatur wahana antariksa, roket, pesawat, hingga seragam dan tanda jasa para kosmonot dan tokoh-tokoh militer.
Aneka informasi mulai dari pembangunan kosmodrom hingga keberhasilan Uni Soviet dan Rusia mengeksplorasi antariksa serta sejarah kehidupan pribadi dan keluarga tokoh-tokoh yang berjasa dalam pengembangan teknologi antariksa Uni Soviet pun terekam sangat lengkap.
Museum, monumen, dan patung-patung tokoh antariksa Uni Soviet yang hampir selalu ada di setiap fasilitas antariksa Uni Soviet menunjukkan tingginya penghargaan masyarakat dan negara terhadap orang- orang yang telah mengharumkan nama Uni Soviet di era kejayaannya. Runtuhnya Uni Soviet dan seretnya anggaran untuk pengembangan teknologi antariksa Rusia tak mengurangi tingginya penghargaan itu. Semoga hal yang sama juga terjadi di Indonesia.
Source : Kompas, Kamis, 10 September 2009 | 05:21 WB
Foto-Foto : KOMPAS / M ZAID WAHYUDI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar