Rabu, 25 November 2009

Ancaman Serius Bagi Lingkungan Daerah Pertambangan Mangan

LINGKUNGAN

Dipacu, Kesejahteraan Malah Menjauh

Degradasi lingkungan secara luas dan permanen tanpa terasa mulai menggerogoti bumi Congka Sae Manggarai. Dampak kian terasa dari maraknya aktivitas pertambangan mangan. Pemerintah daerah setempat membuka pintu seluas-luasnya untuk investor, tetapi ironis, kesejahteraan malah terasa jauh bagi masyarakatnya.

Keresahan masyarakat di lingkar tambang pun kian memuncak hingga mereka berunjuk rasa pada Kamis, 8 Oktober, di depan Kantor Bupati Manggarai. Masyarakat dari meminta pemerintah daerah segera mencabut izin kuasa pertambangan eksploitasi bahan galian mangan.

Keluhan mereka yang serupa adalah menyangkut perubahan cuaca karena setelah ada kegiatan tambang mangan, curah hujan dalam setahun jauh berkurang. ”Bagaimana hasil jagung atau padi baik kalau hujan dalam setahun tidak sampai sebulan,” kata Yakobus Daud, warga Desa Robek.

Tua Teno (tuan tanah) Sirise, Siprianus Amon, mengeluhkan polusi debu mangan yang kian memprihatinkan, yang bertebaran bukan saja di lokasi tambang, melainkan hingga perkebunan, dan rumah-rumah warga. Warga Sirise pun mulai sering mengalami gangguan pernapasan atau batuk kronis, bahkan ada yang mengalami tumor yang diduga akibat pencemaran limbah pertambangan. ”Kalau hujan lebat juga sering terjadi banjir dengan air yang hitam dari limbah mangan. Air-air sumur pun tercemar,” kata Yakobus.

Yang mencolok dari aktivitas tambang itu banyak bukit yang hijau telah berubah menjadi danau-danau kering dengan kedalaman mencapai 500 meter.

Bencana tanah longsor belum lama ini yang menelan korban 66 jiwa, di Cibal dan Lambaleda, di Kabupaten Manggarai, pada Maret 2007 (sebelum pemekaran) tentunya menjadi pelajaran berharga. Bencana tersebut terjadi akibat banyak hutan gundul, pohon-pohon ditebang dijadikan ladang jagung, dan sawah tadah hujan.

Daerah subur

Daerah Manggarai yang dimekarkan menjadi tiga kabupaten, yakni Manggarai, Manggarai Barat, dan Manggarai Timur, tergolong daerah subur di Flores atau NTT. Pulau Flores dan sekitarnya terbentuk secara vulkanik, dan pulau-pulau yang terletak pada jalur vulkanik dapat dikategorikan daerah subur, meski juga rawan bencana. Pusat Sumber Daya Geologi tahun 2007 menunjukkan Manggarai memiliki deposit mangan yang menjanjikan hingga ratusan ribu ton, selain juga emas (Au).

Dari besarnya potensi mangan di Manggarai inilah pemerintah daerah setempat rupanya melihat sektor pertambangan cukup seksi, yang mampu meningkatkan secara signifikan pendapatan asli daerah. PAD Kabupaten Manggarai tahun 2008 sebesar Rp 20 miliar, terutama dari kontribusi pertambangan dan penggalian golongan C.

Kegiatan tambang di Manggarai dimulai tahun 1980 oleh PT Aneka Tambang, PT Nusa Lontar Mining, dan PT Flores Indah Mining yang melakukan penyelidikan umum dan eksplorasi. Sementara dalam kurun waktu tiga tahun, 2004-2007 secara resmi Pemerintah Kabupaten Manggarai mengeluarkan izin kuasa pertambangan kepada 11 perusahaan untuk melakukan aktivitas pertambangan di 20 wilayah prospek pertambangan mangan, logam dasar, dan emas.

Berdasarkan data Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Manggarai tahun 2009 terdapat 13 perusahaan yang memegang izin kuasa pertambangan di 21 wilayah. Untuk penyelidikan umum mangan di Kecamatan Cibal, wilayah paling luas dipegang PT Graha Kencana Persada seluas 5.011 hektar (2008-2009).

Adapun eksplorasi wilayah terluas di pegang PT Tribina Sempurna, mencapai 2.000 hektar (2008-2010), di Kecamatan Reok. Sementara kegiatan eksploitasi terluas dipegang PT Sumber Jaya Asia, di Cibal, sekitar 689,2 hektar (2008-2013).

Sementara itu, berdasarkan data penelitian tambang mangan di Manggarai tahun 2008 yang dilakukan Fransiscans Office for Justice, Peace, and Integrity of Creation Indonesia (JPIC OFM) , PT Sumber Jaya Asia telah mengangkut mangan per tahun sejak tahun 2006 sekitar 60.000 ton ke China. Pendapatan perusahaan tersebut hingga 2008 sekitar Rp 5.035.500.000.000, dan biaya reklamasi untuk Pemkab Manggarai hanya mencapai Rp 321 juta.

Sementara itu, PT Arumbai Mangabekti yang telah melakukan eksploitasi mangan di Satar Punda sejak tahun 1999 telah mengangkut mangan tiap tahun sekitar 45.000 ton. Direktur Eksekutif Institute for Ecosoc Rights Sri Palupi menyayangkan kebijakan Pemkab Manggarai yang menaruh perhatian besar pada sektor pertambangan dalam mengolah sumber daya alam setempat.

”Padahal, potensi paling besar di Manggarai adalah pertanian, kelautan, dan pariwisata yang selama ini justru memberikan kontribusi paling besar bagi PAD, bahkan menjadi penopang hidup bagi mayoritas warga. Pertambangan hanya menguntungkan birokrat dan pemodal. Dampaknya tak hanya kehancuran lingkungan, juga membuat masyarakat menderita,” kata Sri.

Koordinator Lokal JPIC OFM Flores Pater Mateus L Batubara OFM berpendapat, meski Manggarai kaya akan bahan mineral mangan, bukan berarti pemda setempat memutuskan seluas-luasnya pertambangan tanpa kajian yang matang, terlebih menyangkut kelestarian lingkungan, serta masa depan masyarakatnya yang mayoritas sebagai petani, yang amat memerlukan tanah atau lahan.

Hutan lindung

Pater Mateus juga menyayangkan, eksploitasi di Blok Soga 1 dan 2, kawasan Torong Besi, Desa Robek, seluas 75 hektar yang dikelola PT Sumber Jaya Asia merupakan kawasan Hutan Lindung Nggalak Rego Register Tanah Kehutanan 103.

Wakil Bupati Manggarai Deno Kamelus menyatakan, kebijakan menyangkut pertambangan yang diambil bukanlah ilegal karena diaturuu. (SEM)***

Source : Kompas, Rabu, 25 November 2009 | 04:29 WIB


Tidak ada komentar:

Posting Komentar