Senin, 16 November 2009

Ekspedisi Garis Depan Nusantara Dimulai

Peserta Ekspedisi Garis Depan Nusantara naik ke kapal pinisi Cinta Laut sesaat sebelum kapal itu memulai pelayaran ekspedisi, Minggu (15/11). Selama tiga bulan mendatang, kapal yang diberangkatkan dari Pantai Losari Makassar, Sulawesi Selatan, itu menjelajahi dan mendata kondisi 28 pulau di wilayah timur Indonesia. (Foto : Kompas/Aryo Wisanggeni Genthong)***

Ekspedisi Garis Depan Nusantara Dimulai

Pulau-pulau Dikembangkan dengan Konsep Minapolitan

MAKASAR - Kapal pinisi Cinta Laut memulai pelayaran Ekspedisi Garis Depan Nusantara, Minggu (15/11). Ekspedisi yang diberangkatkan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad dari Pantai Losari Makassar, Sulawesi Selatan, itu akan mendata 28 pulau wilayah timur Indonesia.

Ketua Dewan Penasihat Ekspedisi Garis Depan Nusantara, Sarwono Kusumaatmadja, memaparkan, ekspedisi yang diprakarsai Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung Wanadri dan komunitas budaya Rumah Nusantara itu merupakan kelanjutan ekspedisi serupa yang menjelajahi pulau terluar di wilayah barat dan tengah Indonesia.

”Secara keseluruhan, ekspedisi tersebut akan mengunjungi 92 pulau di perairan Nusantara yang merupakan titik pangkal garis teritorial NKRI,” tutur Sarwono.

Menurut Sarwono, dalam tim ada sejumlah peneliti yang akan meneliti masalah sosial, ekonomi, dan buda- ya 28 pulau terluar di wilayah timur Indonesia.

Hasil penelitian akan disusun menjadi buku, sebagaimana hasil Ekspedisi Garis Depan Nusantara di kawasan barat Indonesia yang dibukukan dengan judul Tepian Tanah Air.

Dalam pidato pelepasan tim ekspedisi, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad menyatakan, pengelolaan pulau kecil merupakan arah baru kebijakan pengelolaan kelautan nasional. ”Paradigma pembangunan yang berorientasi daratan harus diubah ke paradigma baru, berorientasi pada sektor kelautan dan perikanan,” katanya.

Ia menyatakan bahwa pengembangan 92 pulau terluar di Indonesia membutuhkan kebijakan khusus yang mengintegrasikan pertahanan dan keamanan, peningkatan keterampilan masyarakat, serta perlindungan dan pengawasan pulau terluar. Indonesia masih menghadapi masalah dalam mendata ribuan pulau di Indonesia.

”Kondisi masing-masing pulau kecil berbeda-beda. Ada berbagai kendala, misalnya belum tertib administrasi kependudukan, kurang data dan informasi. Presiden telah meminta inventarisasi semua pulau untuk di- beri nama dan didaftarkan ke PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Inventarisasi seluruh pulau kecil akan selesai 2010. Pada 2011 pulau-pulau itu akan didaftarkan ke PBB agar kasus Sipadan dan Ligitan tidak terulang lagi,” ungkap Fadel.

Minapolitan

Fadel menyatakan, untuk memperbaiki kondisi, ia mengembangkan konsep kawasan minapolitan agar pulau kecil dan terluar menjadi sumber ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan.

”Dalam pertanian ada agropolitan, yaitu kawasan yang berbasis pertanian. Kita akan perkenalkan minapolitan, suatu kawasan yang dibantu infrastrukturnya, airnya, dan lainnya agar tumbuh dengan bertumpu kepada sektor perikanan. Pada 17 November saya akan berte- mu dengan Menteri Pekerjaan Umum dan membicarakan pembangunan minapolitan,” tutur Fadel.

Terkait dengan kemudahan usaha sektor kelautan dan perikanan, Fadel menyatakan bahwa mulai 1 Januari 2010 seluruh peraturan daerah (perda) yang dianggap memberatkan nelayan akan dihapus. Kabupaten/kota dan provinsi yang memiliki perda seperti itu akan diberi kompensasi berupa dana alokasi khusus yang proporsional.

Inventarisasi perda yang memberatkan merupakan bagian dari prioritas program 100 hari Fadel sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan di Kabinet Indonesia Bersatu II. (row/nar/bdm)***

Source : Kompas, Senin, 16 November 2009 | 04:16 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar